Senin, 21 Maret 2011

Aerospace dan Globalisasi Versi ke-4

Perlu dibedakan dua macam satelit, yakni satelit alam (natural satellite) dan satelit buatan manusia (artificial satellite).

Artikel ini membatasi permasalahan hanya pada satelit buatan manusia saja, terutama satelit domestik Palapa, dengan alasan bahwa sebagai teknologi, satelit merupakan “the extension of man” (McLuhan, 1964), sedangkan satelit alam merupakan sesuatu yang given, sudah ada dengan sendirinya.
***

Apakah yang dimaksudkan dengan satelit buatan? Secara leksikal, satelit buatan adalah alat yang diluncurkan mengedari planet yang sengaja dibuat dan ditempatkan di orbit untuk keperluan tertentu, dapat berupa satelit bumi, satelit domestik, satelit komunikasi, dan satelit komunikasi aktif (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2007, hlm. 1002).

Sementara definisi teoretis atau definisi analitis satelit buatan ialah “an object which has been placed into orbit by human endeavor. Such objects are sometimes called artificial satellites to distinguish them from natural satellites such as the Moon” (The Satellite Encyclopedia).

***
Menurut Dalgleish (1991), satelit pertama buatan dalam sejarah umat manusia ialah Sputnik 1 yang diluncurkan Uni Sovyet pada 4 Oktober 1957. Sejak itu, banyak satelit buatan diluncurkan pada orbit yang mengitari bumi (Dalgleish, hlm. 2).

Mengingat banyaknya jenis satelit maka penulis lebih menyempitkan lagi pembahasan pada satelit komunikasi. Satelit komunikasi ialah satelit buatan yang dipasang di angkasa dengan tujuan telekomunikasi menggunakan radio pada frekuensi gelombang mikro.

Kebanyakan satelit komunikasi menggunakan orbit geosinkron atau orbit geostasioner, meskipun beberapa tipe terbaru menggunakan satelit pengorbit bumi rendah. Satelit dapat mengorbit pada ketinggian berapa pun, namun berdasarkan kategori ketinggian orbitnya satelit dapat digolongkan ke dalam lima jenis: 1) satelit orbit rendah atau Low Earth Orbit (LEO): 300 – 1500 km di atas permukaan bumi, 2) satelit orbit menengah atau Medium Earth Orbit, MEO): 1500 - 36000 km, 3) satelit orbit geosinkron atau Geosynchronous Orbit (GSO) yang mengorbit sekitar 36000 km di atas permukaan Bumi, 4) satelit orbit geostasioner atau Geostationary Orbit (GEO) yang mengorbit 35790 km di atas permukaan Bumi, dan 5) satelit orbit tinggi atau High Earth Orbit (HEO) yang mengorbit di atas 36000 km. ("First time in History". The Satellite Encyclopedia. http://www.tbs-satellite.com/tse/online/thema_first.html.)

Selain itu, ada juga orbit khusus yang digunakan untuk mengkategorikan satelit, yakni: 1) orbit molniya yaitu orbit satelit dengan periode orbit 12 jam dan inklinasi sekitar 63°, orbit sunsynchronous yaitu orbit satelit dengan inklinasi dan tinggi tertentu yang selalu melintas ekuator pada jam lokal yang sama, dan orbit polar yaitu orbit satelit yang melintasi kutub.

Sebagaimana diketahui bahwa Uni Sovyet merupakan negara pertama di dunia yang meluncurkan satelit buatan bernama Sputnik 1 pada 1957, disususl Amerika Serikat pada 1958 dengan satelit yang diberi nama Exploer 1. Dalam sejarah, tidak semua negara mampu meluncurkan satelit sendiri, termasuk pembuatan kendaraan peluncurnya. Untuk meluncurkan satelit, negara yang belum sanggup tadi memerlukan bantuan dari negara yang lebih mampu dan berpengalaman.

Satelit komunikasi adalah alat yang menerima nirkabel khusus atau transmitter yang menerima gelombang radio dari satu lokasi dan mengirimkannya ke yang lain. Satelit ini diluncurkan oleh roket yang ditempatkan di orbit mengelilingi bumi. Kini terdapat ratusan satelit komersial yang beroperasi di seluruh dunia. Satelit tersebut digunakan untuk berbagai keperluan, seperti: komunikasi wide-area network, prakiraan cuaca, siaran televisi, komunikasi radio amatir, akses Internet dan Global Positioning System.

Meski belum sanggup meluncurkan sendiri, Indonesia pada era Orde Baru 9 Juli 1976 berhasil meluncurkan satelit domestik yang diberi nama “Palapa A 1”. Satelit buatan Hughes (Amerika Serikat) ini diluncurkan dari Tanjung Canaveral, Florida. Peluncuran satelit Palapa ini menempatkan Indonesia sebagai negara ketiga setelah Amerika Serikat dan Kanada dalam teknologi persatelitan pada saat itu (Dalgleis, 1991, hlm 25).

Ketika pertama beroperasi, Palapa A-1 ditempatkan pada orbit di ketinggian 36.000 km di atas bumi yang dikendalikan Stasiun Pengendali Utama (SPU) di Cibinong, Jawa Barat. Dapat dikatakan bahwa keputusan Presiden Soeharto ketika itu untuk mempunyai dan meluncurkan satelit Palapa ini futuristik. Kini di era informasi, terasa sekali manfaatnya. Tanpa satelit satelit Palapa, kita tidak dapat membayangkan bagaimana penduduk Indonesia dari Sabang sampai Merauke yang dipisahkan oleh lebih dari 17.000 pulau berkomunikasi seperti saat ini.

Selanjutnya, Indonesia pada 10 Maret 1977 berhasil meluncurkan satelit berikutnya yang diberi nama Palapa A-2 yang memilik 12 transponder seperti yang dimiliki Palapa A-1. Kedua satelit komunikasi tersebut usianya relatif pendek, yakni 7 tahun. Palapa A-1 misalnya, berakhir masa operasinya pada 1983, sedangkan Palapa A-2 berakhir masa operasinya pada 1984. Akan tetapi, pemerintah Indonesia melalui Perumtel yang kini bermetamorfosis menjadi PT Telkom telah mengantisipasi umur satelit tersebut jauh hari dan sudah dipikirkan penggantinya, yaitu Palapa B-1 yang diluncurkan pada 17 Juni 1983. (Annual-Report-INDOSAT-2007).

Karena terjadi gangguan maka satelit Palapa B-1 berumur pendek yaitu hanya dua tahun. Untungnya, pemerintah sudah menyiapkan Palapa B-2 yang diluncurkan pada 2 Februari 1984. Akan tetapi, satelit tersebut masih bermasalah, sehingga tidak masuk pada orbit yang diinginkan dan kemudian hilang. Untuk itu, pemerintah segera meluncurkan satelit pengganti Palapa B2P pada 21 Maret 1987 yang masuk pada slot orbit 113 derajat Bujur Timur (BT). Setelah berhasil ditemukan Satelit Palapa B-2 yang hilang, diluncurkan kembali dengan nama Palapa B2R yang berhasil menempati slot orbit 108 derajat BT pada 14 April 1990. (Chong-Hung Zee, hlm. 14).

Pada 14 Mei 1992, diluncurkan lagi satelit Palapa B-4 yang berada pada slot 118 derajat BT. Setelah itu, Indonesia secara berturut-turut meluncurkan satelit Palapa C-1 pada 31 Januari 1996 yang menempati slot 113 derajat BT. Satelit Palapa C-1 kemudian digantikan Palapa C-2 yang bertipe 3 poros dengan 36 tansponder, masing-masing dengan lebar pita frekuensi (bandwith) 36 MHZ yang terbagi dalam 24 transponder C-band standar dengan daya 38 dBW (EIRP) dan 12 yang berusia 14 tahun. Satelit ini diluncurkan pada 15 Mei 1996 oleh Ariane-4 milik Arianespace yang masih dapat digunakan hingga 2011.

Pada 1993, didirikan PT Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) di bawah pengawasan PT Indosat. Satelindo beroperasi pada 1994 sebagai operator GSM. Pendirian Satelindo sebagai anak perusahaan Indosat menjadikannya operator GSM pertama di Indonesia yang mengeluarkan kartu prabayar Mentari dan pascabayar Matrix. Sebelumnya, PT Indosat Tbk. bernama PT Indonesian Satellite Corporation Tbk. (Persero) merupakan penyedia layanan telekomunikasi yang lengkap dan terbesar kedua di Indonesia untuk jasa seluler, seperti: Matrix, Mentari, dan IM3.

Indosat pada 31 Agustus 2009 berhasil meluncurkan satelit Palapa D untuk menggantikan satelit Palapa C-2 yang masa orbitnya berakhir sekitar 2010 sampai 2011. Satelit Palapa D beroperasi pada orbit 113 derajat BT yang sekarang masih ditempati satelit Palapa C-2. Masa operasi Satelit Palapa D 15 tahun, sedangkan satelit Palapa C-2 yang usinya tinggal menunggu waktu akan direlokasi ke orbit 150,5 derajat BT yang sebelumnya ditempati Palapa C-1. Satelit Palapa D dipesan dari Thales Alenia Space France (Perancis) dan diluncurkan dari Xichang Satellite Launch Center (XSLC), China menggunakan kendaraan peluncur Long March 3B buatan Beijing Talentway Technology Corporation China.

Dibandingkan Palapa C-2 yang hanya memiliki 36 tansponder, Satelit Palapa D jauh lebih banyak yakni 40 transponder. Dari 40 transponder tersebut, sekitar 40% digunakan untuk kepentingan dalam negeri. Sementara 60% lagi disewakan ke pihak luar Indosat, baik dari dalam mapun luar negeri yang menjangkau kawasan Asia hingga Afrika. Satelit Palapa D ini dapat menjangkau kawasan Asia, India, Jepang, dan Australia.

Sebagaimana diketahui bahwa satelit komunikasi menggunakan geosynchronous transponder yang beroperasi pada ketinggian 42.164 km dari pusat bumi atau 35.786 km di atas permukaan laut. Jika dilihat rata-rata peluncuran satelit di Indonesia maka satelit Palapa D menghabiskan dana sekitar $200 juta hingga $300 juta. Akan tetapi, amatlah disayangkan bahwa kepemilikan saham Indosat ternyata mayoritas berada di tangan asing.

Saat ini, Indosat dimiliki oleh Singapore Technologies Telemedia (STT) melalui Indonesia Communication Ltd sebanyak 39,96 persen. Kemudian, JP Morgan sebesar 8,38 persen serta Pemerintah Republik Indonesia sebesar 14,29 persen, sedangkan sisanya dimiliki oleh publik (Antara News, 21 Juni 2007). Saat ini, komposisi kepemilikan saham Indosat adalah: Qatar Telecom (65%), Publik (20,1%), serta Pemerintah Republik Indonesia (14,9%).

Apa arti kepemilikan Indosat di tangan asing ini? Artinya, Indonesia dikuasai oleh asing asing, bukan hanya aerospace-nya, melainkan juga dari segi teknologi komunikasi, ekonomi, dan sosial budaya. Seperti yang dicatat oleh National Research Council “… the end of the Cold War has forced aerospace companies to seek new markets for satellite technology, including direct-broadcast television and satellite-based cellular telephony (2010, hlm. 30).

Masyarakat kini hidup di era teknologi informasi yang secara radikal mengubah gaya hidup, sosial budaya, dan semua aspek kehidupan yang menurut Hitech Dimensions, Inc. (2002) digambarkan sebagai “is making its headway in virtually all aspects of the socio-economic environment” (hlm. 5).

***
Setelah era Perang Dingin seperti saat ini, negara-negara besar cenderung memasang kekuatan dengan menempatkan perusahaan-perusahaan aeroskop untuk mencari pasar baru bagi pembangunan dan penempatan teknologi satelit. Siapa yang menguasai teknologi informasi, dialah yang mempunyai power.

Indonesia di era Orde Baru berhasil meluncurkan satelit komunikasi Palapa yang menandai bahwa kita salah satu negara yang melek teknologi komunikasi. Akan tetapi, dalam perjalananannya, kepemilikannya yang berada di tangan asing sehingga asinglah yang mengontrol proses, transmisi, serta teknologi informasi di Indonesia.

Ke depan, kepemilikan saham tersebut haruslah lebih banyak dikuasai Indonesia. Indonesia dengan segenap kekuatan dan daya upaya harus dapat mengontrol aerospace-nya, selain terus-menerus meningkatkan kemampuan di bidang penguasaan infrastruktur teknologi informasi agar tidak dirugikan pihak asing.

Era Perang Dingin telah lewat. Kini menyongsong perang penguasaan aero-space. Inilah yang disebut-sebut sebagai datangnya era baru, yakni Globalisasi Versi ke-4.

Daftar Pustaka
Antara News. ( 21 Juni 2007). “Kepemilikan Saham Asing di Indosat Bertambah”.
Indosat. (2007). Annual-Report-INDOSAT-2007.
Chong-Hung Zee. (ed.). (1989). Theory of Geostationary Satellites. Dordrecht: Kluwer Academic Publishers.
Dalgleish, D.I. (1991). An Introduction to Satellite Communication. London: Peter Peregrinus Ltd.
"First time in History". The Satellite Encyclopedia. http:// www.tbs-satellite.com/tse/online/thema_first.html. diunduh 19 Maret 2010.
Hitech Why Do IT Projects Fail: And How to Avoid Such Failures.Dimensions, Inc. (2002).
McLuhan, M. (1964). Understanding Media: The Extension of Man. London: Routledge.
National Research Council. (2010). Bits of Power: Issues in Global Access to Scientific Data. Washington: National Academy Press.

Tidak ada komentar: