Jumat, 26 Maret 2010

CREATIVE WRITING: The Origin and the Raising in Indonesia Nowadays

Catatan awal:
Ini merupakan bagian awal buku saya ke-54, Principles of Creative Writing sebagai Mata Kuliah di Perguruan Tinggi yang sedang disiapkan penerbitannya oleh PT Indeks.


Pengertian
Apakah yang dimaksudkan dengan Creative Writing?

Creative writing ditilik dari etimologi berasal dari kata creative dan writing. Creative berasal dari kata Latin creatio yang berarti ciptaan, makhluk, alam ciptaan (K. Prent, dkk. 1969: 202). Adapun writing berarti tulisan.

Jadi, CW ialah tulisan terstruktur yang sarat dengan ide-ide baru (inovatif) yang menghibur, berguna, dan mencerahkan (bdk. Horatius, pujangga Romawi kuna yang menyatakan bahwa karya sastra (ars scribendi) yang baik mengandung dua unsur sekaligus yakni dulce (indah) dan utile (berguna).

Creative dapat dimengerti sebagai:
- Menggerakkan, membangun, mencipta, dan menghasilkan "karya kreatif“ dan inovatif.
- Mempunyai kemampuan, atau daya, untuk mencipta suatu karya imaginatif (a creative imagination).
- Konsep, desain, dan artwork dalam dunia periklanan.

The Oxford English Dictionary Online (2006) menganjurkan agar creative writing dipahami sebagai tulisan yang mengandung dimensi imaginasi dan intelegensi sekaligus: “...imaginative; exhibiting imagination as well as intellect, and thus differentiated from the merely critical, ‘academic’, journalistic, professional, mechanical, etc., in literary or artistic production. So creative writing, such writing” (3b)

The Random House Dictionary of the English Language (1969)
menggunakan creative untuk mengilustrasikan,”resulting from originality of thought, expression, etc..: creative writing.” “Imagination” receives this treatment: “ability to meet and resolve difficulties; resourcefulness (6)”.

Definisi tadi lantas diadopsi dunia akademik yang mengacu pada pengembangan thinking skills (keterampilan berpikir), melalui kegiatan creative writing.
Dalam sebuah tulisan kreatif, dapat direkonstruksi pemikiran penulisnya: alur, logika, validitas, kesahihan, kebenaran, maupun sudut pandangnya.
Karena itu, keterampilan menulis tidak dapat dipisahkan dari keterampilan berpikir.

Ruang Lingkup
Terdapat dua besar genre CW yang membedakannya dengan genre tulisan umum lain.Creative writing dapat dibagi menjadi dua bagian besar:
- creative fiction dan
- creative nonfiction.

Keduanya memiliki kesamaan, sekaligus perbedaan. Meski beragam, yang sama ialah keduanya bertumpu pada isi (content) yang hendak disampaikan dan cara penyampaian (tools) termasuk bahasa, EYD, dan teknik bercerita (story telling).
Dalam arti ini, menulis kreatif yang lebih kontemporer dan berorientasi pada komoditas yang secara tradisional disebut sebagai sastra mencakup berbagai genre tulisan. Praktik "menulis profesional" termasuk dalam penulisan kreatif dan seseorang dapat melakukan keduanya secara bersamaan.

Wikipedia
Sebelum menjelaskan CW, Wikipedia antara lain memberikan ilustrasi sebagai berikut, “In her work, Foundations of Creativity, Mary Lee Marksberry references Paul Witty and Lou LaBrant’s Teaching the People's Language to define creative writing. Marksberry notes: Witty and LaBrant…[say creative writing] is a composition of any type of writing at any time primarily in the service of such needs as:
1) the need for keeping records of significant experience,
2) the need for sharing experience with an interested group, and
3) the need for free individual expression which contributes to mental and physical health. (Marksberry, Mary Lee. Foundation of Creativity. Harper's Series on Teaching. (New York; London: Harper & Row, 1963), 39).

Ragam CW Nonfiksi
Tradisi pengajaran di perguruan tinggi di Inggris dalam kurikulumnya membagi CW dalam dua genre besar, yakni nonfiksi dan fiksi.
Adapun genre CW nonfiksi sebagai berikut.
- Article/opinion/essay (artikel/opini/esai)
- Travel essays (esai perjalanan)
- Book writing (buku)
- Column /personal essay (kolom/esai personal)
- Profiles (profil)
- Culture criticism (kritik budaya)
- Memoirs (memoir)
- Book/film/music review
- Ad-writing/copy writing
- Newsletter/leaflet/folder/flier/ booklet

Adapun genre CW fiksi sebagai berikut,
- Short story writing (cerita pendek)
- Novella writing (novella)
- Novel writing (novel)
- Comic writing (cerita komik)
- Drama writing (drama)
- Poetry writing (puisi)
- Scenario writing (skenario)
- Screen writing (stage/comic)
- Song writing (syair lagu)

Ruang lingkup dan ragam tulisan kreatif dapat saja diperluas lagi, asalkan tetap berada dalam jalur sebagaimana telah didefinisikan. Yakni ragam tulisan apa saja, fiksi atau non-fiksi, yang proses kreatifnya berlangsung di luar garis profesional pada umumnya, jurnalistik, akademik, dan bentuk-bentuk teknis sastra. Karya-karya yang termasuk dalam kategori ini meliputi sebagian besar novel dan epik, serta cerita pendek dan puisi.

Dalam Academic Goal-nya, Department of Creative Writing, Korea University mendefinisikan creative writing sebagai berikut, “Creative writing is considered to be anywriting, fiction or non-fiction, that goes outside the bounds of normal professional, journalistic, academic, and technical forms of literature. Works which fall into this category include most novels and epics, as well as many short stories and poems.”

Tidak mungkin dalam perkuliahan satu semester, 3 SKS, dan 14 kali tatap muka untuk menjelaskan, membahas, dan melatih mahasiswa mengumpulkan bahan dan menulis semua ragam CW. Oleh karena itu, dipilih ragam yang benar-benar dasar dan menjadi prasyarat menulis ragam yang lain. Artinya, dengan menguasai dan terampil menulis salah satu maka penguasaan dan keterampilan yang sama dapat pula digunakan untuk menulis ragam yang lainnya. Mengapa? Karena sesungguhnya proses kreatif sama saja. Yakni mulai dari tahap invention, sampai dengan tulisan siap-saji, semua penulis mengalami dan harus melalui tahap yang sama.

Unsur pokok dalam tulisan
Akar kata tulisan adalah “tulis”. Kemudian mendapat prefiks ke-an yang berarti: ada huruf (angka dsb.) yang dibuat (digurat) dengan pena (pensil, cat, dsb. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), 2001: 1219).

Sekurang-kurangnya, terdapat dua unsur dalam tulisan:
- Terdapat pesan (sesuatu) yang hendak dikomunikasikan, atau disampaikan, kepada orang lain.
- Sebagai pelengkap (tulisan), ada kegiatan yang menyertainya, seperti: menggurat, mengukir, menakik, menulis, dan mencetak.

Sejarah creative writing
Menulis kreatif, sebagai sebuah istilah, ditemukan pada abad ke-19 untuk mengekspresikan gagasan bahwa sudah ada praktik menulis, dan kemudian berkembang menjadi penulisan kreatif. Dengan menggunakan hanya “menulis” saja dirasakan istilah tersebut sudah kehilangan makna sehingga kini menulis kreatif identik dengan menulis fiksi atau puisi, sebagai lawan untuk menulis nonfiksi. Yang tidak pernah berubah dalam evolusi makna “menulis” ialah bahwa di dalamnya terkandung kreativitas dalam pengertian utama dari kata “tulisan” yang inventif.

Ralph Waldo Emerson, penulis besar Amerika dan salah satu orang pertama yang menggunakan istilah "penulisan kreatif." Dalam Orasi Phi Beta Kappa tahun 1838, ia menyatakan bahwa "Memang ada penulisan kreatif seperti halnya membaca kreatif." Membaca kreatif berarti tindakan yang dinamis, seorang pembaca yang membaca untuk hidup, membaca dengan keterlibatan penuh. Dengan cara ini, seseorang akan masuk dan merasuk ke dalam seluruh isi buku. Demikian juga menulis kreatif, seseorang menulis dan menghayati isi tulisannya dan akhirnya dapat hidup dari tulisan-tulisan yang dihasilkannya.

Jika ditelusuri ke belakang, creative writing berawal dari tradisi oral dan menggambar pada dinding dan gua-gua yang teknik maupun cara berceritanya bertumpu pada story telling. Pada zaman dahulu, ketika media untuk menulis masih di batu, dinding, daun lontar, dan kulit binatang; menulis kreatif belum dapat seluruhnya diungkapkan melalui tulisan. Namun, cerita dan gambar yang ditulis (visual dan verbal) itu dikisahkan berulang-ulang dalam suatu keluarga untuk mengajarkan moral, etika, perilaku budaya, harapan, dan memberikan hiburan. Ketika kertas dan teknik cetak-mencetak ditemukan, tradisi bercerita secara oral perlahan-lahan bergeser.

Kemudian, datanglah era radio dan televisi. Teknik story telling masih digunakan, meski dikemas lebih singkat sesuai dengan karakter media penyampaiannya. Dan kini, di zaman era digital, story telling pun tetap sama dari segi teknik.

Di Inggris, selama Victorian Era (Masa Ratu Victoria berkuasa dari Juni 1837 hingga wafat pada Januari 1901), tulisan-tulisan kreatif menjadi salah satu faktor hiburan paling populer. Ini merupakan masa ketika penulis baru mulai muncul satu per satu dan menulis dalam gaya yang unik dan baru dalam genre.

Kecenderungan yang kita alami dari sekitar setengah abad yang lalu sampai sekarang di mana penulis baru (biasanya kaum muda amatir) mulai menunjukkan bakat dan mencoba menerbitkan karya-karya mereka, bahkan menerbitkan sendiri (self publisher). Sesuatu yang sebelumnya hanya dilakukan kaum cerdik cendikia, seniman, dan filsuf dan hanya kaum inilah yang terampil menulis cerita. Inilah kecenderungan sastra di mana semua orang dapat menulis praktis untuk segala ragam. Alat yang paling sering digunakan untuk menulis pada waktu itu adalah mesin ketik. Kemudian, menulis kreatif mulai berkembang sehingga karya sastra dan karya jurnalistik bersinggungan dan para pakar mulai membuat definisi ulang dan membuat garis-garis pembeda antarkeduanya.

Setelah itu, datang era komputer. Pada saat itu, media untuk menulis mengganti pena dan kertas dengan keyboard dan monitor, dan orang menulis menggunakan DOS atau yang lebih maju Microsoft Office Word untuk mengetik cerita-cerita mereka.

Kini kita hidup di era kemajuan teknologi yang cepat. Manusia diperkenalkan dengan apa yang dianggap sebagai salah satu penemuan yang paling hebat sepanjang masa: internet. Dengan menggunakan media ini, dunia penulisan kreatif telah mengalami lompatan yang lebih jauh. Hari ini, bukan hanya penulis, bahkan penggemar dapat mempublikasikan karya-karya mereka secara online. Ini membuat menulis pada umumnya, dan khususnya menulis kreatif, menjadi lebih universal. Siapa pun dapat menjadi penulis. Namun, tetap saja terdapat perbedaan antara menulis sebatas hobi (amatir) dan penulis profesional.

Tidak lama kemudian, situs yang menerima kiriman amatir online cerita mulai muncul, situs ini mengumpulkan cerita dari seluruh dunia dan menyimpannya dalam sebuah database online yang dapat diakses dari mana saja di seluruh dunia. Salah satu situs tersebut adalah Writing.com, yang tidak hanya tempat untuk membaca dan menulis, tetapi juga tempat untuk bersosialisasi dan mendiskusikan berbagai hal, tidak hanya sebatas hobi tetapi juga sebagai profesi yang menjanjikan.

Proses kreatif menulis
Sebaiknya dibedakan terminologi antara menulis dan mengarang. Mengapa? Sebab, dilihat dari proses kreatifnya, keduanya berbeda. Menulis ialah proses kreatif menghasilkan tulisan nonfiksi, sedangkan mengarang ialah proses di dalam menghasilkan tulisan fiksi.

Menulis dapat distrategikan, tidak harus menunggu ide datang. Jika tahap invention (menemukan ide atau topik yang hendak ditulis) sudah dilakukan, sementara bahan-bahan sudah siap maka proses menulis sudah dapat dimulai. Sementara mengarang kerap harus menunggu ilham datang karena namanya juga mengarang maka proses penciptaannya jauh lebih rumit dan memakan waktu. Akan tetapi, dilihat dari proses kreatif atau mata rantai penciptaan, baik menulis maupun mengarang sama saja. Proses kreatif menulis dan mengarang hampir sama dengan proses retorika.

Proses kreatif, hingga dihasilkannya sebuah tulisan yang baik, dapat diibaratkan dengan membangun sebuah rumah. Dari mulai membangun fondasi hingga finishing, sebuah rumah melalui tahap-tahap penyelesaian. Ketika sudah jadi, materi atau bahan rumah itu tidak lagi terpisah, melainkan menjadi satu kesatuan yang utuh. Sementara topik tetap fokus, tidak melebar, sebagaimana tampak dalam gambar berikut ini. Gaya selingkung Tempo menyebut kesetiaan pada topik ini sebagai “unting-unting”.

1. Invention (mencari/menemukan)
2. Collection (mengumpulkan)
3. Organization (mengorganisasikan)
4. Drafting (menulis/
membuat draft)
5. Revising (merevisi)
6. Proofreading (memeriksa cetak
coba/pruf)

Perkembangan CW di Indonesia
Creative writing (CW) bagi kalangan tertentu masih merupakan istilah yang baru. Hal ini tidaklah mengherankan sebab di kalangan perguruan tinggi pun silang pendapat mengenai substansi dan ruang lingkupnya pada awal mula menjadi perdebatan hingga akhirnya bersepakat untuk bersepakat. Pada awal mula, penulis besar seperti Allen Tate pun masih gamang dengan istilah CW sampai akhirnya mencapai titik temu ihwal materi kuliah yang harus diajarkan di perguruan tinggi.
Ihwal kegamangannya hingga mengusulkan nama lain untuk CW, Allen Tate menulis hal yang berikut,

“I shall direct my remarks chiefly to the teaching, in the college and the university, of what has become known as Creative Writing. The extend to which this literary activity may be part of the high-school curriculum I do not know. The conditions under which it may be permissible to offer it in college seem to me not to exist in the high school; it is not certain that the college itself meets these conditions. For without a certain maturity in the grammatical disciplines, which I believe the high school abandoned, Creative Writing mat take for moral self-indulgence, even for an ignorant self-esteem, in the adolescent, and writing may later become the verbal equivalent of his kindergarten finger-painting, as a mode of self-expression. When one thinks of a certain child prodigies in the history of literature –Chatterton, Rimbaud, Radiguet—one may forget that most them, like Rimbaud at sixteen was better educated for a literary career than the American college graduate at twenty-two; and he never had a course in Creative Writing.
The scepticism indicated by the foregoing reservations I must now proceed to quality; for the problem of Creative Writing is not simple, or certainly not simple enough to invite total abolition as the solution. Creative Writing is here to stay, at east for a long time.

To find out why the writing of fiction and verse has come to be called “creative” and ascertain when the adjective creative was first so used, would be an enlightening piece of historical research. When I went to Princeton in 1939 to take charge of the writing section of the newly established Creative Arts Program, I asked Dean Christian Gauss if we might change Creative Writing to Imaginative Writing, and he said he feared non –it had been announced as “Creative,” and the change would be confusing. So it would have been; and the name for this activity, as well as the activity itself, is here to stay, however disconcerting it may be for the student to instructor to pretend to be the surrogate of God.
It is my impression, since I have no historical information, that the academic program in creative writing had its modest origin, or had it obscure forerunner, in practical courses in the writing of the Short Story, offered as vocational training by some universities or as a commercial know-how by self-appointed masters who ran adverdisements…..”

Sementara itu, dalam Academic Goals Korean Univesity dijelaskan yang berikut ini,
“Creative writing is considered to be anywriting, fiction or non-fiction, that goes outside the bounds of normal professional, journalistic, academic, and technical forms of literature. Works which fall into this category include most novels and epics, as well as many short stories and poems.

Creative writing ialah terminologi untuk menyebut ragam tulisan apa saja, fiksi maupun non-fiksi, berbagai ragam tulisan di luar yang lazim digolongkan ke dalam tulisan “ profesional”, di luar laporan jurnalistik, karya akademik, dan bentuk-bentuk teknis sastra. Karya-karya yang termasuk dalam kategori ini meliputi sebagian besar novel dan epik, berbagai cerita pendek, dan puisi.

Kurikulum Creative Writing di perguruan tinggi dirancang agar mahasiswa mengembangkan keterampilan dan keahliannya. Melalui aktivitas dan proses menulis berbagai ragam tulisan, mahasiswa menjadi ahli dalam bidang creative writing, baik sebagai praktisi maupun sebagai konsumen (pembaca), sembari mereka secara terus-menerus meningkatkan teknik-teknik penulisan.

Sebagaimana dikesankan oleh Allen Tate, hakikat kreatif memang mengacu pada “pencipta”. Ini benar sekali! Karena itu, Christian Gauss, profesor sastra sekaligus kritikus sastra yang waktu itu Dekan College at Princeton University, bergeming.

Akan tetapi, serta merta harus diberi catatan. Pencipta dalam konteks menulis, bukan bermaksud untuk menyamai Sang Pencipta sebagaimana konsep dan pemahaman agama-agama. Yang hendak diambil ialah metafora dalam proses penciptaan itu, yakni bahwa tulisan haruslah lahir dari kreativitas, daya cipta yang luar biasa, orisinal, lagi pula sarat dengan manfaat sehingga manakala dimunculkan ke luar penuh daya dan mencerahkan.

Semula, Allen bermaksud mengganti istilah “creative” dengan “imaginative” ketika mengajukan pertanyaan pada Christian Gauss. Sebab, menurut hematnya, imaginative “…disconcerting it may be for the student to instructor to pretend to be the surrogate of God.”

Kendati sejak lama menggunakan dan menggugat terminologi creative writing, bukan Allen Tate atau Christian Gauss yang dicatat sebagai orang yang pertama memperkenalkan istilah creative writing, tetapi pencetusnya adalah Ralph Waldo Emerson pada Orasi Phi Beta Kappa tahun 1838 di depan para sarjana Amerika Serikat.

Program studi

Program penulisan kreatif biasanya tersedia untuk para penulis dari tingkat sekolah tinggi hingga program pascasarjana. Secara tradisional, program ini terkait dengan departemen bahasa Inggris di sekolah masing-masing, tapi gagasan ini telah ditentang pada waktu belakangan ini semakin banyak program menulis kreatif berputar dari departemen mereka sendiri.

Kebanyakan pendidikan menulis kreatif untuk mahasiswa di perguruan tinggi adalah Bachelor of Fine Arts (BFA). Beberapa terus mengejar gelar Master of Fine Arts in Creative Writing (MFA), gelar tertinggi di bidang ini. Merupakan sesuatu yang masih langka gelar Ph.D. di bidang creative writing karena lebih banyak penulis mencoba untuk menjembatani kesenjangan antara studi akademis dan nilai-nilai artistik.

Para penulis kreatif biasanya menekankan perhatian baik pada ragam penulisan fiksi maupun puisi dan mereka biasanya mulai dengan cerita pendek atau puisi sederhana. Mereka kemudian membuat jadwal berdasarkan penekanan ini termasuk kelas sastra, pendidikan kelas dan kelas-kelas lokakarya untuk memperkuat keterampilan dan teknik bercerita dan teknik menulis.

Meskipun mereka memiliki program-program studi di bidang film dan teater, naskah film dan penulisan drama telah menjadi lebih populer pada program menulis kreatif, seperti program menulis kreatif berusaha untuk bekerja lebih erat dengan program film dan teater serta program-program bahasa Inggris. Mahasiswa dalam kelas menulis kreatif didorong untuk terlibat dalam penulisan ekstrakurikuler berbasis kegiatan, seperti penerbitan klub, sastra berbasis majalah atau surat kabar, sayembara menulis, menulis koloni atau konvensi, dan kelas-kelas pendidikan diperluas.

Menulis kreatif juga mendapat tempat di luar universitas atau sekolah formal lembaga. Sebagai contoh, penulis Dave Eggers mendirikan kelas 826 inovatif Valencia di San Francisco tempat orang-orang muda menulis dengan penulis profesional. Di Inggris, Arvon Foundation menjalankan sepanjang minggu kursus menulis kreatif di empat rumah-rumah bersejarah.
Di Indonesia, CW masih cukup asing. Baru segelintir kalangan yang mengenal dan memahaminya secara baik dan benar. Bahkan, di kalangan akademis pun istilah dan ruang lingkupnya kerap kabur dan belum seutuhnya dipahami.

Karena belum menjadi Departemen atau Fakultas sendiri maka CW di Indonesia baru sebatas mata kuliah (MK) yang masih umum. Itu pun belum semua Fakultas Ilmu Komunikasi dan Fakultas Seni dan Desain menyedikan ataupun memberikan MK ini. Perguruan tinggi yang sudah menyediakan MK ini pada umumnya mengutamakan topik tertentu, dengan pengandaian bahwa topik yang lain dapat didalami dan dipelajari mahasiswa di luar kegiatan tatap muka.

Sebenarnya, topik-topik perkuliahan CW tidak ada yang sama sekali baru. Ia merupakan perluasan dari ragam penulisan yang telah berkembang pesat sejak tahun 1970-an. Bahkan, boleh dikatakan sebagai lanjutan dari proses kreatif menulis secara lebih luas yang sudah dimulai ketika di bangku sekolah dasar.

Jadi, tidak ada yang sama sekali baru! Hanya karena ilmu berkembang maka pengelompokannya pun menyesuaikan dengan perkembangan. Dan CW kini sudah cukup menjadi cabang ilmu sendiri, sehingga di banyak universitas menjadi fakultas tersendiri dengan gelar yang juga spesial. Dengan gelar yang dikeluarkan Departemen Creative Writing, orang menjadi mafhum kompetensi lulusannya.

Keluaran
Menulis kreatif dianggap oleh beberapa akademisi (terutama di Amerika Serikat) sebagai perpanjangan atau perkembangan dari disiplin ilmu sastra seperti diterapkan di Inggris, meskipun diajarkan di seluruh dunia dalam banyak bahasa. Disiplin bahasa Inggris secara tradisional dilihat sebagai studi kritis terhadap bentuk-bentuk sastra, bukan bentuk-bentuk penciptaan (proses kreatif) sastra. Beberapa akademisi melihat penulisan kreatif sebagai tantangan untuk tradisi ini. Di Inggris dan Australia, serta di Amerika Serikat dan seluruh dunia, menulis kreatif dianggap sebagai disiplin tersendiri, bukan cabang dari disiplin ilmu yang lain.
Sesudah mengikuti kuliah Creative Writing, mahasiswa diharapkan menguasai multikecerdasan, tidak hanya memperoleh keterampilan menulis. Beberapa nilai dasar berikut ini akan diperoleh mahasiswa setelah menyelesaikan perkuliahan CW.
1. Memperkaya pengalaman hidup si pembelajar melalui materi, isi, dan wilayah ilmu creative writing.
2. Mengasah keterampilan menulis karya lain, misalnya menulis karya ilmiah (academic writing).
3. Merangsang pemikiran out-of-the-box dan membantu pembelajar untuk memecahkan masalah secara kreatif.
4. Memupuk dan mengembangkan imaginasi.
5. Mendorong budaya membaca.
6. Mendorong dan merangsang pengembangan diri.
7. Menciptakan masyarakat yang mendukung proses belajar menulis kreatif di luar pendidikan formal.
8. Memberikan makna pada kehidupan si pembelajar.

5 komentar:

R. Masri Sareb Putra mengatakan...

Salam kenal juga. Ya, Creative Writing itu ilmu baru, di tempat lain menjadi Fakultas, dengan keluaran gelar Master in Fine Arts. Di UMN, saya bersama Kristy Nelwan (novelis dan penyiar radio) pengajarnya. 10 Mei akan dilaunching di UMN, lihat blog ini. Akan say akirim ke alamat Anda, bukunya lebih dari 200 halaman. ke mana?

Ya, mata kuliah itu menyenangkan. Ada juga buku saya 101 hari menulis dan menerbitkan novel sebagai salah satu acuan.

Unknown mengatakan...

Mas Masri, terima kasih atas tanggapanya. Semoga acara peluncuran bukunya berlangsung sukses hari ini.

Kalau tak berkeberatan, mohon dikirimkan satu contoh, untuk saya perkenalkan kepada mahasiswa.
Alamat saya (Via Makassar):

Stepanus W. Bodo
Apt. Obat Sehat.com
Jl. Gunung Merapi 214
Makassar 90114
Tlp. 0411 322512

terima kasih, sukses selalu

R. Masri Sareb Putra mengatakan...

OK, segera saya kirim sebagai free sample. Di Univ. kami, MK ini 3 SKS dan termasuk core di jurusan jurnalistik --sesuai dengan usulan Molly Blair.

Bbrp bab terpilih akan saya posting di blog, bisa digunakan untuk kuliah. Sama dengan bukunya.

Unknown mengatakan...

Okey, terima kasih banyak Mas Masri. Semoga semakin berkontribusi pada pengembangan Creative Writing di perguruan tinggi kita.

salam "hot" dari Palu

R. Masri Sareb Putra mengatakan...

buku sdg naik cetak. Akan saya kirimkan free sample. Tolong sekalian promo di kampus Anda, jika perlu pesan bbrp nanti untuk koleksi di perpus. Komentar Anda bagus, akan saya sisipkan satu dua kalimat di sampul belakang. Boleh kan?