Pengantar
Tantangan, sekaligus peluang. Demikian senantiasa adagium yang kita dengar, acapkali datang sesuatu yang baru, yang tidak saja mengubah kultur, tetapi juga cara kita berada dan cara kita hidup (modus essendi dan modus vivendi).
Terkait fenomeneon web 2.0 yang memungkinkan pengguna sekaligus pemasok konten, muncul masalah baru: plagiarisme, pelanggaran hak atas kekayaan intelektual, hingga masalah hukum. Artikel kali ini membahasnya.
***
Perkembangan teknologi komunikasi menentukan bagaimana manusia berinteraksi dan bersosialisasi. Menegaskan kembali apa yang dikatakan McLuhan, Lister dkk. (2003) menyebutkan bahwa “electrical age” memungkinkan orang berpartisipasi dalam apa yang disebut “global village”, berbeda dengan komunikasi tradisional sebelumnya, “... to many terms now world to characterise new media –connectivity, convergence, the network society, wired culture, and interaction” (Lister, hlm. 82).
Media berbasiskan digital secara virtual adalah global village tempat orang berkomunikasi dan bersosialisasi sesuai dengan fitrahnya, yakni “man can not, not communicate”. Di era teknologi komunikasi berbasis analog, isi atau content suatu media semata-mata ditentukan oleh pengelola media yang bersangkutan di mana hubungan antara media dan khalayak bersifat satu arah.
Khalayak adalah konsumen, sedangkan media adalah produsen. Sebagai contoh, koran Kompas edisi analog (cetak) tidak ada campur tangan dari pembaca di dalam menentukan isinya. Seluruh isi Kompas ditentukan oleh pengelolanya. Dilihat dari proses produksi content ini maka hubungan antara Kompas-pembaca (pengguna) adalah hubungan produsen-konsumen di mana konsumen praktis lebih banyak menerima daripada menentukan isinya.
Tidak demikian halnya ketika teknologi komunikasi berkembang dari analog ke digital dengan format 0101. Perangkat produksi, konsumsi, dan distribusinya yang berbasis elektrik secara on line terkoneksi terus, sehingga orang tidak lagi dibatasi oleh waktu dan tempat.
Oleh karena nature dan cara bekerjanya, media berbasis digital memungkinkan penggunanya berpartisipasi aktif, bahkan turut menentukan isi media yang bersangkutan. Turut menentukan isi dan berpartisipasi aktif dalam media berbasis digital ini adalah esensi dari user generated content (UGC). Khalayak yang pada media analog pasif, sejak muculnya the New Media menjadi pengguna yang partisipatif, dapat memetik keuntungan dari adanya komunikasi interaktif yang dihubungkan oleh jaringan Internet.
Internet yangmenggunakan teknologi digital menjadi alat yang fleksibel untuk menampung dan meneruskan segala macam informasi; jaringannya luas, dan dapat diakses banyak orang secara bersama-sama (Comer, 2007: 21). Jaringan Internet yang terus terkoneksi ini memungkinkan manusia saling berkomunikasi, berinteraksi, berbagi, dan memanipulasi informasi untuk berbagai kepentingan.
***
UGC mencakup berbagai konten media yang tersedia dalam berbagai teknologi komunikasi modern (digital). UGC memasuki penggunaan mainstream sejak 2005, pada mulanya tumbuh dalam web publishing dan lingkaran produksi isi media baru. Penggunaannya untuk berbagai aplikasi, termasuk problem processing, berita, gosip, dan penelitian melalui teknologi baru yang dapat diakses dan terjangkau oleh masyarakat umum, seperti video digital, blogging, podcasting, forum, review-sites, social networking, mobile phone photography, wikipedia, dan wikis (Espejo, ed., 2008). Kerap pula UCG disebut "Web 2.0" atau the interactive online world (Popek, 2011).
Selain teknologi tersebut, UGC juga dapat menggunakan kombinasi open source, free software, flexible licensing atau perjanjian yang terkait dalam upaya mengurangi hambatan dalam kerja sama, membangun keterampilan, serta upaya mendapatkan penemuan baru. Bukan hanya situs, UGC juga merupakan aplikasi berbasis web dengan format interaksi dan komunikasi yang memungkinkan anggota menggunakannya untuk menerbitkan tulisan, berbagi pengalaman dan pengetahuan teknis audio-visual, menyampaikan pendapat dan kritik, memberikan rekomendasi dan review suatu content, atau bahkan memaparkan ide-ide secara langsung, bebas, dan gratis. Situs dan aplikasi seperti ini sering disebut sebagai situs berbasis user generated content yang konten situsnya diproduksi oleh para penggunanya.
Selain memproduksi content, UGC juga memungkinkan para penggunanya bertindak sebagai moderator dari situs tersebut, atau sering disebut dengan user moderated content. Setiap konten dapat diberi penilaian atau rating oleh para pengguna. Rating tersebut secara otomatis menentukan posisi content. Dengan demikian, tidak ada otoritas penuh dari editor atau pengelola UGC sebagaimana halnya di media pada umumnya di mana editor “sangat berkuasa” dalam hal menerima atau menolak suatu content dari luar. “Headlines” dan yang muncul paling atas merupakan hasil rating para penggunanya. Suara terbanyak adalah suara yang menentukan content. Di sinilah terletak hakikat UGC sesuai dengan makna harfiahnya, yakni “pengguna menentukan isi” atau “isi ditentukan pengguna”.
Dengan demikian, UGC dapat disebut sebagai situs terbuka, medium tempat berdiskusi dan bertukar pikiran antarpenggunannya. UGC dapat pula dilihat sebagai ruang publik atau yang menurut Habermas disebut public sphere (Hardiman, 1993) yaitu tempat orang dapat menyalurkan aspirasi secara terbuka, tidak takut dan tidak ragu-ragu mengungkapkan pengalaman, berpendapat, dan sekaligus mampu berbeda pendapat.
Menjadi pertanyaan: bagaimana untuk mulai posting di situs UGC? Pertama-tama, seseorang melakukan registrasi, pengelola situs akan mengirimkan konfirmasi registrasi ke alamat email yang digunakan. Jika seseorang sudah mengonfirmasi dan mengaktifkan akun pada situs UGC dengan meng-klik link di email konfirmasi yang diterima, maka seseorang sudah dapat untuk langsung memposting tulisan ke UGC.
Lazimnya, tidak ada batasan kaku tentang jenis tulisan yang dapat dipostingkan. Content dapat berupa laporan, opini, pengalaman, foto atau dapat hanya berupa link dan kutipan dari tulisan lain di media massa, milis, blog, dan forum.
Selain menerima teks (tulisan), situs UGC juga dapat memberi tempat pada gambar dan video. Gambar yang diunggah tidak hanya harus satu, tetapi dapat berseri jika jumlahnya lebih dari satu. Tampilannya dapat berupa slideshow dari gambar-gambar tersebut. Video dapat menggunakan fasilitas embed pada video hosting lain seperti YouTube, Vimeo, dan sebagainya.
Yang menarik dari situs UGC ialah bahwa seseorang dapat menggunakan medium tersebut untuk mempromosikan produk, layanan maupun untuk “menjual” diri sendiri. Pada prinsipnya, pengelola situs tidak melarang posting apa pun. Hanya saja, tetap harus diingat bahwa bahwa setiap posting akan mendapatkan rating oleh pembaca atau anggota lain. Jika pembaca lain merasa terganggu atau merasa dirugikan oleh posting seseorang, maka Anda akan mendapatkan rating negatif yang berpengaruh pada kredibilitas seseorang. Setiap pengguna mendapat penilaian atau skor atau nilai akumulasi dari pengguna yang dihitung dari aktivitas pengguna, seperti: memberikan komentar, memberikan rating dan menuliskan artikel pada situs tersebut. Selain itu, kredibilitas juga ditentukan oleh skor content yang ditulis dan di-posting-kan. Semakin tinggi skor yang didapat seseorang, semakin tinggi pula posisinya, dan semakin besar “nilai jual” yang bersangkutan di mata pengguna lain.
Apa yang dimaksudkan dengan “rating” dan bagaimana menentukannya? Rating ialah nilai suatu content yang ditentukan berdasarkan sistem rating yang diberikan pengguna. Masing-masing pengguna hanya dapat memberikan rating sekali saja, tersebar antara rating yang positif (+1), dapat (0), maupun negatif (-1), disertai dengan label dari masing-masing rating.
UCG biasanya fokus pada salah satu isu atau topik tertentu. Sebagai contoh, terdapat sebuah situs UCG yang fokus pada masalah perfilman, yakni ”Bicarafilm”. Status ini berisi pesan-pendek-interaktif dari Bicarafilm, yang dapat berupa lontaran, update, info dan sebagianya. Status ini diisi oleh pengelola Bicarafilm, pengguna dapat memberikan komentar atas status tersebut.
Dari sisi asupan konten, terdapat perbedaan antara UCG dan media (massa) analog yang dikelola institusi tertentu. Media analog punya standar kualitas terhadap konten yang akan diterbitkan, baik dalam hal ejaan, tanda baca dan pengkalimatan maupun dari segi orisinalitas isi. Ada proses penyaringan di redaksi sebelum sebuah konten diterbitkan. Hal ini tidak terjadi pada UCG mengingat sifat dan sistemnya, setiap pengguna menulis sendiri apa yang dipikirkannya, tidak melalui seleksi, ejaan dan bahasa sering “kacau”, dan rating atau penilaiannya baru terjadi setelah dipublikasikan. Ketersediaan konten yang berkelanjutan diragukan, karena postingan yang sewaktu-waktu bergantung pada mood anggota. Selain itu, konten UCG juga berpotensi masuk tindak plagiat (hak cipta) dan melanggar wilayah SARA, terutama privasi seseorang.
***
UCG memungkinkan pengguna media selain sebagai konsumen juga sebagai produsen konten. Akan tetapi, dari sisi kualitas isi, privasi, ketersediaan berkelanjutan kerja kreatif dan masalah hukum yaitu hak atas kekayaan intelektual seperti hak cipta adalah masalah UGC yang belum selesai.
DAFTAR PUSTAKA
Espejo, Roman (ed.). (2008). User-generated Content: At Issue Series. San Francisco: Paw Prints.
Hardiman, Budi Fransisco. 1993. Menuju Masyarakat Komunikatif. Ilmu, Masyarakat, Politik & Postmodernisme menurut Jürgen Habermas. Yogyakarta: Kanisius.
Comer, Douglas E. (2007). The Internet Book. New York: Pearson.
Popek, Emily. (2011). Understanding the World of User-Generated Content. New York: Rosen Publishing Group.
Lister, Martin, dkk. (2003). New Media: A Critical Introduction. Oxon: Routledge.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar