Sabtu, 24 Juli 2010

The Flying Geese

26 Juli 2010 menjadi hari istimewa buat saya. Mengapa? Pada hari itu, saya reborn. Saya kembali duduk menjadi mahasiswa program magister komunikasi Universitas Pelita Harapan, yang berkampus di Plaza Semanggi, Jakarta. Ketua Program, Prof. Tjipta Lesmana adalah guru saya nantinya.

Saya berharap, Pak Tjip layaknya pemimpin dalam formasi "The Flying Geese" yang menarik maju para mahasiswa mencapai kemenangan (victory), yakni academic excellent, sama seperti dia.

***
Saya tak akan berkisah ihwal studi lanjut itu. Saya hanya berbagi mengenai flying geese. Tahun 1990-an, saya kerap mengikuti seminar internasional di CSIS. Pak Hadi (Hadisusastro) dan Bu Mary (Mari Elka Pangestu) kala itu sangat berpengaruh. Seingat saya, memperingati Pang Lay Kim, Bu Mary menjadi pembicara kunci. Lalu salah satu ekonom Jepang tampil waktu itu sebagai narasumber. Seringat saya, Kenichi Ohmae.

Pada saat itulah, saya mafhum istilah flying geese, dari Pak Hadi.

***

Istilah “flying geese” pertama muncul dari ekonom Jepang, Kaname Akamatsu pada era 1930-an dalam tulisannya yang dimuat di media Jepang, dan selanjutnya dipresentasikan dalam dunia akademik sesudah Perang Dunia II pada 1961 dan 1962 di Inggris.

Khasanah ini pun serta merta diadopsi dunia ekonomi karena sangat menarik dan dapat menjelaskan pertumbuhan dan perkembangan ekonomi suatu kawasan --suatu model yang di kemudian haru dapat menjelaskan ihwal integrasi ekonomi kawasan dan pasar bersama yang sokong-menyokong.

Apakah model angsa terbang atau The Flying Geese (FG)? Model ini coba menjelaskan industrialisasi ekonomi yang terlambat dari dari tiga aspek.

Pertama, intra-industri: yakni pengembangan produk dalam suatu negara berkembang dengan satu industri yang tumbuh lebih dari tiga seri kurva, misalnya impor (M), produksi (P), dan ekspor (E).

Kedua, inter-industri: sekuensial kinerja dan pengembangan industri di negara berkembang tertentu, dengan industri yang terdiversifikasi dan upgrade dari barang-barang modal dan atau dari produk sederhana ke yang lebih canggih.

Ketiga, aspek Internasional: relokasi industri proses berikutnya dari lanjutan untuk negara-negara berkembang selama proses terakhir untuk mengejar ketertinggalannya.

Konsep Kaname Akamatsu ini kemudian dikembangkan dan semakin disempurnakan oleh ekonom Jepang, Saburo Okita (1914-1993). Mantan menteri luar negeri Jepang era 1980-an ini memberikan kontribusi besar karena memperkenalkan model FG ke masyarakat dunia, termasuk ke dunia politik dan bisnis.

Dengan demikian, kawasan-kawasan transmisi dari industrialisasi FG didorong perkembangannya oleh proses ketertinggalan melalui diversifikasi atau rasionalisasi sektor industri. Hal ini menjadi sangat terkenal dan menjadi motor dan mofdel pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia.

Lebih jelas dan sistematis, Dr. Saburo Okita mempresentasikan model Flying Geese pada “The 4th Pacific Economic Cooperation Council Conference di Seoul, 1985”. Yang menarik, ia memaparkan secara terperinci –yang kemudian memesona peserta konferensi sehingga menerima konsepnya sebagai sebuah model—ialah penggambarannya tentang pertumbuhan ekonomi kawasan mengikuti formasi angsa terbang.

Inilah model pertumbuhan ekonomi angsa terbang di Asia yang di dalamnya dapat kita lihat formasi sektor-sektor industri. Jepang sebagai pemimpin dalam formasi angsa terbang ini “menarik maju” sesama negara kawasan Asia, utamanya negara industri baru (NIEs) dan ASEAN. Sebagaimana tampak dalam gambar, kawanan angsa terbang membentuk V dan memang mereka sedang terbang, bergerak ke pencapaian tertentu.

Terbukti bahwa ekonomi negara industri baru di Asia tumbuh secara akseleratif, sebagai contoh Taiwan, Korea, dan Singapura. Percepatan laju pertumbuhan ekonomi kawasan ini menarik negara-negara di kawasan Asia Tenggara, sehingga Malysia, Thailand, Filipina, dan juga Indonesia.

Kibasan sayap Jepang dan NIES secara aeoridinamis menarik kawanan angsa di kawasan Asia, sehingga laju pertumbuhan ekonominya pun mengikuti sang pemimpin dalam formasi victory. Berikut ini struktur transformasi di kawasan Asia dalam formasi angsa terbang sebagaimana diperkenalkan Saburo Okita.

Karena terjadi percepatan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan bangsa-bangsa Asia, di mana sumber daya alam, budaya, agama, dan warisan sejarah saling memberikan kontribusi yang nyata dengan Jepang sebagai yang terdepan. Dengan demikian maka pola integrasi ekonomi pada model Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) lantas dilihat sebagai “keluar dari kotak” karena terdiri atas negara-negara yang boleh dikatakan tingkatan ekonominya kurang lebih sama. Namun, justru inilah keragaman model teori ekonomi dan pembangunan karena setiap teori atau model memunyai kekhasannya masing-masing dan dapat dimanfaatkan untuk menjelaskan fenomena yang ada.

Tidak ada komentar: