Sabtu, 21 Agustus 2010

Cara Cerdas Menghindar Plagiat

Nihil novi sub sole (tidak ada hal baru di bawah matahari).


Jujur menyebutkan sumber adalah hal yang tidak dapat ditawar-tawar dalam karya tulis, apa pun bentuknya. Jika saja seseorang tahu caranya, tidak perlu melakukan tindak plagiat. Berikut ini dipaparkan bagaimana menghindari plagiat dalam riset dan proses menulis.

KUTIPAN, PARAFRASA, DAN RINGKASAN

Sebelum sampai pada pengertian dan teknik mengutip, alangkah lebih baik dipaparkan lebih dahulu alasan mengapa dan apa tujuan orang mengutip, melakukan parafrasa, dan meringkas suatu karya intelektual orang lain.
1. Mendukung pernyataan atau menambah kredibilitas tulisan Anda.
2. Mengacu pada karya yang tengah Anda lakukan sekarang.
3. Memberikan contoh dari beberapa titik pandang tentang suatu topik tertentu.
4. Menyatakan posisi Anda, apakah Anda setuju atau tidak setuju dengan gagasan/wacana tersebut.
5. Memberikan perhatian pada frasa tertentu, kalimat, atau bagian dengan mengutip aslinya.
6. Jujur pada pembaca bahwa kata-kata yang Anda tulis bukan asli dari Anda sendiri.
7. Memperluas atau memperdalam gagasan Anda.
Untuk menghindari tindakan plagiat, seseorang harusalah dengan jujur mencantumkan:
1. Ide, gagasan, dan teori orang lain.
2. Temuan orang lain.
3. Hasil riset orang lain.
4. Kutipan langsung.
5. Parafrasa informasi.
6. Fakta dan statistik yang dikumpulkan dari berbagai sumber.

Agar tidak plagiat ialah dengan memahami dan dapat menerapkan cara-cara mengutip, parafrasa, dan atau meringkas gagasan/wacana.

Terdapat tiga cara bagaimana melakukan inkorporasi pusparagam tulisan menjadi tulisan milik kita sendiri yang berbeda sesuai dengan kedekatan tulisan Anda dari sumber tulisan. Ketiga cara inkorporasi sumber ke dalam tulisan yang dimaksudkan itu ialah
1. Kutipan (Quotation)
2. Parafrasa (Paraphrase)
3. Ringkasan (Summary)

Kutipan haruslah mirip dengan aslinya, menggunakan segmen yang sempit dari sumbernya. Kutipan haruslah sesuai dengan sumber aslinya dan mengacu ke penulis aslinya. Parafrasa dan ringkasan sedikit lebih kompleks. Keduanya menuntut keterampilan khusus, bagaimana membahasakan kembali gagasan orang lain dan meringkasnya. Mari kita melihat definisi, ruang lingkup, dan contoh masing-masing.

Plagiat

Ada banyak alasan mengapa seseorang melakukan tindak plagiat. Beberapa alasan yang lazim seperti yang berikut ini.

Plagiat Online
Kemudahan yang didapat dari kemajuan teknologi, terutama teknologi komunikasi yang memungkinkan orang menyimpan dan mengakses data bukan saja secara lebih cepat melainkan lebih mudah, di satu sisi menimbulkan ekses negatif. Orang lalu malas bekerja keras. Kreativitas justru tidak muncul manakala segala sesuatu tersedia begitu saja dan orang dengan mudah mengambil jalan pintas.

Untuk mendapatkan sesuatu, ingin serba instan dan potong kompas. Ketika hendak menulis paper, artikel ilmiah populer, atau menulis untuk konten blog dan face book, orang cenderung hantam karma.

Tidak pelak lagi, yang sedang menjadi trend akhir-akhir ini adalah tindak plagiat online. Memang sangat memudahkan, seseorang cukup mengunduh, lalu mengopi data itu, dan mengganti nama pencipta dengan namanya, lalu mempublikasikannya.

Atas gejala itu, muncul istilah menarik sehubungan dengan tindak mengambil atau mencomot bulat-bulat sumber dari online tanpa diolah, dibahasakan, atau disebutkan sumbernya yakni “Kopasus” sebagai singkatan dari kopi paste ubah sedikit.

Plagiat bukan sekadar menyalin suatu teks, tetapi juga mengklaim ide lain sebagai miliknya sendiri. Pada bahasan tersendiri kita m

Autoplagiat
Autoplagiat juga dikenal sebagai "penipuan daur ulang" yaitu tindakan menggunakan kembali bagian signifikan, identik, atau hampir identik kerja sendiri tanpa mengakui bahwa seseorang melakukannya atau tanpa mengutip karya asli. Artikel alam ini sering disebut sebagai menduplikasi atau beberapa publikasi.

Selain masalah etika, ini bisa ilegal jika hak cipta dari karya sebelumnya telah dialihkan ke entitas lain. Kerap autoplagiat hanya dianggap sebagai isu etis yang serius dalam pengaturan di mana publikasi adalah menegaskan untuk terdiri dari bahan baru, seperti dalam penerbitan akademis atau tugas pendidikan.

Ini tidak berlaku (kecuali dalam pengertian hukum) untuk teks-kepentingan publik, misalnya sosial, profesional, dan pendapat budaya biasanya diterbitkan di surat kabar dan majalah.

Dalam dunia akademik, autoplagiat terjadi ketika penulis menggunakan kembali bagian karyanya yang sudah diterbitkan dan hak cipta masih digunakan pada publikasi berikutnya, tapi tidak menyebutkan publikasi yang sebelumnya itu. Sering kali sulit untuk mengidentifikasi autoplagiat seperti ini. Mengapa? Karena yang bersangkutan menggunakan kembali material yang sama dan hal itu sah-sah saja dan secara etika kelimuan pun tidak menyalahi.

Dalam hal ini (autoplagiat), sebenarnya yang penting bukan harus meminta izin pada siapa pun, sebab diri sendiri yang mengantongi karya cipta, namun lebih untuk kepentingan pembaca. Jangan sampai pembaca terkecoh, seolah-olah apa yang disajikan sama sekali baru, padahal sudah merupakan daur ulang atau sepenggal dari karya cipta yang sudah ada sebelumnya. Dengan demikian, masalah autoplagiat lebih menekankan untuk jujur pada sumber, bukan harus minta izin pada orang lain.

Pengalaman menunjukkan bahwa ada beberapa kalangan (perguruan tinggi) yang tidak memperkenankan apa yang disebut dengan daur ulang kembali seperti itu. Kasusnya memang sangat spesifik. Yang tidak diperkenankan mendaur ulang ialah karya yang dikerjakan dengan sarana dan prasarana kantor dan proses mengerjakannya seluruhnya menggunakan jam kantor (office hours), sehingga secara otomatis karya tadi memang milik institusi. Dalam kasus ini, izin tentu kepada orang yang berhak mewakili dan mengatasnamakan institusi.

Akan tetapi, sebenarnya merupakan hal yang lazim di kalangan para peneliti di perguruan tinggi untuk mendaur ulang karya ilmiah dan menerbitkan karya mereka sendiri, menyesuaikannya untuk terbitan akademik yang berbeda dan menuliskannya kembali sebagai rtikel lepas di surat kabar, atau menyebarkan karya mereka kepada masyarakat luas sejauh hal itu mungkin.

Akan tetapi, harus diingat bahwa peneliti ini juga membatasi pengambilalihan karya sebelumnya. Jika sebuah artikel setengah sama dengan yang sebelumnya, biasanya akan ditolak. Para mitra bestari (peer review) akan mengeceknya dan sejak dini "daur ulang" yang terlampau banyak (melebihi 10%) tidak akan dibiarkan lolos.

Stephanie J. Bird berpendapat bahwa istilah autoplagiat dapat menyesatkan karena dengan definisi plagiat dapat menimbulkan kekhawatiran akan penggunaan bahan yang sudah pernah dipublikasikan sebelumnya meski oleh orang yang sama.

Autoplagiat lebih terarah pada masalah keadilan (fairness) daripada tindak melanggar hukum, etika, dan hak hak cipta. Seperti yang ditegaskan Samuelson bahwa faktor-faktor yang memungkinkan seseorang menggunakan atau mendaur ulang kembali bahan publikasi adalah hal sebagai berikut.
1. Karya sebelumnya harus disajikan kembali untuk meletakkan dasar atau acuan pada karya selanjutnya.
2. Karya sebelumnya harus disajikan kembali untuk meletakkan dasar bagi sumbangan baru dalam pekerjaan selanjutnya.
3. Bagian dari karya sebelumnya harus diulang untuk memberikan bukti baru atau menyatakan argumen.
4. Khalayak sasaran karya itu berbeda sehingga sah-sah saja penulis membuat versi lain atas materi yang sama untuk pasar yang berbeda.
5. Penulis konsisten dengan pendapat/gagasan/hasil temuannya, sehingga tidak mungkin untuk berkata lain pada kesempatan yang berikutnya.

Samuelson menyatakan bahwa khalayak yang "berbeda" menjadi pertimbangan tersendiri untuk menerbitkan versi yang berbeda. Samuelson menyatakan ini dengan mengacu pada suatu wacana yang ditulis untuk masyarakat hukum dan teknis yang berbeda. Tidak bisa dihindari, seseorang akan mengangkat kembali gagasan pada tulisan-tulisan sebelumnya. Lalu melakukan perubahan seperlunya, membuat catatan kaki dan menambahkan bagian substantif untuk khalayak yang berbeda.

Menurut Samuelson, autoplagiat bukanlah isu yang terlampau perlu dipusingkan. Asalkan jujur pada sumber dan mengindahkan kaidah-kaidah teknik penulisan karya (ilmiah), autoplagiat bukanlah hal yang perlu dipersoalkan.

Life & Love

Apakah yang paling berharga di dunia ini?

Anda dapat membuat litani panjang, lalu menyarikannya menjadi, misalnya, sepuluh. Dari sepuluh menjadi hanya lima. Dan dari lima diperas lagi menjadi hanya dua.

Dari sekian banyak hal, atau sesuatu, yang dianggap berharga dalam hidup ini, apakah Anda menyarikan dua hal saja sama seperti saya, yakni life dan love (kehidupan dan cinta)?

John Powel, penulis kenamaan yang banyak menelurkan tulisan-tulisan seputar masalah kebijaksanaan dalam hidup dalam The Secret of Staying Love menulis demikian,

“I am convinced that man was meant to live at peace within himself, filled with a deep joy. I am convinced that there should be going on in the heart of every man not a funeral but a celebration of life and love” (halaman 10).



Selebrasi cinta dan kehidupan penting karena tanpa cinta maka kehidupan tidak punya makna dan berjalan tanpa tujuan.

Cinta memungkinkan kita berbuat lebih banyak daripada yang bisa kita capai tanpa kekuatannya. Sering kita menghabiskan sebagian besar waktu mengurus kebutuhan fisik.

Setiap hari, kita memastikan tubuh kita makan, bersih, berpakaian, berolah raga, dan beristirahat. Kita juga melakukan rangsangan intelektual dan menempatkan hiburan sebagai prioritas untuk memuaskan diri. Namun, kita kerap mengabaikan kebutuhan yang paling penting, yakni cinta kasih.

Ciri orang yang tinggal dalam cinta (stay in love) ialah menjadikan cinta sebagai kebutuhan emosional yang kuat sebagai keinginan untuk mencintai orang lain dan sesama makhluk.

Karena itu, kebutuhan untuk mencintai dan peduli terhadap sesama perlu ditanam dan ditumbuhkembangkan dalam diri kita secara biologis.

Kebutuhan emosional ini yang memungkinkan orang tua untuk rela meninggalkan kebiasaan tidur, makanan, dan kesenangan lain saat membesarkan anak-anak mereka.

Kebutuhan ini memungkinkan orang untuk mengambil risiko untuk menyelamatkan orang lain dari bencana alam dan ancaman terhadap manusia lain.

Kebutuhan emosional cinta mendorong orang-orang seperti Bunda Teresa, Lady Diana, Paus Yohanes Paulus II dan para pekerja karitatis dan kemanusiaan melakukan sesuatu tanpa pamrih demi sesama manusia tanpa menghitung untung dan rugi.

Mengasihi orang lain akan memungkinkan kita untuk menempatkan kebutuhan dan keinginan orang lain sama seperti kita. Kita akan bekerja lebih keras dan tidak mengenal waktu, kadang-kadang mungkin kita benci pada pekerjaan tersebut, tetapi toh dilakukan demi orang yang kita cintai.

Kita akan memahami kondisi orang lain dan sudi mengurus dan merawatnya untuk orang yang kita cintai, entah masih muda entah sudah tua.

Cinta berarti menyayangi, berbagi, memberikan diri, dan pada urutan yang berikutnya baru harta. Kita tidak melukai, membahayakan, atau menyebabkan rasa sakit pada orang yang kita cintai. Sebaliknya, kita berusaha untuk meringankan penderitaan mereka.

Melakukan sesuatu atas dasar cinta, jauh dari keinginan untuk menguasai dan membuat orang lain terikat dan berutang budi, melainkan tentang keinginan orang untuk menjadikan yang bersangkutan bahagia.

Cinta sejati bukan didasarkan atas keinginan untuk memiliki atau mengendalikan orang lain; sebaliknya dilandasi oleh keinginan untuk membebaskan mereka.

“Cinta sejati itu memberi,” kata William Arthur Dunkerley. John Oxenham, nama pena penulis dan penyair ini, menggambarkan cinta secara indah, “Love ever gives. Forgives outlives. And ever stands with open hands. And while it lives, it gives. For this is love's prerogatives -- to give, and give, and give.”

Orang yang menjalani hidup berkualitas dan bermakna menjalani hidup lebih hidup. Orang ini juga menatap dan melihat segala hal dengan tatapan kasih. Seakan-akan yang dilihatnya ialah pantulan wajahnya sendiri. Oleh karena itu, kematian bukanlah kehilangan terbesar dalam hidup.

Akan tetapi, kehilangan terbesar dalam hidup, seperti dikatakan Norman Cousins ialah “Segala sesuatu yang mati dalam diri kita ketika kita hidup (Death is not the greatest loss in life. The greatest loss is what dies inside us while we live.”

Sesuatu yang mati itu adalah cinta. Ketika cinta hidup, hidup pulalah kehidupan kita. Sebaliknya, ketika cinta mati dalam diri kita maka akan kita menjadi orang yang kehilangan besar.

Boleh dikatakan bahwa cinta ibarat minyak yang memungkinkan roda kehidupan terus berputar. Apabila kita mengasihi orang lain maka kita akan melihat di luar diri kita sendiri, yakni sesuatu yang ada di luar kebutuhan kita dan keinginan kita.

Kita mengorbankan waktu, energi, keinginan, dan bahkan kadang-kadang diri kita sendiri karena cinta. Kita lebih sering berkorban demi cinta kepada orang yang kita kenal, namun kerap juga memberikan cinta kepada orang yang tidak kita kenal.

Cinta menjadikan orang pahlawan setiap hari di setiap tempat di dunia ini. Seperti ditegaskan Thomas Kempis, "Cinta bukan suatu beban, orang yang menyinta tidak merasakannya sebagai masalah, upaya yang dilakukan atas nama cinta melebihi kekuatannya.

Oleh karena itu, cinta dapat melakukan segala sesuatu, menyelesaikan banyak masalah, dan menjamin orang yang dicintai merasakan efeknya dan memancarkan pula cinta itu kepada orang lain di sekitar."

Definisi utama cinta bukan tentang merasa baik, melainkan berbuat baik. Sebuah contoh dari cinta ialah tindakan Bunda Teresa yang bekerja begitu lama dan begitu keras atas nama cinta.

Jika membuka mata maka kita akan melihat bahwa cinta ada di sekitar, sehingga tidak perlu jauh-jauh mencari cinta. Dalam konteks ini, Robert Louis Stevenson berkata, "Inti cinta adalah kebaikan."

Cinta penting, karena tanpa cinta, kehidupan tidak punya makna dan tanpa arah. Seperti dikatakan Frank Tebbets, "Hidup tanpa cinta seperti tumpukan abu di atas tungku kosong yang apinya mati, tawa terhenti dan memadamkan bara." Cinta memungkinkan kita untuk lebih hangat dan lebih hidup dan menjadi pendorong untuk berbuat lebih banyak daripada yang bisa kita capai jika tidak dilandasi kekuatan cinta.

Di antara sekian banyak ungkapan atau quotes tentang cinta, agaknya Thomas a Kempis yang paling mengesankan. Di bawah judul “On Love”, Kempis menulis demikian,

Love is a mighty power,
a great and complete good.
Love alone lightens every burden, and makes rough places smooth.
It bears every hardship as though it were nothing, and renders
all bitterness sweet and acceptable.

Nothing is sweeter than love,
Nothing stronger,
Nothing higher,
Nothing wider,
Nothing more pleasant,
Nothing fuller or better in heaven or earth; for love is born of God.

Love flies, runs and leaps for joy.
It is free and unrestrained.
Love knows no limits, but ardently transcends all bounds.
Love feels no burden, takes no account of toil,
attempts things beyond its strength.

Love sees nothing as impossible,
for it feels able to achieve all things.
It is strange and effective,
while those who lack love faint and fail.

Love is not fickle and sentimental,
nor is it intent on vanities.
Like a living flame and a burning torch,
it surges upward and surely surmounts every obstacle.


Cinta dapat membuat segalanya menjadi mungkin. Cinta pula yang menjadikan kita manusia ada. Kita percaya bahwa Allah adalah cinta, karena itu, Sang Mahacinta mencipta (melahirkan) kita makhluknya.

Demikian pula ayah dan ibu kita. Atas dasar cinta, kita lahir dari mereka. Dari cinta datang kehidupan. Karena itu, tulisan dalam bahasa Inggris, love sangat dekat dengan life.

Cinta menjadi penting, sebab tanpa cinta, hidup menjadi hampa dan tidak punya arah. Cinta memungkinkan kita melakukan sesuatu melebihi kemampuan karena kekuatannya.

Cinta ialah kekuatan terbesar dan asal dari segala yang hidup. Hanya dengan mata hati cinta kita melihat segala sesuatu menjadi mungkin. Tidak ada hal yang lebih mulia dan lebih penting di surga dan di dunia kecuali cinta. Karena cinta lahir dari Tuhan maka cinta mendatangkan hidup.

Saya membayangkan sebuah kosmos yang penuh cinta. Suatu dunia di mana tidak ada lagi “aku”, melainkan “kita”. Sebuah kosmos yang diliputi cinta sebagaimana yang digambarkan kitab suci-kitab suci agama-agama.

Bahasanya adalah bahasa cinta. Amati dengan saksama frasa, “Baiklah kita menjadikan….” Bukankah bahasa yang digunakan ialah orang kedua jamak, yakni “kita”? Dalam cinta, pribadi-pribadi dan ego-ego lebur jadi “kita”.

Nothing fuller or better in heaven or earth; for love is born of God. Jadi, the ultimate art of living is love.

Eye Communication

Mengatakan sesuatu tanpa kata-kata sudah menjadi bahan kajian sejak lama. Ilmu komunikasi yang mempelajari soal itu menyebutnya sebagai bahasa tubuh, body language. Lebih spesifik, ihwal bahasa mata dibahas dalam “eye communication” .

Namun, setiap suku bangsa berbeda memaknai komunikasi mata. Hal itu sangat dipengaruhi oleh durasi, arah, dan kualitas dari sikap mata. Misalnya saja, pada suatu kebudayaan durasi kontak mata amat menentukan, meski secara tegas tidak menyatakan sebagai sebuah hukum yang berlaku umum.

Di Inggris dan Amerika Serikat, rata-rata lama dari tatapan mata adalah 2,95 detik. Rata-rata lamanya saling tatap mata (dua orang saling kontak mata) adalah 1,18 detik.

Manakala lamanya kontak mata kurang dari 1,18 detik maka itu berarti seseorang kurang tertarik akan kita dan topik pembicaraan kita. Atau ia seorang yang pemalu atau ia khusyuk. Manakala jumlah waktunya sesuai, maka bolehlah disimpulkan bahwa seseorang menunjukkan minat yang besar pada kita.

Dalam budaya Amerika, kontak mata langsung (direct eye contact) menunjukkan ekspresi jujur, lagi berterus terang. Namun, bagi masyarakat Jepang, kontak mata kadangkala menunjukkan rasa kurang hormat. Orang Jepang akan melirik wajah lawan bicara dan ini hanya dilakukan sekejap saja.

Dalam budaya Hispanic, kontak mata langsung menunjukkan kesetaraan. Namun, sangat tabu bagi anak-anak atau orang yang lebih muda atau bawahan. Ini menunjukkan sikap kurang ajar dan menantang. Coba amati bagaimana kontak mata ketika orang penduduk Tokyo, San Fransisco, dan San Juan berkomunikasi. Pasti tatapan mata langsung mereka berbeda satu sama lain .

Memahami budaya dan kebiasaan etnis atau bangsa tertentu menjadi penting dalam komunikasi mata.

Kontak mata, dengan demikian, tidak bisa dihindari di dalam berkomunikasi. Meski terucapkan melalui kata, toh komunikasi mata tetap dirasakan penting. Ini karena mata tidak bisa berbohong.

Kita dapat menggunakan kontak mata untuk memonitor umpan balik. Misalnya, ketika berbicara dengan seseorang, kita memandangnya secara saksama. Kita lantas berkata, “Baiklah, apa yang sedang kamu pikirkan?” Atau “Tanggpi dong apa yang baru saja kita katakan.”

Kita juga akan memandang seseorang agar ia tahu bahwa Anda mendengarkannya. Studi menunjukkan bahwa pendengar lebih banyak menatap pembicara dibandingkan pembicara yang menatap pendengar (Knapp & Hall, 2002).

Pandangan matanya tertuju pada suatu titik: ia terkejut atau terluka. Itu beberapa di antaranya. Saya berpikir, ketika seseorang bertambah tua maka ia akan merasa lelah menggunakan bahasa verbal yang acap kali, toh walaupun sudah dituangkan secara eksplisit pesannya tidak sampai secara sempurna maka ia akan beralih kepada bahasa mata. Apalagi, biasanya ketika menjadi tua body language-nya pun menjadi kurang ekspresif lagi. Jadi jika anda ingin mempunyai kesuksesan “di dalam hubungan dengan orang-orang tua” terutama di dalam bisnis atau kehidupan perhatikan dan dengarkan bahasa matanya.

Kita kini mafhum bahwa ketika gembira, adrenalin mengalir dan melebar bola mata. Tapi harus diperhatikan sebagai mitra baru bola mata luas juga dapat menunjukkan kemarahan atau rasa takut sebagaimana halnya asmara!

Kontak mata merupakan bagian penting dari hubungan interpersonal. Mempertahankan kontak mata cenderung memberikan kesan kejujuran dan ketulusan. Sebaliknya, kurang melakukan kontak mata menunjukkan kurangnya minat, kurang tulus, rasa malu atau perasaan superioritas.

Ketika pertemuan pertama dengan seseorang, penelitian menunjukkan bahwa kontak mata mungkin cukup kaku hanya dengan tatapan bergerak dari satu mata ke mata yang lain. Akan tetapi, sebagai salah satu gerakan, mata rileks mulai melirik sekitar untuk menyertakan mulut. Suatu tanda menggoda yang meningkat dengan memandang bagian tubuh yang lain.

Berkedip juga merupakan tanda tubuh yang penting. Dua orang yang berkomunikasi tatap muka cenderung lebih sering berkedip, dan tingkat berkedip mereka cenderung sinkron.

Akirnya, mata mereka berkedip pada frekuensi yang sama. Sebaliknya, sering berkedip dalam lingkungan bisnis cenderung ditafsirkan sebagai menyimpan kecemasan dan menunjukkan kurangnya rasa percaya diri.

Berkedip dapat juga mengganggu pendengar. Karena itu, seorang eksekutif harus berusaha untuk mengurangi tingkat berkedip mereka.

Di samping kedipan, kita pun perlu memberdayakan alis untuk mengatakan sesuatu. Alis bahkan merupakan tanda silang budaya paling universal karena dapat mengekspresikan interest.

Ketika melihat seseorang yang menarik, atau mendengar ide yang menarik, kita cenderung mengangkat alis dan kemudian membiarkannya jatuh, secara tidak sadar.

Ketika menggoda, naik turunnya alis cenderung sesaat (sekitar seperlima detik). Namun demikian, alis sering bekerja bersama-sama dengan kontak mata. Politisi dan pengusaha seringunakan bagian tubuh penting ini untuk menekankan sesuatu ketika bernegosiasi. Sudut pandang menjadi penting dalam komunikasi.

Mata memberikan informasi banyak dalam komunikasi. Banyakan psikolog membaca isyarat tubuh lebih dulu sebelum yakin tentang interpretasi mereka.

Menatap seseorang lurus-lurus mungkin tidak mengungkapkan kejujuran. Tetapi mata dapat memberitahu Anda tentang apa pun juga.

Senin, 16 Agustus 2010

Kamus Mini CREATIVE WRITING

Pengantar
Sebagai sumbangsih dan bukti pengabdian total saya pada ilmu Creative Writing, denganini saya publikasikan kamus mini Creative Writing. Edisi panjangnya segera terbit menjadi buku.

Semoga bermanfaat. Pembaca yang ingin memberi masukan, atau sekadar berkomentar, silakan meninggalkan pesan.
***


A
academic writing penulisan karya-karya akademik yang kaidah-kaidah dan struktur penulisannya mengikuti norma-norma akademik (ilmiah).
actu (Latin) mengandung unsur-unsur kebaruan, kekinian.
antagonis tokoh lawan protagonis dalam sebuah cerita.
articulus bagian atau pasal dari suatu tulisan.

B
bildungsroman
(Jerman) novel perkembangan. Jenis novel ini mengambil setting perkembangan anak-anak, termasuk juga autobiografi fiktif.
blank symbol
makna yang dapat dimengerti umum dalam puisi yang tidak memerlukan penafsiran lagi.

C
central idea gagasan pokok suatu tulisan.
colecction tahapan kedua dalam proses penulisan.
conflict ialah salah satu elemen dalam cerita, hambatan utama yang mencegah protagonis dalam upaya mencapai tujuannya. Ada empat macam konflik:
1) man versus man (manusia lawan manusia)
2) man versus nature (manusia lawan alam)
3) man versus society (manusia lawan masyarakat) dan
4) man versus self (manusia lawan diri sendiri).
content isi suatu tulisan.
clean copy naskah yang sudah bersih dari sisi ejaan dan tanda baca maupun substansi materi, siap masuk proses berikutnya.
clear thinking gagasan yang jelas dinyatakan melalui kata-kata.
clear writing tulisan yang dapat dimengerti dan keterbacaannya baik yang ditunjukkan dengan angka Fog Index.
climax hasil atau puncak dari krisis dalam sebuah cerita. Biasanya menjadi puncak perhatian pembaca karena di sinilah solusi ditemukan dan teka teki terjawab.
comic story cerita yang menjadi dasar pembuatan komik.
Cost Per Mille (CPM) biasa juga disebut Cost Per Thousand adalah rumusan untuk menghitung efektivitas suatu promosi berdasarkan cost dan benefit.
creative kreatif.
creative fiction tulisan kreatif fiksi.
creative nonfiction tulisan kreatif nonfiksi.
creative writing penulisan kreatif.
crisis konflik dalam cerita akan berakhir dengan titik balik. Inilah titik krisis yang dapat muncul sebelum atau bersamaan waktunya dengan klimaks.

D
describere (Latin) menggores, menggambarkan, menarik, menulis.
dongeng cerita yang tidak benar-benar terjadi, terutama kejadian zaman dahulu yang aneh-aneh.
drafting membuat draft tulisan, tahapan keempat dalam proses penulisan.
dulce (Latin) indah.

E
emphasis menenankan atau memfokuskan pada suatu hal.
epistolary novel novel berbentuk surat/ jurnal, buku harian.
exposition eksposisi atau paparan di awal sebuah tulisan yang membawa pembaca pada setting cerita.

F
falling action aksi menurun dalam sebuah cerita, bagian dalam cerita sesudah klimaks.
fantasi modern (modern fantasy) sebuah kisahan yang jelas identitas penulisnya. Kisahan menyertakan tempat kejadian, menyebutkan nama orang, mendeskripsikan makhluk yang tidak umum, misalnya binatang yang dapat berbicara.
finishing tahap akhir atau tahap penyelesaian suatu karya tulis.
flash back latar belakang atau soror mundur suatu peristiwa dalam sebuah cerita, menginterupsi kejadian sekuens normal yang mengisahkan mengenenai apa yang terjadi di masa lalu.
flat character karakter tokoh yang netral dalam sebuah cerita.
flier media cetak berukuran kecil yang bentuknya dilipat dalam berrbagai variasi.
Fog Index rumusan untuk menakar suatu keterbacaan atau pemahaman sebuah wacana, ditemukan oleh Robert Gunning. Rumusannya adalah:

folktale cerita rakyat.
foreshadowing latar depan atau sorot maju suatu peristiwa dalam sebuah cerita, menginterupsi kejadian sekuens normal yang mengisahkan mengenenai apa yang akan terjadi di masa depan.
frame time kerangka atau jangka waktu.
free writing menulis bebas, tahapan pertama menuangkan dan mengalirkan gagasan tanpa memedulikan dulu ejaan, tanda bacan, logika, dan substansi tulisan.
Freytag’s Triangle bangun segitiga untuk menganalisis plot suatu cerita atau wacana yang diciptakan kritikus sastra berkebangsaan Jerman Gustav Freytag hasil modifikasi gagasan Aristoteles tentang sebuah cerita yang memmunyai awal, tengah, dan akhir. Lazim disebut pula Freytag’s Piramida.

G
genre ragam, jenis, aliran

H
historical novel novel historis, yakni novel yang mengambil latar sejarah.

human interest sebuah tulisan yang mengangkat dan menyentuh rasa kemanusiaan sehingga orang tertarik untuk membacanya lebih lanjut.

I
inciting force gagasan yang menyentak atau yang memicu dalam
in house style gaya selingung, gaya atau suatu media atau kelompok tertentu di dalam menggunakan sistem penulisan dan penggunaan istilah.
invention invensi, proses menemukan (gagasan) untuk mulai menulis, tahapan pertama dalam proses penulisan.
imaginatif penuh khayal, imaginatif


K
KISS (keep it short and simple) buatlah dengan singkat dan sederhana adalah salah satu teknik membuat judul.

L
legenda cerita rakyat zaman dahulu yang ada hubungannya dengan peristiwa sejarah.

M
main idea gagasan pokok suatu tulisan.
media exposure terpaan media.
mind map peta pemikiran yang diperkenalkan oleh Tony Buzan. Dalam proses kreatif, peta pemikiran ini perlu agar sebuah tulisan fokus, tidak melebar, dan tidak tumpang tindih.
mitos cerita suatu bangsa mengenai dewa dan pahlawan zaman dulu, mengandung penafsiran tentang asal usul semesta alam, manusia, dan bangsa tersebut yang mengandung arti mendalam yang dingkapkan secara gaib.
mood suasana batin atau aliran darah yang mengondisikan seseorang lekas/ tidak menulis dan menyelesaikan suatu karya tulis.
N
natural symbol simbol (dalam puisi) yang menggunakan realitas alam.
non-fictional novel bertolak belakang dari namanya, meski novel adalah karya fiksi, tapi ragam yang ini diangkat dari fakta. Istilah kerennya “faksi”, fakta, namun fiksi.

O
organization tahapan ketiga dalam proses penulisan.

out-of-the-box suatu gagasan, pemikiran, atau karya tulis yang memunyai diferensiasi, lain dari lazimnya. Tidak ikut-ikutan atau me too product.

P
Phi Beta Kapa orasi Ralph Waldo Emerson, salah satu penulis besar Amerika tentang peulisan dan membaca kreatif yang disampaikan tahun 1838.
picaresque novel novel yang berbentuk episodik dan berisi kisah-kisah petualangan yang eksentrik dan kisah kepahlawanan yang luar biasa.
picture (a picture) is worth a thousand words satu gambar mewakili seribu kata.
plot alur dalam sebuah cerita, aransemen gagasan atau peristiwa yang memberikan cita rasa keindahan pada sebuah wacana.
poeima (Yunani) mencipta, membuat.
point of view sudut pandang orang penulis/ pengarang. Terdapat tiga point of view:
1) Orang pertama, biasanya menggunakan tokoh “aku” dalam cerita.
2) Orang kedua, biasanya menggunakan tokoh “aku” dalam cerita, sudut pandang ini jarang digunakan.
3) Orang ketiga terdiri atas tiga macam: orang ketiga objektif, orang ketiga terbatas (limited omniscient), dan orang ketiga serba tahu (omniscient).
populus (Latin) rakyat kebanyakan.
power daya (pikat), greget sebuah tulisan.
privat symbol simbol (dalam puisi) khusus yang diciptakan sang penyair yang kerap hanya maknanya hanya dimengerti di penyair sendiri.
proofreading membaca cetak coba (pruf) naskah, tahapan keenam dalam proses penulisan.
promotion kits barang-barang promosi.
proses kreatif proses seorang penulis/ pengarang di dalam menulis dan merampungkan suatu karya tulis.
protagonis tokoh utama dalam sebuah cerita.
proximity kedekatan atau relevansi isi tulisan dengan pembaca.


R
readability keterbacaan atau pemahaman akan suatu wacana.
read and emulate seorang penulis yang membaca suatu bacaan lalu menulis menyamai, bahkan melamapui bacaan tersebut. Seorang penulis menemukan gaya ketika membaca, bukan ketika menulis.
regional novel novel yang mengambil setting di suatu daerah tertentu.
resensi memandang kembali.
resolution simpulan atau titik puncak dari aksi dalam sebuah cerita. Sinomimnya adalah denoument atau peleraian.
revising revisi, tahapan kelima dalam proses penulisan.
roman á clef (Prancis) novel dengan kunci. Novel yang ditulis berdasarkan imaginasi di satu pihak, dipadukan dengan karakter manusia secara terselubung di pihak lain.
roman-fleuve (Prancis) novel arus. Tema atau cakupan dari karakter novel ini terentang luas dan panjang, membentuk beberapa sekuel novel.
roman á thése (Prancis) novel yang ditulis dengan argumen. Novel jenis ini didasarkan pada masalah sosial atau politik yang mencerminkan kenyataan dan mencari pengaruh perubahan sosial dalam suatu masyarakat.
rising action aksi meninggi dalam sebuah cerita, rangkaian peristiwa atau kejadian yang dibangun dari konflik.

S
self publishing menerbitkan dan memasarkan sendiri suatu karya tulis.
sound stratum lapis bunyi dalam puisi.
space ruang atau spasi dalam suatu media.
specific visual imagery imaginasi visual khusus yang dibangun penulis untuk membangkitkan imaginasi pembaca pada objek yang sedang diciptakannya.
spider diagram diagram sarang laba-laba di mana gagasan pokok (main idea) ada di tengah-tengahnya. Sama pengertiannya dengan mind map.
Subject matter gagasan pokok penyairt yang dituangkan dalam puisi.
surprise ending sebuah akhir suatu cerita yang sulit ditebak karena penuh dengan kejutan.
suspense ketegangan dalam suatu cerita, bagian yang membuat orang penasaran. Sinomimnya excitement atau tension.
story telling teknik bercerita yang memukau, biasanya menggunakan teknik suspense disimpan dulu sehingga tidak mudah ditebak akhir ceritanya.

T
tools alat penyampaian, termasuk bahasa.
travel essay esai tentang suatu perjalanan (wisata).

U
unit of meaning lapis makna dalam puisi.
utile (Latin) berguna

W
word counter alat tools menu dalam Microsoft Word yang dapat menghitung kata dalam sebuah wacana.
word smart kecerdasan olah kata, salah satu dari delapan kecerdasan yang diperkenalkan oleh Howar Gardner.
writepreneurship jiwa wirausaha seorang yang semata-mata mengandalkan mata pencaharian dari menulis.
writing skill keterampilan menulis.
writer’s block hambatan-hambatan psikologis yang dialami seorang penulis di dalam proses kreatif, ide buntu.

Sabtu, 14 Agustus 2010

Principles of Creative Writing



Buku saya ke-57. Diterbitkan PT Indeks, ISBN: (10) 979-062-107-8/(13) 978-979-062-107-7, 166 halaman.

Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni dan beberapa Jurusan Ilmu Komunikasi di Indoensia menamakannya "Penulisan Kreatif".

Daftar Isinya sbb:
Kata Pengantar

Bagian I
Creative Writing:
Definisi, Ruang Lingkup, dan Sejarahnya

Bab 1 Creative Writing sebagai Mata Kuliah di Perguruan Tinggi
Bab 2 Pengertian, Ruang Lingkup, Ragam, dan Sejarah Creative Writing

Bagian II
Creative Non-Fiction

Bab 3 Teknis Menulis Artikel
Bab 4 Kreatif dan Merancang Poster
Bab 5 Merancang Isi dan Membuat Flier
Bab 6 Menulis Resensi
Bab 7 Menulis Profil
Bab 8 Travel Essay

Bagian III
Creative Fiction

Bab 9 Storytelling sebagai Dasar Tulisan Fiksi
Bab 10 Menulis Cerita Pendek
Bab 11 Menulis Novel
Bab 12 Menulis Puisi
Bab 13 Folktale (Cerita Rakyat)
Bab 14 Modern Fantasy
Bab 15 Comic Story

Unique selling point:
Teori dan konsep menulis kreatif universal, disertai dengan contoh kasus khas Indonesia. Mengadopsi kurikulum Creative Writing luar negeri, tapi tetap membumi.

Dosen, mahasiswa, pustakawan, penulis, jurnalis, dan pekerja media, yang ingin memesan, silakan meninggalkan pesan.
***
BAB 9

Story Telling sebagai Dasar
Tulisan Fiksi



Semua ragam tulisan, pada galibnya, adalah bercerita. Ketika seorang wartawan menulis sebuah laporan berita, ia bercerita.

Ketika seseorang menginformasikan suatu hal atau memaparkan suatu fakta kepada orang lain, ia menceritakan peristiwa. Manakala seseorang menulis, entah menulis berita entah menulis feature maka keterampilan bercerita sangat diperlukan.

Namun, apa yang dimaksudkan dengan “storytelling”?
Storytelling ialah: the art of using language, vocalization, and/or physical movement and gesture to reveal the elements and images of a story to a specific, live audience.

Dengan demikian, aspek khas dan pokok dari storytelling adalah adanya unsur kepercayaan (reliance) pada khalayak untuk membangun specific visual imagery (perbandingan visual yang spesifik) secara detail untuk melengkapi dan turut mencipta (co-create) cerita.

Namun, apakah yang dimaksudkan dengan “cerita”?
Banyak definisi cerita. Namun, yang sesuai dengan konteks bahasan kita, cerita ialah “tuturan yang membentangkan bagaimana terjadinya suatu hal (peristiwa, kejadian, dan sebagainya. Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2007: 210).

Dalam masyarakat bercerita, sebuah cerita disepakati menjadi struktur tertentu narasi dengan gaya tertentu dan menetapkan karakter yang mencakup kelengkapan rasa. Cerita dapat menyampaikan kebijaksanaan, keyakinan, dan nilai-nilai.

Melalui cerita, narator menjelaskan bagaimana peristiwa terjadi, mengapa, peran, dan tujuan hidup manusia. Cerita adalah blok bangunan pengetahuan, dasar memori dan belajar. Cerita menghubungkan kita dengan kemanusiaan dan kaitannya dengan masa lalu, sekarang, dan masa depan dengan mengajar kita untuk mengantisipasi kemungkinan konsekuensi dari tindakan kita.

Plot diagram adalah alat organisasi berfokus pada piramida atau bentuk segitiga, yang digunakan untuk memetakan peristiwa-peristiwa dalam cerita. Pemetaan struktur plot memungkinkan pembaca dan penulis untuk memvisualisasikan fitur kunci cerita.
Dasar berbentuk segitiga struktur plot, yang mempunyai awal, tengah, dan akhir cerita untuk pertama kali diperkenalkan oleh Aristoteles.

Kemudian, Gustav Freytag memodifikasi teori Aristoteles dengan menambahkan aksi yang meninggi dan aksi menurun di dalam strukturnya. Ini merupakan versi interaktif olah grafis dalam upaya menggabungkan konsep struktur plot sebuah cerita dari Aristoteles dan Freytag.

Dalam bukunya Technique of the Drama (1863), kritikus Jerman Gustav Freytag (13 July 1816 – 30 April 1895) mengusulkan metode bagaimana menganalisis plot cerita yang dikembangkan dari konsep Aristoteles mengenai kesatuan tindakan yang kemudian dikenal sebagai Freytag's Triangle atau Freytag Piramida.

Dalam ilustrasi Freytag, disajikan grafis yang dapat digunakan untuk menganalisis struktur dan kesatuan alur cerita. Gustav Freytag adalah seorang novelis Jerman yang melihat pola umum dalam plot cerita dan novel dan mengembangkan sebuah diagram untuk menganalisisnya.

Apakah yang dimaksudkan dengan “alur cerita”? Alur cerita terdiri atas urutan peristiwa yang terjadi dan terjalin dalam sebuah cerita. Dalam fiksi populer, plot dianggap sebagai unsur yang paling penting dari cerita, dan sebagian besar plot mengikuti rumusan yang terstruktur yang mengandung unsur-unsur dalam urutan sebagai berikut:

Eksposisi (beginning): Orientasi yang membawa pembaca pada setting cerita (waktu dan tempat) dan memperkenalkan karakter.

Konflik: hambatan utama yang mencegah protagonis (karakter utama) di dalam upaya mencapai tujuannya. Yang paling umum adalah konflik manusia vs manusia, manusia vs alam, manusia vs masyarakat, dan manusia vs dirinya sendiri.
Aksi meninggi (rising action): komplikasi yang terjadi dalam cerita, memperpanjang dan mengembangkan pusat konflik.

Klimaks: titik ketegangan terbesar dalam sebuah cerita atau point of no return. Pikirkan klimaks sebagai di atas roller coaster di depan mobil, tepat sebelum Anda memulai turun.

Aksi menurun (dénouement) dari kata Perancis diucapkan day-noo-moh / falling action yakni hasil dari konflik terungkap dalam tindakan yang menurun. Untuk melanjutkan metafora roller coaster, tindakan menurun akan terjadi ketika Anda mulai menuruni bukit.

Peleraian (end/resolution): resolusi dari cerita. Peleraian mengikat bagian kisahan yang longgar dan berakhir dalam cerita.

Intuisi

Apakah yang dimaksudkan dengan "intuisi"?

Intuisi adalah kesadaran yang muncul seketika, yang mengatur bagaimana seseorang bertindak. Namun, sukar menejelaskannya secara logis. Semakin kita melatih menggunakannya, intuisi akan semakin baik bekerja.

Intuisi yang terhubung dengan mata batin merupakan mekanisme dari pengetahuan yang muncul dari dalam atau pengetahuan instingtif yang kadang kita tidak tahu dari mana datangnya. Namun, kita mengakui bahwa intuisi dalam banyak hal berperan penting.

Intuisi diperlukan untuk membangun strtategi jangka panjang, membina hubungan, dan ketika harus melakukan tindakan sesegera mungkin tanpa harus berpikir panjang. Intuisi kadang jauh lebih berperan dalam banyak hal dibandingkan dengan logika.

Dapat dikatakan bahwa intuisi membuka saluran bagi alam semesta. Perasaan yang mendorong intuisi jauh lebih besar dayanya dibandingkan dengan otak manusia: intuisi melihat sesuatu atau kesempatan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan akal budi. Itu sebabnya, intuisi kerap pula disebut “mata batin”, mekanisme atau pengetahuan instingtif yang tidak memerlukan adanya proses berpikir dan persyaratan-persyaratan pelanaran logis.

Filsuf Aristoteles, dan kemudian para pemikir setelahnya, menyebut bahwa intuisi merupakan sumber alternatif dari pengetahuan, tingkat kesadaran, dan suara batin (inner voice).

Kita semua mengalami mekanisme tersebut dalam berbagai tingkatan, demikian pula bagaimana mengembangkan intuisi dan menggunakannya secara baik dan benar. Itulah sebabnya, Plato (murid Socrates yang mengembangkan pemikiran filsuf sebelumnya) menyebut bahwa salah satu dari lima tahap mencapai pengetahuan adalah intuisi. Dalam kahasanah filsafat, intuisi kerap dipersamakan dengan deduksi.

Banyak pemikir besar, dari Immanuel Kant hingga Carl Jung menekankan pentingnya intuisi dan dampak yang besar tersebut pada kehidupan pribadi dan profesional. Mereka mendefinisikan intuisi sebagai “a priori” (mendahului) pengetahuan, dan sebagai alat penting dan sangat diperlukan bagi kita sebagai manusia.

Menurut Jung, intuisi ialah salah satu dari empat fungsi utama pikiran manusia bersama dengan sensasi, pikiran, dan perasaan. Dengan menyeimbangkan semua fungsi dalam diri kita, kita memiliki kemampuan untuk memaksimalkan potensi kita.

Dia menulis: "I regard intuition as a basic psychological function that mediates perception in an unconscious way. Intuition enables us to divine the possibilities of a situation......"

Intuisi juga merupakan sarana ekspresi diri yang kreatif, terutama dalam dunia seni, musik, dan sastra. Intuisi tidak terbatas hanya pada seni kreatif. Banyak orang yang telah mencapai sukses luar biasa dalam bidang ilmu pengetahuan, bisnis dan kewirausahaan, meraih keuntungan karena kemampuannya dalam membuat keputusan yang benar dengan mengikuti kata hati, intuisi, dan perasaan.

Intuisi juga dikaitkan ekspresi diri secara kreatif, khususnya di dunia seni, musik, dan sastra. Intuisi tidak dibatasi oleh seni kreatif. Banyak pencapaian di bidang ilmu dan teknologi, bisnis dan wirausaha, atau hal-hal positif lainnya berawal dari intuisi.

Boleh dikatakan bahwa intuisi menghubungkan seseorang ke alam bawah sadar. Intuisilah yang menghubungkan alam bawah sadar dengan alam sadar kita.

Karenanya, kita dapat mendahului kekuatan kreatif, kebijaksanaan, dan pengertian. Semua ini melampaui pengalaman nyata atau akal budi manusia.

Bagaimana mengasah dan mengembangkan intuisi? Berikut ini langkah-langkahnya.
• Tenangkan pikiran dan mendengarkan. Luangkan waktu setiap hari untuk mengalami keheningan. Praktik menenangkan pikiran Anda dengan menggunakan apa pun yang bernapas atau teknik meditasi yang Anda inginkan. Lepaskan kebiasaan untuk berpikir, menganalisis dan mencoba untuk tahu segalanya. Terbuka dan dengarkan. Biarkan pikiran Anda berkelana dan terbuka untuk menjaring ide-ide dan solusi yang datang pada Anda. Ketika mendengarkan intuisi, hubungkan diri Anda dengan pengetahuan yang lebih besar. Biasanya, berkomunikasi melalui simbol, perasaan, dan emosi jauh lebih efektif dan efisien.
• Belajar memercayai firasat dan perasaan halus. Jika ada firasat buruk akan terjadi sesuatu, ikutilah. Apa yang mungkin baik untuk sesorang bisa jadi salah bagi Anda. Pernahkah Anda merasa tidak enak melakukan, atau tidak melakukan sesuatu tanpa alasan yang jelas? Mendengarkan perasaan halus dan memercayai firasat mungkin membantu Anda menghindari kecelakaan lalu lintas atau membuat Anda berada pada tempat yang tepat dan waktu untuk mendapatkan pekerjaan besar, atau pertemuan dengan seseorang. Intuisi Anda adalah panduan batin Anda. Karena itu, belajar untuk mempercayainya. Pada awalnya, percaya mungkin agak menakutkan, tetapi memberikan kesempatan untuk berkembang.
• Sadar dan memerhatikan. Untuk meningkatkan kemampuan intuitif, Anda harus memerhatikan apa yang terjadi di sekitar. Semakin banyak data dan informasi yang Anda serap dari lingkungan, pikiran bawah sadar Anda semakin bekerja dan memberikan sumbangsih untuk membuat keputusan penting. Manakala intuisi Anda menangkap informasi yang dikumpulkan oleh pikiran sadar, semakin Anda menemukan solusi terbaik. Demikian juga pengetahuan dan pemahaman yang diperoleh dari pengalaman memberikan sumbangsih bagi penyelesaian masalah. Ingat bahwa informasi yang muncul dari pikiran bawah-sadar berkomunikasi dengan pikiran-sadar melalui intuisi Anda.
Jenis intuisi yang lain memunculkan dirinya dalam kilatan pemikiran atau secuil pengetahuan bawah sadar. Kuncinya ialah memberi perhatian. Semakin Anda memberi perhatian, semakin Anda mengalami intuisi. Manakala Anda tidak pernah mengenal intuisi dan kemudian masuk dalam lingkaran berikutnya yang tidak menyenangkan, Anda akan menyadari perasaan seperti apakah yang dialami. Untuk mencegah hal itu terjadi maka yakinlah untuk tetap memberikan perhatian pada petunjuk dan tanda yang Anda terima.
• Mengaktifkan bawah sadar ketika tidur. Sebelum pergi tidur di malam hari, refleksikan pertanyaan dan masalah yang tidak dapat Anda temukan solusinya pada siang hari. Pikirkan dan eksplorasi berbagai kemungkinan. Hal ini akan memicu imajinasi Anda dan menempatkan bawah sadar Anda untuk bekerja dan akan memberikan solusi kreatif saat Anda tidur. Siapkan pen dan kertas sehingga begitu bangun dari tidur dan terjaga di malam hari, Anda siap menuangkan solusi kreatif itu untuk segera diimplementasikan.

Terdapat lima keuntungan jika Anda mengembangkan, dan kemudian membiarkan intuisi bekerja.

Pertama, mengurangi stres dengan mengidentifikasi dan menangani masalah secara lebih efektif.

Kedua, mengeluarkan kreativitas dan imajinasi.

Ketiga, berhubungan dengan bawah sadar Anda, dan karena itu, membantu Anda menemukan kebenaran tersembunyi tentang diri Anda dan situasi dalam hidup. Dengan berhubungan dengan intuisi, Anda mencegah penumpukan emosi dan pemikiran yang negatif.

Keempat, mengintegrasikan fungsi otak kiri dan otak kanan. Ini akan memberikan Anda perspektif yang lebih lengkap tentang isu-isu.

Kelima, membantu pengembangan diri lebih baik dan membantu membuat keputusan yang lebih integratif. Pada gilirannya, intuisi akan meningkatkan kesehatan fisik, mental, dan emosional.

Intuisi dan nalar bukanlah vis a vis dalam arti harfiah. Keduanya datang dari kutub yang berbeda dan entitas yang sama sekali berlainan, sehingga tidak dapat dipertentangkan. Keduanya diperlukan bergantung pada situasi pada situasi dan kondisi.

Dengan kata yang agak ilmiah, intuisi ialah pengetahuan yang bersifat a priori, sedangkan nalar atau pembuktiannya adalah a posteriori. Yang pertama adalah pengetahuan yang tidak bergantung pada pengalaman (non-empiris), sedangkan yang kedua berdasarkan pengalaman (empiris).

Dengan bahasa awam, intuisi ialah dorongan dari dalam diri yang begitu kuat untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Orang yang mengalaminya sulit menjelaskan dorongan tersebut. Pokoknya, percaya bahwa hal itu baik dan benar. Namun, orang lain sukar untuk mengerti, apalagi memercayainya. Baru setelah terjadi, dan terbukti benar, orang percaya bahwa intuisi tersebut benar adanya.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sebenarnya sudah mempraktikkan kapan keputusan dan tingkah laku didorong intuisi dan kapan didasarkan pada pengalaman (logika). Namun, kita mungkin kurang menyadarinya.

Tulisan pendek ini semoga menjadi suluh yang dapat menerangi Anda menelisik lebih jauh soal intuisi. Sebuah dorongan batin yang bukan saja perlu diasah, tetapi juga sangat mutlak dikembangkan untuk meningkatkan sukses pribadi dan sukses dalam bisnis.

The Iceberg Theory

Fenomenon puncak gunung es bukan saja memunculkan banyak metafora, akan tetapi juga teori.

Sebagaimana diketahui bahwa “The Iceberg Theory” (juga populer dengan "theory of omission") ialah terminologi untuk menggambarkan gaya tulisan penulis Amerika, Ernest Hemingway (1899-1961). Hemingway amat populer karena mahakaryanya yang universal dan populis berjudul The Sun Also Rises, A Farewell to Arms, dan The Old Man and the Sea.

Menurut Hemingway, manakala seseorang menulis menguasai topik yang ditulisnya maka pembaca akan memahami, lalu mengapresiasi tulisannya. Akan tetapi, manakala penulis tidak jelas menyebut (omission) atau menulis sesuatu sehingga kurang “nyambung”, maka ia memberikan kesempatan kepada pembaca untuk meneruskan cerita itu dalam perspektif mereka sendiri. Jeda ini memberikan kesempatan pada pembaca untuk berpikir mengenai alternatif dan setting cerita yang mungkin dibangun.

The Iceberg Theory kemudian dikembangkan dalam berbagai bidang, termasuk di bidang bisnis dan manajemen. Pada 2005, Stephen G. Haines dari Centre for Strategic Management mengembangkan konsep “The Iceberg Theory of Change”, suatu pendekatan sistem berpikir yang dapat meningkatkan kapasitas keunggulan bersaing dalam dunia bisnsis.

Bagaimana konsep itu? Sebenarnya, cukup sederhana. Gambarnya ialah sebuah prisma segitiga. Segitiga yang ada di depan, kita sebut sebagai yang pertama, di tengah adalah segitga yang kedua, dan yang paling kiri adalah segitiga yang ketiga.

Pada segitiga pertama terdapat tiga lapisan, paling puncak (peak) adalah lapisan 1 di mana terdapat gunung es karena letaknya di atas permukaan laut. Puncak ini disebut sebagai isi (content), yakni bagian yang paling tampak dan kasat mata. Untuk meraih keunggulan kompetitif di dunia bisnis, bagian ini memberikan kontribusi 13%.

Pada lapisan yang kedua terdapat apa yang disebut sebagai “proses” yang kata kuncinya adalah “how”. Bagian ini berada di bawah permukaan laut, tidak tampak.

Sementara lapisan ketiga ialah struktur (framework) yang terdapat di dalam kedalaman dasar laut. Struktur ini disangga oleh kultur dan komitmen. Sistem berpikir ada dalam lapisan ini.

Dua lapisan segitita pertama gunung es di bawah permukaan laut ini bersama-sama dengan segitga kedua (resources) dan segitiga ketiga (competences) memberikan sumbangan yang sangat besar untuk meraih keunggulan kompetitif di dunia bisnis, yakni 87%.

Apa hikmat puncak gunung es bagi kita? Banyak sekali. Yang pertama, tentu saja, jangan pernah menilai atau menghakimi orang berdasarkan apa yang tampak di permukaan. Mengapa? Seperti gunung es, permukaan hanyalah apa yang tampak secara fisik, tidak mencerminkan isi dan struktur yang ada di dalam.

Sebagaimana dikemukakan Stephen G. Haines bahwa apa yang tampak di atas permukaan baru menggambarkan sebagian kecil (13%) dari isi dan luas gunung es yang sesungguhnya.

Di pihak lain, apa yang ada di bawah permukaan (laut) justru isi dan luasnya lebih besar, yakni 85%. Meski tidak tampak secara fisik, bagian yang terdiri atas dua lapisan ini kontribusinya sangat besar. Proses dan kultur ada di lapisan ini, karena itu, puncak gunung es sebenarnya adalah akumulasi dari bagian yang tidak tampak ini.

Jika tulisan ini mengajak pembaca untuk mendaki peak gunung es maksudnya tentu tidak harfiah. Di ketinggian, kita baru dapat mengukur seberapa tinggi sebuah gunung. Di ketinggian pula, biasanya orang menyadari bahwa dia “bukan siapa-siapa”.

Setelah bersusah payah mengerahkan tenaga dan pikiran meraih puncak, pendaki menyadari bahwa apa yang diraihnya memerlukan tekad dan mental baja. Hanya orang yang mengalami bahwa mencapai sesuatu tidak mudah akan menghargai pencapaiannya dan memahami para pendaki yang mencoba, namun belum berhasil mencapai puncak.

Mencapai puncak gunung es tidak mudah. Namun, jika sudah berada di puncak, akan menjadi jelas bangun struktur dan isinya. Kita perlu mengetahui apa isi dan bangun struktur gunung es agar dapat mengambil keputusan tepat dan menetapkan langkah yang mantap.

Dengan demikian, pendekatan lebih holistik karena tidak mendasarkannya hanya semata-mata pada fenomena yang hanya mencuat di permukaan.

Data

Mari bicara atas nama data.

Apakah yang dimaksudkan dengan "data"? Kita hanya akan debat kusir, manakala bicara soal rasa, bukan soal data.


Secara harfiah, “data” berarti: something given.

Data berasal dari kata Latin “datum” (singular) dan “data” (plural) yang berarti: informasi faktual (sebagai ukuran atau statistika) yang digunakan sebagai basis dalam reasoning, diskusi, atau kalkulasi --Merriam-Webster Dictionary.

Menurut James Conant, ilmu pengetahuan memfokuskan diri pada data. Di zaman sekarang, ilmu pengetahuan didefinisikan sebagai sebuah SISTEM PENGETAHUAN berdasarkan FAKTA.


Pernyataan ilmiah mulai dari data. Data dapat bersifat umum dan dapat bersifat khusus.
Data umum: semua manusia (akan) mati
Data khusus: seekor kambing makan rumput.
Pernyataan bukan ilmiah: tidak berdasar fakta, misal: tampaknya, mungkin, bisa jadi, kalau tidak salah, dsb. Atau pernyataan yang bukan menggunakan kalimat deklaratif.

Data umum: semua manusia (akan) mati adalah bentuk DEDUKSI. Bertitik tolak dari kebenaran (data) umum untuk memperoleh/menemukan kebenaran yang khusus*).
Semua manusia (akan) mati
Socrtates manusia
Socrtates mati
manusia = term antara (middle term)
Konklusi didapat dari dua preposisi yg sudah diketahui sebelumnya.
Sebaliknya, ada yg berangkat dari kebenaran khusus menuju kebenaran umum. Aristoteles gunakan teori reduksi utk mengetahui, apakah hipotesis dekat dengan fakta. Bentuk logisnya sbb:
Jika P maka S
S
maka P
Contoh: Jika hujan (P) maka jalanan macet (S)
Hujan (S)
maka: jalanan macet (P)
Salah satu cara Aristoteles mempraktikkan deduksi ialah silogisme (silogisme terdiri atas tiga preposisi).
The Subject of Logic: Syllogisms (Analytica Priora I.2, 24b18-20)

In se, data itu netral (something given)
Supaya punya makna, data harus dikumpulkan, dikategorikan, ditafsirkan.
Data ialah level terendah dari ilmu pengetahuan.
- level kedua: informasi
- level ketiga: knowledge

Data is the lowest level of abstraction
Information is the next level
Knowledge is the highest level among all three

Kita manusia, seperti halnya data, juga something given. Jadi, mengapa mesti ribut soal perbedaan? Bahwa saya suku ini, Anda suku itu, saya agama ini,Anda agama itu, saya begini, engkau begitu, adalah given.

Kita adalah data itu sendiri. Jangan coba-coba menghilangkan data.

Carpe Diem

Mengapa waktu perlu diatur sedemikian rupa, sehingga memberikan manfaat serta menambah nilai dalam kehidupan?

Tiap orang tentu punya jawaban berbeda, sesuai dengan pengalaman dan persepsi masing-masing. Akan tetapi, barangkali semua setuju bahwa waktu perlu diatur untuk sesuatu yang diyakini bernilai karena waktu itu sendiri terus berlari.

Apa yang telah terjadi adalah sejarah. Tak seorang pun kuasa untuk memutar kembali roda waktu yang pernah bergulir. Apalagi menambah catatan baru dalam lembar sejarah masa silam. Semua yang sudah terjadi, hilang bersama waktu.

Dalam konteks ini, filsuf Yunani kuna, Heracleitos mengatakan, “Ta panta rei, panta hwrei, kai ouden menei”. Artinya, tiada yang tetap di dunia ini. Semuanya mengalir bagai air. Yang tetap adalah perubahan itu sendiri. Dan perubahan itu terjadi dalam rentang waktu.

Syahdan, adagium itu diucapkan Heracleitos tatkala sedang mencari keteduhan, merendamkan kaki di air sungai yang sedang mengalir. Ia mengamati bahwa air yang mengalir ke hilir, yang sudah sejuk membasuh kakinya, tidak mungkin kembali ke hulu lagi. Demikian juga waktu. Saat yang berlalu, tidak mungkin diputar dari titik nadir kembali.

Waktu yang berlalu, dan bagaimana manusia mesti menghargai dan menyiasatinya, kemudian menginspirasi pujangga tersohor kebangsaan Romawi, Horatius (65-8 sM).

Dalam salah satu bukunya, Odes, yang terbit pada 23 M, ungkapannya yang tersohor adalah “carpe diem”. Bunyinya sebagai berikut, “Dum loquimur, fugerit inuida aetas: carpe diem, quam minimum credulla postero” (Ode 1, 11,8).

Artinya: tatkala kita sedang bicara, waktu yang iri itu tengah berlari. Maka tangkaplah (peluang) hari ini, dan sesedikit mungkin memercayai hari esok”.

Jumat, 13 Agustus 2010

People, Planet and Profit (3-P)

Saya ingin berkisah mengenai sebuah buku yang ditulis Andy Savitz dan Karl Weber yang terbit pada 2006.

Judunya dan isinya sangat inspiratif The Triple Bottom Line: How Today's Best-Run Companies are Achieving Economic, Social, and Environmental Success — And How You Can Too.

Buku ini bukan hanya cerdas. Namun juga menggugat, sekaligus mencelikkan dan mengetuk hati para pemimpin bisnis agar merumuskan kembali apa tujuan perusahaan?

Sebagaimana dapat dilihat dari judulnya, perusahaan masa datang tidak cukup hanya memetik keuntungan sebanyak-banyaknya, melainkan juga peduli pada masalah sosial dan lingkungan hidup.

Ketiganya dijalankan serentak dan sama-sama harus sukses. Inilah kunci pertahanan perusahaan masa datang. Karena itu, muncul istilah tiga pilar atau populer dengan Triple Bottom Line.

Disebut demikian, karena triple (tiga) menunjuk pada people, planet, profit yang kerap pula disingkat TBL atau 3BL dan juga dikenal dengan "the three pillars”.

Namun, sebelum populer seiring terbitnya buku tersebut, sejatinya triple bottom line sudah pernah digagas oleh John Elkington pada tahun 1994. Ia kemudian memerluas dan mengartikulasikan pemikiran tersebut dalam Cannibals with Forks: the Triple Bottom Line of 21st Century Business.

Meski demikian, orang lebih terpukau dengan karya Andy Savitz yang menegaskan bahwa TBL terdiri dari orang (masyarakat), planet (lingkungan sosial) dan keuntungan (ekonomi). Sebenarnya, frasa ini pada awal mula diciptakan untuk Shell dengan konsep keberlanjutan, dipengaruhi oleh pemikiran abad ke 20 Urbanis Patrick Geddes tentang rakyat, pekerjaan, dan tempat. BTL coba menggambarkan garis triple bottom dan tujuan yang keberlanjutan.
***
Savitz menggagas bahwa tuntutan TBL merupakan tanggung jawab perusahaan dengan pemangku kepentingan terletak bukan hanya pada pemegang saham.

Dalam hal ini, stakeholders mengacu kepada siapa saja yang dipengaruhi, baik secara langsung atau tidak langsung, oleh tindakan perusahaan. Menurut teori stakeholders, entitas bisnis harus digunakan sebagai wahana untuk mengkoordinasikan kepentingan para pihak terkait, bukan hanya memaksimalkan dan menunaikan kepentingan pemegang saham (pemilik) keuntungan.

Oleh karena itu, perusahaan masa datang harus bertitik pangkal pada tiga pilar sebagai berikut.

People (modal manusia) sebagai pilar pertama ialah orang berkaitan dengan praktik bisnis yang adil dan menguntungkan terhadap buruh dan masyarakat dan daerah tempat perusahaan menjalankan bisnisnya.

Sebuah perusahaan yang peduli pada TBL akan memerhatikan struktur sosial timbal balik di mana kesejahteraan perusahaan, tenaga kerja, dan kepentingan stakeholders lainnya saling bergantung, saling membutuhkan, dan saling menopang satu sama lain.

Sebuah perusahaan yang berbasis TBL berupaya memberikan banyak manfaat pada masyarakat sekitar, bukan mengeksploitasi atau membahayakan setiap kelompok dari mereka.

Hilir dari sebagian keuntungan dari pemasaran barang jadi haruslah kembali ke produsen asli yang memasok bahan baku tadi. Misalnya, seorang petani dalam praktik perdagangan pertanian yang adil akan memeroleh kembali harga pupuk dan alat-alat pertanian yang murah.

Secara konkret, bisnis yang menjalankan TBL tidak akan menggunakan tenaga kerja anak dan memantau semua perusahaan yang dikontrak untuk tidak mengeksploitasi buruh anak, akan membayar gaji yang adil dan tepat waktu kepada para pekerja, memelihara lingkungan kerja yang aman dan menoleransi jam kerja, dan tidak akan mengeksploitasi masyarakat atau perusahaan tenaga kerja.

Sebuah bisnis yang menjalankan TBL juga biasanya berusaha untuk "memberikan kembali" dengan berkontribusi terhadap kekuatan dan pertumbuhan masyarakat dengan menekankan kepedulian pada masalah kesehatan dan pendidikan masyarakat sekitar.

Planet (bumi sebagai modal dan sumber daya alam) sebagai pilar kedua mengacu pada praktik-praktik pelestarian dan pemeliharaan lingkungan hidup yang berkelanjutan. Sebuah upaya perusahaan untuk mendapatkan keuntungan TBL ialah bukan hanya menyatu dan bersahabat dengan alam, tetapi juga tidak merusak tatanan alam, mengurangi dampak lingkungan dan menjaganya agar tetap lestari.

Sebuah perusahaan yang peduli pada TBL berupaya mengelola konsumsi energi dan non-energi terbarukan dan mengurangi pemborosan manufaktur serta limbah beracun dan mengolahnya, sebelum membuangnya dengan cara yang aman dan legal.

Sementara sampah-sampah organik dapat diolah menjadi pupuk dan diolah dengan cara yang baik dan aman agar tidak merusak lingkungan. Sebuah perusahaan triple bottom line tidak menghasilkan produk yang berbahaya atau merusak seperti senjata, bahan kimia beracun, atau baterai yang mengandung logam berat yang berbahaya.

Saat ini, biaya untuk membuang produk non-degradable atau beracun ditanggung oleh pemerintah dan warga di dekat lokasi pembuangan dan tempat lain. Dalam pola pikir TBL, sebuah perusahaan yang memroduksi dan memasarkan produk yang akan menimbulkan masalah sampah tidak harus diberi tumpangan gratis oleh masyarakat.

Itu akan lebih adil bagi usaha yang memproduksi dan menjual produk bermasalah untuk menanggung sebagian dari biaya pembuangan akhirnya. Banyak perusahaan meninggalkan “sampah” di sekitar setelah mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya.

Praktik ekologis yang merusak, seperti penebangan hutan atau praktik membahayakan sumber daya lainnya akan dihindari oleh perusahaan TBL. Sering kali keberlanjutan lingkungan adalah program lebih menguntungkan bagi bisnis dalam jangka panjang. Argumen bahwa biaya lebih besar untuk membuat perusahaan atau menciptakan produk ramah lingkungan sering sebagai lips service ketika program bisnis dianalisis selama periode waktu tertentu dan jauh praktik dari visi misi yang dicanangkan.

Perusahaan yang bergerak pada sektor swasta yang peduli terhadap tanggung jawab sosial perusahaan menunjukkan komitmen yang kuat pada TBL. Bahkan, sebagian besar keuntungan perusahaan dialokasikan untuk menangani masalah-masalah ekologi.

Profit (keuntungan) sebagai pilar ketiga adalah nilai ekonomi yang dibuat oleh organisasi setelah dikurangi biaya semua masukan, termasuk biaya modal diikat (cost of the capital tied up).

Oleh karena itu, berbeda dari definisi laba akuntansi tradisional. Dalam konsep aslinya, dalam kerangka keberlanjutan, aspek "keuntungan" perlu dilihat sebagai manfaat ekonomi riil yang dapat dinikmati oleh masyarakat dan lingkungan sekitar.

Ini adalah dampak ekonomi riil organisasi tersebut terhadap lingkungan ekonomi. Hal ini sering membingungkan karena konsep awal perusahaan terbatas pada keuntungan internal yang dibuat oleh sebuah perusahaan atau organisasi (yang bagaimanapun tetap merupakan titik awal yang penting untuk bisnis). Oleh karena itu, pendekatan TBL yang asli tidak dapat ditafsirkan sebagai laba akuntansi tradisional perusahaan hanya ditambah dampak sosial dan lingkungan kecuali "keuntungan" dari entitas lain, termasuk manfaat sosial.

Gagasan, atau filosofi apa di balik ditekankannya secara serempak TBL?
Andy Savitz mengajak perusahaan berpikir melampaui zamannya. Kebanyakan orang mengira bahwa perusahaan yang baik dan benar ialah yang berorientasi pada profit dan menafikan planet dan people. Benar, namun ini konsep lama yang harus segera masuk ke dalam kotak pandora.

Palingkan wajah dan lihatlah betapa perusahaan-perusahaan dan praktik bisnis di Amerika dicaci maki dunia karena skandal keuangan, kecerobohan mengabaikan lingkungan dan kepentingan umum. Nama-nama perusahaan secara jelas disebutkan dalam buku ini, mulai dari Enron hingga Worldcom dan ImClone.

Kasus yang dialami dan menimpa lembaga-lembaga bisnis yang mengabaikan TBL cukup menampar wajah para eksekutif. Mereka lalu bertanya dan berefleksi: apakah cukup hanya menyenangkan para pemangku kepentingan dan mendapatkan keuntungan? Keuntungan sejati adalah jika sebuah perusahaan dapat memberdayakan masyarakat sekitar dan menyatu dengan alam. Para eksekutif lalu mengatakan bahwa keuntungan sejati adalah profit yang diraih dalam sweet spot.

Andy Savitz membeberkan dalam The Triple Bottom Line bahwa tempat kepentingan perusahaan (spot) dan masyarakat bersinggungan. Ini adalah paradigma baru untuk mengukur bottom line bahwa keuntungan perusahaan berjalan seiring dengan lingkungan dan masyarakat sekitar.

Savitz, mantan kepala PricewaterhouseCooper's mengatakan bahwa perusahaan yang ingin usahanya beberlanjutan, harus bersedia mengubah mindset-nya bahwa lingkungan dan masyarakat sekitar adalah pilar lain yang menopang tetap tegaknya perusahaan. Keduanya tidak boleh dimanipulasi, sebaliknya diberdayakan dan dilestarikan.

Boleh dikatakan bahwa TBL adalah cetak biru bagi para eksekutif dan perusahaan untuk menemukan jalan menjadi perusahaan yang berkelanjutan, menguntungkan, dan yang memunyai masa depan di era di mana masalah lingkungan dan sosial tidak lagi lepas dari perusahaan. Buku ini juga merupakan hasil dari studi kasus beberapa perusahaan yang bandel dan perusahaan yang ramah lingkungan dan peduli pada masyarakat, antara lain: Hershey Foods, PPL, Toyota, GE, Wal-Mart, McDonalds, dan Exxon.

Istilah “berkelanjutan” perlu didefinisi ulang oleh lembaga bisnis. Di masa datang, hal itu berarti bahwa sebuah perusahaan yang menciptakan keuntungan bagi para pemegang saham, sekaligus melindungi lingkungan dan meningkatkan kehidupan orang-orang dengan siapa perusahaan itu berinteraksi.

Perusahaan mengoperasikan sehingga kepentingan bisnis dan kepentingan lingkungan dan masyarakat bersinggungan. Sebuah bisnis yang berkelanjutan meretas kesempatan yang sangat baik menjadi lebih sukses besok dari saat ini, dan sisanya sukses, bukan hanya untuk bulan atau bahkan bertahun-tahun, namun selama beberapa dekade atau generasi.

Di masa datang, lembaga bisnis diharapkan menemukan cara-cara untuk menjadi bagian dari solusi atas masalah yang dihadapi dunia, lingkungan, dan masyarakat. Kini banyak perusahaan berlomba-lomba mencari cara terbaik untuk mengubah tantangan menjadi peluang. Ketika bisnis dan kepentingan masyarakat tumpang tindih, sebenarnya tidak ada dikotomi, namun semua pihak saling diuntungkan.

Karena itu, buku Savitz lebih dari sekedar melihat kembali apa yang telah dilakukan perusahaan --utamanya di Amerika— sebagai benar atau salah. Lebih dari itu, Savitz membantu para pemimpin bisnis melihat ke depan bagaimana perusahaan yang mereka kelola dapat menemukan spot kondusif dan menyenangkan, mulai dari langkah-langkah sederhana seperti mengurangi konsumsi energi dan kecelakaan kerja karyawan menjadi bisnis yang kompleks untuk menciptakan pembangunan ekonomi saat melakukan deal bisnis dengan orang yang masih terbelakang.

"Bisnis," tulis Savitz, "dipaksa untuk merespons kondisi sosial, perubahan ekonomi dan lingkungan di dunia sekitar. Sama seperti pemanasan global pada dasarnya mengubah lanskap komersial dan peraturan untuk energi dan perusahaan mobil, sehingga munculnya HIV / AIDS, SARS dan malaria, serta wabah penyakit yang persisten telah mengubah model bisnis dasar bagi perusahaan farmasi. Sama seperti Nike berubah dengan penemuan anak yang bekerja di pabrik-pabrik di luar negeri, sehingga Wal-Mart sekarang dihadapkan dengan biaya tinggi dari upah yang rendah dan McDonalds dengan masalah obesitas.

Masalah yang sama diciptakan Dell, Apple, dan IBM menciptakan komputer pribadi karena itu mereka harus menjembatani kesenjangan digital.”
"Perusahaan yang benar-benar berkelanjutan," simpul Savitz "tidak akan perlu menulis cek untuk amal dan tidak perlu memberi kembali kepada masyarakat setempat dalam bentuk barang atau uang. Mengapa? Karena operasi sehari-hari perusahaan tidak akan menghilangkan masyarakat, tapi akan memperkaya mereka.

Dengan mempekerjakan masyarakat sekitar dan memelihara lingkungan, sebuah perusahaan dengan sendirinya makin mencengkeramkankan tumpuan kakinya dengan menambahkan dua pilar yang membuatnya makin kokoh dan berkelanjutan, selain pilar keuntungan.

Hanya mengandalkan pilar keuntungan saja, sebuah perusahaan akan rapuh. Namun, dengan menambahkan dua pilar lain, yakni masyarakat dan lingkungan, sebuah perusahaan akan kokoh.
***

NB. Bagi teman2 yang merasa tulisan ini berguna, silakan me-link, asal saja mencantumkan sumbernya. TKB untuk saling berbagi dan mencerahkan.

Sabtu, 07 Agustus 2010

How to Avoid Plagiarism

Belum lama ini, kita membaca laporan media sebagai berikut.

- Gelar Doktor Si Anu di sebuah perguruan tinggi terkemuka di Bandung dicabut karena ditengarai yang bersangkutan melakukan tindak plagiat.

- Musisi kondang dituntut karena terbukti lagu yang dinyanyikannya hasil plagiat.

- Seorang blogger komplen bahwa artikelnya dimasukkan mentah-mentah dalam blog sebuah institusi terhormat di negeri ini.

Apakah semua tindakan di atas plagiat? Nanti dulu! Mari kita bicara atas nama keadilan, hukum yang berlaku baik nasional maupun internasional, kepatutan, kebiasaan akademik (ilmiah), dan penafsiran dan persepsi masing-masing tentang plagiat.

Agaknya, tidak ada masalah yang lebih hangat dibicarakan di kalangan sivitas akademika akhir-akhir ini, selain tindak plagiat. Sedemikian akrab kita dengan istilah “plagiat”, namun baru segelintir orang yang mafhum arti, definisi, dan ruang lingkupnya. Bisa jadi, pelaku tindak plagiat disebabkan yang bersangkutan belum paham arti, definisi, dan ruang lingkup plagiat.

Tidak tertutup kemungkinan bahwa plagiator melakukan perbuatan mencuri gagasan orang lain karena tidak paham bagaimana etika dan tata cara mengutip sumber. Ini tindak plagiat yang tidak disengaja karena ketidaktahuan.

Lalu, dan ini yang patut dicela, plagiator melakukan tindak plagiat karena sengaja. Ia malas berpikir dan bekerja keras. Ingin serba instan. Karena itu, yang bersangkutan menempuh jalan pintas dengan mengambil begitu saja karya orang lain dan mengklaim sebagai miliknya. Yang bersangkutan mempublikasikan karya itu tanpa menyebut sumber dan mengolahnya kembali menjadi sesuatu yang baru.

Ada pula tindak plagiat yang terjadi karena mispersepsi. Tertuduh tindak plagiat belum tentu melakukan penjiplakan, namun ada pihak yang mengklaimnya plagiator karena terjadi perbedaan tafsiran mengenai arti, definisi, dan ruang lingkup plagiat.

Secara etimologis, plagiat berasal dari kata Inggris plagiarism (1615–25), sebelumnya plagiary (1590–1600). Kata Inggris ini diderivasi dari kata Latin, plagiārius yang berarti: penculik (anak), penjiplak . Kata kerjanya plagio yang berarti (saya) mencuri. Plagiārius sama artinya dengan plagiator.

***

Kasus tindak plagiat akhir-akhir ini mengemuka. Pelakunya didorong oleh berbagai motivasi dan sebab. Penanangan kasusnya pun beragam, mulai dari duduk bersama dalam satu meja perundingan, sanksi akademik, sanksi sosal, hingga diselesaikan di meja hijau.

Banyak alasan mengapa orang melakukan tindak plagiat. Namun, biasanya disebabkan dua hal. Pertama, karena sengaja melakukan. Kedua, melakukannya karena tidak tahu. Kedua tindakan ini sama-sama tidak dibenarkan secara hukum.

Bagaimana menyiasati dan menanganinya secara hukum bilamana terjadi tindak plagiat?
Buku ini mengupasnya dengan tuntas.

***
Buku saya ke-57, diterbitkan PT Indeks. Daftar isinya:
Bab I Plagiat: Arti, Definisi, dan Ruang Lingkup
Bab II Mengapa Melakukan Tindak Plagiat?
Bab III Kiat Menghindari Plagiat
Bab IV Menguasai Masalah
Bab V Menulis dan Mengembangkan Gagasan
Bab VI Mengutip dan Mengolah Sumber
Bab VII Mengembangkan Gagasan
Bab VIII Teknik Membuat Catatan
Bab IX Membuat Indeks
Bab X Penghalamanan (Paginasi)
Bab XI Mengutip Sumber Cara Harvard
Daftar Pustaka
Biografi Singkat

Sinopsis
Terdapat berbagai cara di dalam mengutip bibliografi yang dalam dunia akademis dikenal dengan style, gaya, atau gaya selingkung. Yang paling lazim, dan karena itu diadopsi banyak kalangan, ialah gaya Vancouver (Vancouver Citation Style) dan gaya Harvard (Harvard Citation Style).

Gaya Vancouver umumnya diadopsi oleh kalangan akademik di Australia dan sebagian Indonesia. Sementara gaya Harvard banyak diadopsi di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.

Yang manakah dari kedua gaya tersebut yang paling baik? Kedua-duanya benar dan baik. Yang membedakannya ialah soal kepraktisan dan kenyamanan pembaca dalam mengidentifikasi sumber acuan. Tidak ada salah satu yang lebih benar dibandingkan dengan yang lain, yang paling pokok ialah bahwa gaya manakah yang dianut agar penulis (dan institusi) selalu konsisten dengan gaya tersebut.

Penulis sendiri cenderung menganjurkan untuk menggunakan gaya Harvard dibandingkan dengan gaya yang lain. Mengapa? Sebelum menjawab pertanyaan ini, ada baiknya dipaparkan bagaimana Vancouver Citation Style dan Harvard Citation Style.

GAYA: BUKAN LEBIH BAIK ATAU LEBIH BURUK
Gaya ialah padanan untuk istilah Inggris style yang didereivasi dari kata Latin, stilus yang berarti: pasak tulis (berujung runcing untuk menulis pada lilin, gaya bahasa, gaya mengarang ). Dalam konteks ini, style ialah gaya atau kebiasaan tertentu di suatu komunitas (warrant science) yang karena kekhasannya dan keunggulannya ditiru atau dipakai oleh sekelompok atau komunitas lain.

Perlu diberikan catatan bahwa dalam gaya ini tidak ada benar atau salah. Yang ada ialah bahwa gaya yang satu berbeda dibandingkan dengan gaya yang lain. Boleh saja memilih salah satu gaya dengan, tentu saja, pertimbangan khusus dan pilihan tersebut hendaknya konsisten. Jangan mencampuradukkan satu gaya dengan gaya yang lain.

Lazimnya dalam mengutip sumber yang terintegrasi dengan badan teks, referensi ditempatkan dalam kurung.

Terdapat dua metode yang berbeda ditinjau dari caranya hadir dalam badan teks yang sumbernya selalu hadir pada bagian akhir kalimat.
Pertama, "penulis-tanggal". Ini terutama digunakan dalam ilmu-ilmu sosial dan yang direkomendasikan oleh organisasi profesional seperti American Chemical Society dan American Psychological Association (APA).

Dalam metode penulis-tanggal (juga disebut "gaya Harvard", "referensi Harvard", gaya APA, gaya ACS, atau "sistem Harvard" di lembaga pendidikan yang berbasis di Inggris, tetapi tidak memiliki hubungan dengan Harvard University), kutipan terintegrasi dengan badan teks ditempatkan dalam tanda kurung setelah kalimat atau bagian yang daripadanya kutipan mendukung, termasuk nama penulis, tahun penerbitan, dan nomor halaman yang sesuai.

Sebagai contoh, berikut ini data buku.
Penulis: R. Masri Sareb Putra
Judul buku: Berani Nulis, Berani Kaya: 101 Writing Businesses You Can Start from Home
Tahun terbit: 2008
Tebal: xv + 111 halaman
Penerbit: Brilliant
Kota tempat tinggal penerbit: Surabaya

Gagasan pokok buku tersebut ialah mengenai bisnis penulisan. Jika seorang penulis ingin mengacu pada buku tersebut dan mengutip secara utuh halaman 17 misalnya, untuk mendukung gagasannya bahwa di masa datang kecerdasan word smart ini akan booming maka ia akan menulis demikian.

“Word smart adalah bisnis dan profesi masa depan! Dengan menguasai keterampilan ini, seseorang dengan mudah mendapat pekerjaan dan penghasilan. Tumbuh kembangnya media, baik cetak maupun elektronika, mendorong permintaan tenaga kerja yang cakap di bidang word smart semakin tinggi pula. Seseorang yang memiliki word smart akan semakin mendapat tempat (Masri 2008 hal. 17) atau (Masri 2008:17).

Sebuah data lengkap referensi dapat ditemukan dalam bagian Daftar Pustaka yang senantiasa terdapat dalam bagian postliminary atau bagian akhir dari sebuah buku.

Misalnya,
Putra Sareb, R. Masri. 2008. Berani Nulis, Berani Kaya: 101 Writing Businesses You Can Start from Home. Surabaya: Brilliant.
***

Pembaca yang ingin memesan buku ini dapat menghubungi penulis via email atau meninggalkan pesan dalam blog ini.

Jumat, 06 Agustus 2010

Tingkat Inovasi Indonesia

Inovasi sering jatuh pada perangkap kegagalan, meski bagus dalam teori. Kegagalan pertama ialah individu atau organisasi terperangkap pada mitos bahwa inovasi semata-mata berkaitan dengan pengembangan dan penciptaan produk baru.

Manakala gagasan atau upaya “biasa-biasa saja” dan dinilai sebagai bukan sesuatu yang mendatangkan perubahan positif, tidak dianggap sebagai inovasi.

Kegagalan inovasi juga terjadi manakala moral karyawan jatuh, sinisme, dan bahkan cenderung meningkatnya resistensi untuk berubah di masa yang akan datang.


Apa yang menjadi sumber kegagalan inovasi? Kegagalan inovasi umumnya terjadi karena lima hal:

Pertama, lemahnya kepemimpinan (poor leadership).

Kedua, lemahnya organisasi (poor organization).

Ketiga, lemahnya komunikasi (poor communication).

Keempat, lemahnya pemberdayaan (poor empowerment).

Kelima, lemahnya manajemen berbasis pengetahuan (poor knowledge management)

Apa ukuran keberhasilan inovasi? Umumnya, perusahaan mengukur keberhasilan inovasi dari balanced scorecards (BSC) yang mencakup beberapa aspek inovasi, seperti: pertumbuhan perusahan dalam relasinya dengan finansial, inovasi dalam hal efisiensi, motivasi karyawan, dan benefit perusahaan bagi pelanggan.

Tentu saja, tiap perusahaan memunyai nilai dan cita rasa pengukuran tersendiri, selain yang disebutkan di atas. Misalnya, ada yang memasukkan new product revenue, spending dalam R&D, time to market, persepsi karyawan dan tingkat kepuasan pelanggan, jumlah paten, hasil penjualan dihitung dari masa melakukan inovasi.

Pada aras politik, takaran keberhasilan inovasi lebih terfokus kompetitive advantage pada suatu daerah atau nagara yang dilakukan lewat inovasi.

Dalam konteks ini, kemampuan suatu organisasi dapat dievaluasi melalui berbagai kerangka evaluasi, seperti European Foundation for Quality Management.

The OECD Oslo Manual (1995) menyarankan panduan standar untuk mengukur produk teknologi dan proses inovasi. Oslo Manual sejak tahun 2005 memerluas perspektif inovasi, kemudian memasukkan aspek marketing dan inovasi suatu organisasi. Standar ini digunakan the European Community Innovation Surveys.

Sementara itu, The Global Innovation Index adalah indeks global yang mengukur level inovasi suatu negara yang dihasilkan bersama oleh The Boston Consulting Group (BCG), the National Association of Manufacturers (NAM), and The Manufacturing Institute (MI), the afiliasi riset nonpartisan NAM.

Indeks terakhir dipublikasikan pada Maret 2009. Ranking negara yang diukur didasarkan pada input dan output dari inovasi. Input inovasi termasuk kebijakan pemerintah dan fiskal, kebijakan pendidikan, dan inovasi pada lingkungan. Sedangkan output inovasi mencakup paten, transfer teknologi, hasil R&D; kinerja bisnis, seperti produktivitas kerja dan total shareholder returns, serta dampak inovasi terhadap migrasi bisnis dan pertumbuhan ekonomi.

Diketahui bahwa Indonesia berada di urutan ke-19 dari 20 negara besar (berdasarkan GDP) sesuai takaran International Innovation Index. Korea Selatan di urutan pertama, Amerika Serikat di urutan kedua, Jepang di urutan ketiga, Swedia di urutan keempat, dan Belanda di urutan kelima. Adapun di urutan ke-20 adalah Brazil.

Spirit inovasi sudah tertanam di dada kita masing-masing. Kita sudah berinovasi pada aras individu. Namun, sebagai tim, belum. Tinggal bagaimana menyebarkan spirit inovasi itu di semua level.

Dengan menyosialiasikan dan mengimplentasikan ide baru, termasuk ide tentang inovasi, kita sebenarnya mulai melakukan inovasi itu sendiri.

Kamis, 05 Agustus 2010

Together Everyone Achieve More (Team)

Bekerja sendiri dan bekerja dalam tim adalah sesuatu yang berbeda.

Bekerja sendiri kerap diartikan sebagai mengerjakan sendiri suatu pekerjaan tanpa memedulikan orang lain dan tanpa menghiraukan kaitannya dengan mata rantai secara menyeluruh. Yang penting, saya melakukan pekerjaan yang ditentukan.

Akan tetapi, bekerja dalam tim berarti tahu lebih dahulu tujuan organisasi. Lalu bersama dengan anggota tim yang lain, sesuai dengan pembagian dan penjabaran tugas, mengerjakan sesuatu secara terorganisasi untuk mencapai satu tujuan yang satu dan sama.

Sepakbola adalah contoh paling mudah untuk menjelaskan kerja sama (team work). Tujuan sebuah tim sepakbola adalah menang. Tujuan ini sama bagi kesebelasan pemain.

Di dalam mencapai tujuan itu diterapkan strategi tertentu. Misalnya, menyerang. Sesekali menyerang, lalu bila sudah mencapai tujuan (gol) maka gol tersebut akan dipertahankan dengan sekuat tenaga. Atau membiarkan diri diserang, lalu jika ada kesempatan, akan melancarkan serangan balik.

Bentuk kerja sama tim tampak nyata dalam sepak bola. Penjaga gawang akan mempertahankan gawangnya mati-matian jangan sampai gol. Kiper adalah benteng terakhir sebelum bek.

Lalu di depan ada pemain jangkar yang bertugas mengumpan bola ke striker atau penyerang. Striker bertugas menceploskan bola ke gawang musuh menjadi gol. Semua pemain bergerak dan berlari ke tujuan yang sama, yakni kemenangan.

Karena itu, tujuan dalam bahasa Inggris disebut goal. Bila tujuan tercapai maka akan ada selebrasi atas gol tersebut dari seluruh anggota. Kemenangan satu berarti kemenangan seluruh tim.

Permainan bola basket juga demikian. Ketika bola masuk jaring maka seketika itu pula poin diraih. Kerja sama tim dalam permainan basket juga mirip dengan sepak bola. Semua pemain dalam satu tim berupaya memasukkan bola ke jaring sebanyak-banyaknya agar menjadi tim yang menang.

Sumbangan individu dan kerja sama tim dalam peramainan bola basket menginspirasikan Pat Williams menulis buku The Magic of Teamwork. Dia mengatakan bahwa TEAM (tim) bukanlah semata-mata sepatah kata, melainkan juga akronim untuk sebuah kebenaran yang dahsyat: Together Everyone Achieve More (Bersama-sama Setiap Orang Dapat Mencapai Lebih).

Senior executive vice president the Orlando Magic ini mempraktikkan gagasannya di tempatnya bekerja dan juga membantu tim-tim bola basket di NBA. Ia mengatakan bahwa sebuah keluarga adalah tim. Klub sepak bola adalh tim. Organisasi keagamaan adalah tim. Jadi, di mana saja, dan siapa saja, orang yang berkumpul bersama untuk melakukan pekerjaan yang sama maka itu merupakan sebuah tim. Katanya, “… is not really about magic at all… the magic is in the results you can have with whatever team you are on.”

1 + 1 = 3
Daya magis sebuah kerja sama tim bukan pertama-tama terletak pada seberapa besar anggota dalam sebuah organisasi. Akan tetapi, daya magis sebuah tim terletak pada hasil yang dapat dicapai dengan tim apa saja yang Anda punya. Jangan pernah menyalahkan kekurangan sumber daya manusia (SDM) ketika tujuan yang ditetapkan bersama tidak tercapai.

Katakanlah dalam tim hanya dua anggota saja dan Anda dituntut mencapai sesuatu. Jika gagal mencapai tujuan, apakah Anda berkelit dengan mengatakan bahwa tidak mungkin mencapai tujuan karena hanya ada dua anggota dalam tim? Kembali pada kebenaran kata-kata Pat William bahwa “the magic is in the results you can have with whatever team you are on.”

Pengalaman saya selama ini dalam membangun dan mengembangkan kerja sama tim, entah di kantor, di lingkungan organisasi sosial, di organisasi keagamaan, serta di berbagai organisasi kemayarakatan lainnya; terlalu banyak anggota dalam suatu organisasi malah tidak akan efisien dan tidak efektif.

Hanya sedikit anggota yang benar-benar bekerja, sedangkan yang lain berpangku tangan, menunggu, bahkan hanya menonton orang lain bekerja. Ini bukanlah ujud dari kerja sama tim. Mengapa? Sebab tidak semua anggota berfungsi dan tidak semua organ dalam tubuh organisasi itu bekerja.

Yang sering terjadi ialah bahwa dalam mencapai tujuan organisasi, terjadi friksi-friksi. Gejala ini harus dikenali dan diwaspadai. Bagaimana mengelola friksi tersebut, mengeliminasinya, serta mengarahkan setiap anggota sesuai dengan fungsi dan perannya masing-masing untuk memberikan kontribusi pada pencapaian tujuan organisasi? Inilah kerja sama tim.

Daya magisnya terletak pada seni berjalan bersama, menyerang bersama dalam sebuah irama yang sama. Karena sudah sama-sama memahami satu sama lain, kadang pergerakan anggota satu sudah diantisipasi anggota yang lain.

Dengan demikan, umpan-umpan akan terarah secara otomatis karena kemampuan membaca dan mengantisipasi sudah terbangun.

Kerja sama dalam sebuah tim kecil, menurut hemat saya, sangat efektif. Yang paling ideal ialah anggota tim terdiri atas hanya dua orang. Keuntungan tim kecil ialah lebih mudah membangun komunikasi saling pengertian. Gap juga menjadi sangat minim.

Sementara konflik dan friksi hampir tidak ada. Hasilnya juga luar biasa. Kadang kala tidak kalah, bahkan lebih dahsyat hasil yang dapat dicapai dengan dua anggota dalam sebuah tim dibandingkan dengan banyak anggota. Karena itu, saya menamakan “the power of two” untuk sebuah tim kecil yang hanya terdiri atas dua anggota saja.

Dua orang dalam satu tim merupakan “team work revolution power system.” Asumsinya demikian. Anda tahu istilah sinergi, bukan? Sepatah kata yang sangat dahsyat ini saya kira perlu kita pahami maknanya.

Berasal dari kata Yunani sunergos yang berarti: bekerja sama. Dari kata sun bersama) dan ergon (bekerja). Jadi, sinerrgi berarti “the interaction of two or more individuals or forces which enables their combined power to exceed the sum of their individual power (Pat Williams, halaman 5.)

Kerja sama tim ialah kemampuan untuk bekerja sama mencapai visi yang sama, kemampuan untuk mengarahkan hasil mencapai tujuan organisasi. Inilah “bahan bakar” yang memungkinkan orang biasa mencapai hasil yang luar biasa. Bukan hanya di kantor dan organisasi, kerja tim juga penting di mana-mana. Kerja sama menciptakan output yang jauh lebih besar daripada yang dapat dikerjakan secara sendiri-sendiri.

Yang paling penting dalam team work ialah “common people, uncommon result”. Inilah daya magis sebuah kerja sama tim. Saya yakin seyakin-yakinnya, berdasarkan pengalaman, dalam mengerjakan suatu proyek yang paling memberikan hasil optimal adalah 2 anggota dalam satu tim. Karena itu, rumusan di atas boleh dikatakan sebuah revolusi.

Ada semacam rumsan yang menarik tentang sinergi. Pernahkah Anda mendengarnya? Rumusnya demikian: 1 + 1 = 3 (bukan matematika 2).

Angka 3 didapat sebagai hasil dari kerja sama dan interaksi antara dua atau lebih individu atau kekuatan yang memungkinkan kekuatan gabungan mereka melebihi jumlah tenaga individu mereka.

Anda yang baru mendengar rumusan di atas, atau Anda yang sudah pernah mendengar tapi belum mecobanya, silakan mencoba. “The power of 2” niscaya akan memberikan hasil luar biasa di luar yang Anda bayangkan.

Rabu, 04 Agustus 2010

Misteri Rambut Jalin Simson

Kekuatan sekaligus juga kelamahan. Kita acap kali diingatkan soal ini. Dalam bisnis juga demikian. Misalnya, kita kuat dalam hal tertentu. Namun, begitu kekuatan ditiru lawan atau diserang oleh pesaing, kita kelabakan.

Bagaimana kelemahan sekaligus kekuatan, baiklah kiranya jika kita cermati kisah rambut jalin Simson.
***
Alkisah, pada suatu kali, ketika Simson pergi ke Gaza, dilihatnya di sana seorang perempuan sundal, lalu menghampiri dia. Ketika diberitahukan kepada orang-orang Gaza: "Simson telah datang ke sini," maka mereka mengepung tempat itu dan siap menghadang dia semalam-malaman itu di pintu gerbang kota, tetapi semalam-malaman itu mereka tidak berbuat apa-apa, karena pikirnya: "Nanti pada waktu fajar kita akan membunuh dia." Tetapi Simson tidur di situ sampai tengah malam. Pada waktu tengah malam bangunlah ia, dipegangnya kedua daun pintu gerbang kota itu dan kedua tiang pintu, dicabutnyalah semuanya beserta palangnya, diletakkannya di atas kedua bahunya, lalu semuanya itu diangkatnya ke puncak gunung yang berhadapan dengan Hebron. Sesudah itu Simson jatuh cinta kepada seorang perempuan dari lembah Sorek yang namanya Delila. Lalu datanglah raja-raja kota orang Filistin kepada perempuan itu sambil berkata: "Cobalah bujuk dia untuk mengetahui karena apakah kekuatannya demikian besar, dan dengan apakah kami dapat mengalahkan dia dan mengikat dia untuk menundukkannya. Maka kami masing-masing akan memberikan seribu seratus uang perak kepadamu." Lalu berkatalah Delila kepada Simson: "Ceritakanlah kiranya kepadaku, karena apakah kekuatanmu demikian besar, dan dengan apakah engkau harus diikat untuk ditundukkan?" Jawab Simson kepadanya: "Jika aku diikat dengan tujuh tali busur yang baru, yang belum kering, maka aku akan menjadi lemah dan menjadi seperti orang lain manapun juga." sedang di kamarnya ada orang bersiap-siap. Kemudian berserulah perempuan itu kepadanya: "Orang-orang Filistin menyergap engkau, Simson!" Tetapi ia memutuskan tali-tali busur itu seperti tali rami yang terbakar putus, apabila kena api. Dan tidaklah ketahuan di mana duduk kekuatannya itu. Kemudian berkatalah Delila kepada Simson: "Sesungguhnya engkau telah mempermain-mainkan dan membohongi aku. Sekarang ceritakanlah kiranya kepadaku dengan apa engkau dapat diikat." Jawabnya kepadanya: "Jika aku diikat erat-erat dengan tali baru, yang belum terpakai untuk pekerjaan apapun, maka aku akan menjadi lemah dan menjadi seperti orang lain manapun juga." Kemudian Delila mengambil tali baru, diikatnyalah dia dengan tali-tali itu dan berseru kepadanya: "Orang-orang Filistin menyergap engkau, Simson!" --di kamar ada orang bersiap-siap--tetapi tali-tali itu diputuskannya tanggal dari tangannya seperti benang saja…… Sesudah itu dibujuknya Simson tidur di pangkuannya, lalu dipanggilnya seorang dan disuruhnya mencukur ketujuh rambut jalinnya, sehingga mulailah Simson ditundukkan oleh perempuan itu, sebab kekuatannya telah lenyap dari padanya (Kitab Hakim-Hakim 16: 1-31).

Sepenggal kisah Simson dan Delila di atas mengingatkan kepada kita bahwa kekuatan sekaligus juga kelemahan. Kekuatan Simson terletak pada ketujuh rambut jalinnya. Ketika kekuatan itu dipatahkan dengan kelembutan (rayuan maut Delila karena diiming-imingi uang dan harta), Simson terkulai lemah tak berdaya.

Pelajaran apa lagi yang dapat kita petik dari kisah Simson? Banyak. Selain kekuatan sekaligus kelemahan, juga mengingatkan kepada kita bahwa kekuatan dapat dikalahkan dengan kelembutan dan bujuk rayu. Di balik kekuatannya yang luar biasa, ternyata Simson kalah oleh kerling mata wanita bernama Delila. Tanpa menyadari sedang diperangkap, Simson jatuh dalam pangkuan Delila dan ia memaparkan semua rahasia di balik kekuatannya.

***
Kisah Simson juga menugingatkan akan adanya musuh di luar diri kita yang siap mengancam dan membunuh sewaktu-waktu. Seperti musuh-musuh Simson, orang-orang Gaza (ternyata sejak dulu jalur Gaza ini bermasalah!) sudah coba melawan secara frontal, head to head. Selalu kalah karena kekuatan mereka jauh di bawah Simson. Mereka tidak putus asa dan terus mencoba. Akan tetapi, selalu saja gagal. Raja-raja kota orang Filistin punya akal, mereka lantas membujuk seorang wanita bernama Delila untuk memerangkap Simson.

Taktik menyusup kekuatan dari dalam ini terbukti jitu. Delila dikirim sebagai mata-mata. Di sini tepat ungkapan, “If you can't beat them, join them.” Serangan diawali dengan menyusupkan kekuatan lewat wanita. Lewat sebuah usaha yang tidak mengenal lelah, akhirnya misteri kekuatan Simson terkuak. Ketika kekuatannya diketahui, segera kekuatan itu dihancurkan. Itulah misteri rambut Simson yang hingga hari ini masih melegenda dan kerap menjadi metafora baik dalam dunia kemiliteran, bisnis dan manajemen, serta dalam kehidupan sehari-hari.

Teknik menyusup masuk kamp dan menerobos markas musuh untuk mengetahui kekuatan dan menghancurkan dari dalam ala raja-raja Filistin dengan mengirim Delila ke pangkuan Simson, kemudian dipraktikkan dunia militer. Teknik menyusup dan menghancurkan dari dalam ini sangat luar biasa. Tanpa menaruh curiga, mata-mata dapat mengetahui kekuatan musuh. Lalu memberikan informasi selengkap-lengkapnya untuk kemudian diadakan serangan mendadak.

Mengapa cara menyusup yang ditempuh? Tentu ini sesudah melalui pertimbangan yang matang. Apabila kekuatan musuh jauh lebih besar daripada kekuatan kita, jangan sekali-kali frontal. Sebab, frontal hanya akan membuka front secara terbuka. Musuh dengan mudah menghancurkan kekuatan kita dan tidak satu pun peluru andalan yang tersembunyi lagi untuk melakukan serangan balik yang berefek kejut.

Menurut hemat saya, praktik penyusupan ini merupakan pengamatan lingkungan (environmental scanning). Dengan mengirimkan Delila ke pangkuan Simson, sebenarnya raja-raja kota orang Filistin mengamati lingkungan. Lewat Delila, mereka mengetahui kekuatan musuh dan menghancurkannya dari dalam.

Dari kisah Simson kita melihat bahwa fokus kekuatan Simson yang terletak pada ketujuh rambut jalinnya berhadapan dengan taktik pengamatan lingkungan yang dipraktikkan oleh raja-raja kota orang Filistin. Judul tulisan ini secar telak menyimpulkan demikian, sebab memang begitulah kenyataannya.

Dalam ilmu marketing, teknik menyusup yang dipraktikkan raja-raja kota orang Filistin juga dikenal dengan baik. Tahukah Anda istilah “marketing intelligence?” Kotler (2000) mendefinisikannya sebagai, “A marketing intelligence system is a set of procedures and sources used by managers to obtain their everyday information about pertinent developments in the environment in which they operate. The marketing intelligences system supplies data about the market.”

Sementara Hutt and Speh (1989) mendefinisikannya sebagai’ “marketing intelligence system is that it is a system for capturing the necessary information for business marketing decision making.”

Tujuan utama intelijen pemasaran ialah membantu para manajer pemasaran membuat keputusan untuk mengatasi masalah yang dihadapi setiap hari di berbagai bidang tanggung jawab. Sistem intelijen pemasaran meliputi riset pemasaran, Marketing Information System (Mis), dan Decision Support System (DSS).
Menurut Kotler (2000), terdapat ada empat langkah untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas intelijen pemasaran.

Pertama, melatih dan memotivasi para sales force untuk terampil dan menang dalam “pertempuran di lapangan” karena mereka adalah mata dan telinga perusahaan. Mereka berada dalam posisi yang sangat baik untuk menangkap dan menyadap segala informasi untuk kemudian diolah menjadi tindakan yang menguntungkan perusahaan.

Kedua, memotivasi distributor, pengecer, dan perantara lain untuk meneruskan intelijen penting.

Ketiga, membeli informasi dari pemasok luar/ perusahaan yang secara khusus bergerak di bidang riset. Mereka ini mengumpulkan data dengan biaya yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan yang dapat dilakukan sendiri.

Dan keempat, mendirikan pusat informasi pemasaran internal untuk mengumpulkan dan menyebarkan intelijen pemasaran. Intelijen pemasaran jelas merupakan fungsi yang luas dan kompleks yang secara dramatis memengaruhi efektivitas dan kualitas keputusan pemasaran.