Seorang jenderal pada 2005 menulis buku berjudul The Willingness to Change. Soemarno Soedarsono, penulis buku tadi, menyimpulkan bahwa perubahan diawali dengan mengubah diri sendiri. Mula-mula ada hasrat yang kuat untuk berubah. Setelah itu, perubahan akan menggelinding bagai bola salju. Makin lama makin cepat dan besar, lalu menerpa dan memengaruhi orang sekitar.
Saya setuju dengan tesis Soemarno, tetapi ingin menambahkan sesuatu. Untuk itu, izinkan saya meminjam puisi termasyhur gubahan pujangga kenamaan, William Blake (1757 - 1827). Larik yang menurut saya bukan saja indah, tetapi juga sarat dengan muatan filosofis. Bernas, sekaligus cerdas.
To see a world in a Grain of Sand,
And a Heaven in a Wild Flower,
Hold Infinity in the palm of your hand,
And eternity in an hour.
Untuk melihat dunia di antara butir pasir,
Dan surga di sela-sela bunga liar,
Genggam sesuatu yang nirbatas pada telapak tangan Anda,
Dan keabadian dalam waktu satu jam.
Saya ingin mengajak Anda merenungkan kalimat yang menyangkut garis tangan, “Genggam sesuatu yang nirbatas pada telapak tangan Anda (the palm of your hand).” Ternyata, garis tangan (0) kita ketika menggenggam menyimpan potensi yang nirbatas (hold infinity). Artinya, jika saja potensi yang nirbatas itu digali, dikembangkan, dan diarahkan, maka sudah cukup sebagai bekal dan pegangan hidup. Masalahnya, banyak orang kurang menggali dan memaksimalkan potensi yang ada dalam dirinya.
Jika potensi itu sudah sepenuhnya diberdayakan, maka niscaya Anda akan “see a world in a Grain of Sand, and a Heaven in a Wild Flower.” Akan halnya garis tangan yang di luar cukup melengkapi dan sebagai cadangan energi untuk mengarungi bahtera kehidupan.
Jadikan sebagai kapal sekoci atau sampan ketika bahtera Anda oleng lalu karam tenggelam untuk tetap bertahan, mengapung, dan bermain-main di atas samudera kehidupan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar