Rabu, 15 Desember 2010

60 Management Gems




Permata adalah nama umum untuk menyebut batu mulia. Sementara berlian salah satu di antara batu mulia berwarna indah itu. Karena ada kemiripan, sama-sama multifacet dan indah, tidaklah mengherankan jika pujangga tersohor berkebangsaan Inggris, Daniel Defoe mengibaratkan jiwa manusia bagai permata. Ia pun berujar, “The soul is placed in the body like rough diamond, and must be polished, or the luster of it will never appear.”

Karena sejak dini menyukai dan mendalami berlian, Susanto lalu terbisa menerapkan terminologi khas dunia perhiasan, khususnya berlian, dalam dunia manajemen. Misalnya, manusia dalam perusahaan diibaratkannya sebagai berlian yang perlu selalu dipoles agar memunculkan kekuatan dan potensinya.

Tentu saja, hal yang seperti ini tidak ditemukan pada konsultan manajemen lain. Pilihan kata konsultan biasa kerap diformulasikan semata-mata tertuju pada ranah akal, kurang menyentuh hati. Tidak demikian Susanto. Dengan racikan indah dan berguna –yang dalam istilahnya substance and style-- ia memandang manusia dalam perusahaan dengan mata hati berlian.

Dalam dunia manajemen, sumber daya manusia kerap disebut human capital resources. Artinya, manusia dimuliakan di atas sumber daya lain. Khazanah berlian pun demikian. Ada ungkapan, “Intan berlian jangan dipijakkan.” Ungkapan ini menggambarkan bahwa suatu yang berharga jangan direndahkan. Semua orang tahu bahwa berlian ialah benda berharga. Akan tetapi, hanya sedikit yang mafhum melambangkan apakah intan yang diasah baik-baik, hingga indah kemilau cahayanya ini?

Berlian bernilai investasi tinggi. Selain itu, berlian pun mudah dibawa-bawa dan bisa diperjualbelikan di berbagai negara. Namun, tak semua berlian layak dikoleksi. Bagaimana cara memilihnya?

Menurut Susanto, yang juga seorang gemologist, yang mendasari berlian berharga mahal adalah tergantung dari 5-C yaitu, Carat (karat), Cutting (potongan), Clarity (kejernihan), Color (warna), dan Certificate (sertifikat). "Namun, yang lebih menonjol untuk membeli berlian hanya empat C, yakni besar kecilnya karat, banyaknya potongan, kejernihannya, dan warnanya yang putih,” jelasnya.

Menyadari pentingnya kedudukan dan fungsi buku, Susanto menjunjung tinggi buku. Buku pertama yang menandai hari ulang tahunnya ke-49 pada 09-09-1999 berjudul The Corporate Doctor: Biografi Profesional DR. A.B. Susanto.

Yang menarik, meski berbentuk biografi, isi buku tidak melulu mengenai pribadi Susanto. Ini menarik, sebab lazimnya sebuah biografi mengisahkan riwayat hidup dan perjalanan seseorang. Bahkan, kerap lebih menonjolkan aspek-aspek tertentu ketimbang cukup proporsional menyajikan fakta dan data apa adanya. Dalam biografi orang cenderung menonjolkan kisahnya sendiri (his story) ketimbang sejarah (history) yang dapat mengajarkan kebenaran dan menuntun orang pada kebaijkan.

Memasuki usia emas 50 tahun, Susanto pun menerbitkan buku berjudul 50 Tahun Simfoni Kehidupan DR. A.B. Susanto. Tradisi menandai hari jadi dengan buku masih berlanjut ketika Susanto memasuki usia ke-59, yang pada September 2009 kembali menerbitkan dan meluncurkan buku berjudul Dulce et Utile: Biografi Profesional DR. A.B. Susanto, The Corporate Doctor.
Tentu saja, menerbitkan dan meluncurkan buku pada peringatan tertentu adalah sesuatu yang baik. Tradisi yang di luar negeri sudah sangat lazim, namun di negeri kita para tokoh anutan yang berhasil di bidangnya atau para pebisnis jarang membukukan kisah sukses dan pengalaman mereka agar dapat dipetik dan menginspirasikan orang lain.

Sebagai contoh, pendiri dan pemilik Wal-Mart, Sam Walton berbagi success story mengenai bisnis ritel. Para pesebakbola berbagi pengetahuan, pengalaman, dan opini mereka kepada khalayak. Bill Clinton juga menulis biografi, sementara para artis top dunia juga menulis dan meluncurkan biografinya agar pengalaman dan perjuangan mereka mencapai peak dalam hidup dapat dipetik, diterapkan, dan menginspirasi banyak orang.

Memetik khasanah dan metafora berlian, buku ini ditulis. Didorong semangat untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan kepada khalayak, coba dihidangkan 60 tulisan dalam buku ini. Bukan saja untuk menandai Susanto memasuki usia ke-60, boleh dikatakan bahwa terbitnya buku ini merupakan suatu upaya untuk mendokumentasikan pengetahuan yang mengkristal melalui pengalaman. Sebab, pengalaman dan pengetahuan yang tidak ditulis dan tidak didokumentasikan, akan berlalu ditelan waktu. Dengan demikian, penulisan dan penerbitan buku ini by design.

Dalam hal ini, kami teringat betapa ribuan tahun lalu upaya seperti ini sebenarnya sudah dilakukan. Para filsuf di tanah Yunani sudah biasa mengabadikan pemikiran-pemikiran, refleksi, pengetahuan, pengalaman, pengamatan, dan ajaran mereka.
***
SEPANJANG garis hidup dan selama karier kepenulisan kami, maka inilah buku paling tebal yang pernah kami hasilkan. Susanto, sejak buku perdana terbit tahun 1997, sudah menulis dan menerbitkan lebih dari 40 judul buku. Salah satu yang tebal adalah Family Business, 532 halaman. Sementara Masri, sejak buku perdananya terbit tahun 1987 (novel) juga baru kali ini juga menulis buku yang tebal.

Menulis buku tebal adalah sesuatu yang lain, sedangkan menulis buku yang berbobot hal yang lain lagi. Kami berusaha menghidangkan yang buku tebal dan berbobot sekaligus. Ditilik dari segi kreativitas dan produktivitas, maka inilah salah satu puncak prestasi kami dalam menulis.

Meski ide-idenya sudah lama kami didiskusikan, secara resmi proyek penulisan buku ini berjalan efektif praktis enam bulan berselang.

Yang menarik, proses penulisannya berlangsung begitu spontan dan demikian cepat. Kendati ide pokok atau gagasan orisinal buku ini datang dari Susanto, Masri mengembangkannya, dan kemudian memberikan sentuhan akhir sehingga bukan saja berguna tetapi juga enak dibaca. Kerja sama penulisan buku ini sekaligus membuktikan hipotesis kami bahwa kerja sama dalam tim yang anggotanya kecil, bahkan hanya dua, sangat efektif dan efisien.

Kami yakin bahwa buku bukanlah pertama-tama dilihat dari bentuknya, yakni kertas yang ditulisi kata-kata dan kalimat, ditintai, dicetak, dijilid rapi, didistribusikan, sampai ke tangan konsumen, lalu dibaca. Lebih dari itu, sebuah buku yang baik ialah yang terdiri atas gagasan-gagasan yang orisinal, menantang, mengajak orang berefleksi, memberikan inspirasi, mencerahkan, membimbing, memberitahu, dan menuntun ke jalan yang benar.

Buku yang baik ialah yang idenya utuh, tidak tumpang tindih, sistematis, saling berkorelasi satu sama lain dan memang sengaja ditulis dalam bentuk buku. Jadi, sebuah buku yang komplet ialah yang substansi dan style-nya menyatu. Isi dan format bentuknya isi-mengisi, yang satu tidak dapat menafikan dan meniadakan yang lain. Kumpulan berbagai tulisan yang tercecer-cecer, tidak saling korehen, apalagi di dalamnya tidak ada satu kesatuan gagasan yang utuh dan sistematis, bukanlah sebuah buku yang baik.

Mengacu pada definisi di atas maka dapat dikatakan bahwa buku ini benar-benar buku karena sengaja ditulis untuk diterbitkan sebagai buku, bukan merupakan artikel lepas-lepas. Big picture-nya sudah sangat jelas.

Positioning-nya ditetapkan sebagai pengayaan, sumber inspirasi, sekaligus sumber hikmat kebijaksanaan bagi para pebisnis, eksekutif, manajer, serta siapa pun yang menginginkan hidupnya lebih berkualitas dari hari ke hari. Pada hemat kami, pada aras tertentu, seseorang tidak lagi memerlukan sesuatu yang sifatnya sebatas keterampilan dan how to, namun yang dicari adalah sumber inspirasi. Sehingga dari sana dapat digali dan dikembangkan sesuatu yang inovatif untuk membangun dan mengembangkan organisasi atau sumber daya manusia di tempat kerja dan di tempat lain sejauh diperlukan.

Dalam konteks corpus buku ini secara keseluruhan, personal story tadi dapat dilihat sebagai pendekatan induktif dalam suatu pendekatan ilmiah. Yakni metode pemikiran yang berangkat dari kaidah-kaidah atau pengalaman-pengalaman yang khusus untuk menentukan hukum yang umum.

Dengan kalimat yang bersahaja dikatakan bahwa pengalaman-pengalaman keseharian yang dikisahkan setiap mengawali tulisan ialah dimensi empiris yang menyiapkan hukum yang umum.

Apa keuntungan membaca buku ini? Keuntungannya banyak, namun perkenankan kami menyarikannya tiga saja.

Pertama, jika peristiwa atau pengalaman yang kami paparkan dalam buku ini pada akhirnya bermuara pada sebuah hukum, maka sejatinya pembaca sudah memotong kurva belajar sekian tahun. Pengalaman jatuh bangun perusahaan-perusahaan, atau organisasi yang pernah kami tangani, dari berbagai tingkat dengan banyak variannya, dapat langsung dipetik hikmahnya.

Kedua, pembaca tidak perlu mengeluarkan biaya trial and error, suatu cost yang kadang sangat mahal jika dibandingkan dengan biaya kuliah di perguruan tinggi. Bukankah pengalaman adalah guru terbaik? Anda tidak perlu mengalami hal-hal yang luar biasa, sesuatu yang bisa saja membuat shock, bahkan membuat Anda jatuh. Dengan membaca dan mencerap buku ini, Anda belajar melalui pengalaman orang lain.

Ketiga, dengan membaca, Anda memahami. Dengan memahami, Anda terinspirasi. Seseorang yang cerdas, tidak perlu memelajari sesuatu hingga detail. Kadang, ia kurang begitu suka dengan hal-hal yang teknis.

Namun, ia cukup diberikan inspirasi. Diberikan seberkas cahaya bernama inspirasi, dan melalui berkas cahaya itu, ia dapat mengembangkan gagasan inti menjadi sebuah corpus pengetahuan yang dapat diaplikasikan. Pengalaman kami di dalam kemitraan dan bekerja sama dengan para manajer, eksekutif, bahkan owner perusahaan; kadang yang mereka paling butuhkan justru inspirasi, metode baru, dan juga filosofi.
***
BUKU yang baik emphasis-nya haruslah terpancar melalui apa yang disebut contested material atau materi yang dipamerkan di mana gagasan utama harus lebih banyak mendapatkan porsi pembahasan.

Adapun gagasan-gagasan pendukung atau tambahan mendapatkan porsi pembahasan yang lebih sedikit. Akan tetapi, sebagai sebuah buku, kesemua isi harus saling menyangga, mendukung satu sama lain, gagasannya utuh, tidak tumpang tindih, mengalir, metodis, koheren, sistematis, dan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, buku tersebut sudah memenuhi syarat-syarat ilmiah.

Itulah yang tampak dalam buku ini, di mana Bab 1 yang membahas leadership yang merupakan contested material terdiri atas 13 tulisan.

Selanjutnya, terbanyak kedua adalah bab 3 tentang Philosophy in Life, yakni 10 tulisan. Inilah main idea buku. Ini pula materi yang dipergelarkan ke hadapan pembaca. Itu pula menu utama sajian gizi buku ini, meski bab-bab lain dijaga tetap relevan dengan keseluruhan tema sesuai dengan judulnya.

Setiap bab terkandung menu gizinya sendiri. Oleh karena itu, membaca buku ini tidak harus dimulai dari urut kacang, bab satu. Ibarat hidangan pada pesta prasmanan di mana disediakan sembilan menu, pembaca boleh membaca mulai dari bab lain lebih dulu. Karena setiap bab selalu kembali ke gagasan utama dan tetap berpegang teguh pada unting-unting, maka buku ini mulai dibaca dari mana saja tidak menjadi perkara.

Manakala usai membacanya, Anda memeroleh inspirasi, tercerahkan, dan menemukan gagasan-gagasan baru maka buku ini sudah mencapai tujuannya.
Jakarta, 15 Desember 2010

Tidak ada komentar: