Sabtu, 23 April 2011

World Future Society

Pendahuluan
Meramalkan bagaimanakah masa depan, seperti dikemukakan Marc van der Erve (2006: 17) penuh dengan spekulasi. Akan tetapi, ramalan tersebut dapat saja dilakukan dengan mendasarkannya pada kondisi saat ini dan perspektif masa lampau, lalu memprediksi apa yang akan terjadi di masa depan. Inilah salah satu tujuan ilmu, yakni dapat mempredikasi masa depan (Popper, 1995). Dengan catatan, bahwa ada asumsi-asumsi tertentu yang tidak berubah atau tetap.

Topik pembahasan artikel ini ialah melihat bagaimana masyarakat dunia masa depan berkomunikasi dan berinteraksi dalam kaitannya dengan teknologi komunikasi.

Pembahasan
Premis dasar McLuhan cocok digunakan untuk menjelaskan bagaimana teknologi dari media baik dahulu, sekarang, dan masa datang adalah “technologies are extensions of human capacities. Tools and implements are extensions of manual skills; the computer is an extension of the brain (Murphie dan Potts, 2003: 13).

Mengembangkan lebih lanjut apa yang dipikirkan McLuhan, dunia sekarang –dan juga dunia masa depan—dilihat sebagai sebuah kampung besar (big village). Dengan “big village” dimaksudkan sebuah kosmos yang satu, tidak berbatas, tempat manusia berkomunikasi dan berinteraksi yang tidak dibatasi lagi oleh ruang dan waktu. Teknologi komunikasi telah memangkas atau meniadakan kendala ruang dan waktu itu, salah satu teknologi komunikasi yang saat ini dipikirkan dapat menjadi soluisi mengatasi komunikasi dan interaksi menembus ruang dan waktu ialah hologram.

Sebagaimana dikemukakan di depan bahwa di dalam memprediksi masa depan, perlu mendasarkan prediksi tersebut dalam kaitannya dengan masa lampau dan masa kini. Masa sekarang adalah era digital di mana dunia sudah borderless, apa yang terjadi di belahan dunia mana pun dengan cepat dan mudah diakses tanpa mengalami hambatan dalam hal waktu dan tempat.

Teknologi komunikasi dalam hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan McLuhan sebagai ekstensi dari kemampuan manusia. Sebagai contoh, kita tidak bisa ke Mesir disebabkan oleh halangan waktu dan tempat, namun kita bisa saja berkomunikasi dan berinteraksi dengan warga Mesir untuk mengetahui perkembangan terkini negeri tersebut. Sebaliknya, warga Mesir yang ingin berkomunikasi dan berinteraksi dengan warga Indonesia mengenai perkembangan situasi terkini Indonesia (ancaman bom) dapat dengan mudah memperoleh informasi tersebut melalui teknologi media, dalam hal ini media digital.

Inilah yang dimaksudkan dengan dunia yang “big village”, yakni peristiwa atau informasi apa pun dengan mudah dapat diakses dan disebarluaskan layaknya zaman dahulu kala di sebuah kampung.

Pada zaman dahulu, dan kini masih terjadi di tempat tertentu, sebuah kampung demikian transparan. Artinya, apa pun yang terjadi di kampung tersebut, semua orang tahu. Sebuah kampung dalam masyarakat tradisional bergitu terbuka. Metafora ini digunakan untuk menggambarkan bahwa di era digital oleh kemajuan teknologi, terutama teknologi media, dunia yang luas ini dipersempit oleh teknologi.

Dunia yang besar ini menjadi sempit oleh teknologi. Teknologi sudah menjadi ekstensi manusia, sehingga dunia yang luas ini menjadi kampung besar.
Apa yang berubah dari kampung kecil ke kampung besar?

Pertama, yang jelas berubah ialah dari pola komunikasi. Jika dahulu di kampung kecil orang berinteraksi dan berkomunikasi secara langsung (face to face), di kampung besar orang berinteraksi dan berkomunikasi melalui media (digital). Jarak dan waktu jika berkomunikasi di kampung kecil menjadi kendala, tetapi di kampung besar tidak menjadi masalah.

Kedua, perkembangan teknologi komunikasi memungkinkan kapan pun dan di mana pun orang untuk berkomunikasi. Waktu dan tempat sudah bukan lagi kendala seperti terjadi di zaman komunikasi kampung kecil (tradisional), yakni tatap muka.

Ketiga,yang berubah ialah (kultur) masyarakat. Hal ini dengan jelas sudah dinyatakan McLuhan dalam pernyataannya bahwa “media menentukan (budaya) masyarakat. Dengan terminologi “big village”, McLuhan melihat bahwa masyarakat dunia di masa datang oleh karena “role of the electronic media” secara sosial, politik, dan sistem budaya menjadi satu (Baran dan Davis, 2009). Media elektronika, yang berbasis digital, telah menyatukan masyarakat-bangsa dunia ini.

Dengan demikian, teknologi mengubah budaya masyarakat yang dahulunya hanya berinteraksi dan berkomunikasi dengan warga kampung (kecil) dan memungkinkannya berinteraksi dan berkomunikasi dengan siapa pun di dunia ini tanpa dibatasi lagi oleh ruang dan waktu.

Berdasarkan teknologi, komunikasi, dan masyarakat saat ini dapat diprediksi seperti apakah ujud “world future society”. Sebuah film furistik sudah membayangkan bagaimana teknologi, pola komunikasi, dan masyarakat dunia masa depan. Dalam film ini dikisahkan bahwa teknologi hologram memungkinkan orang berkomunikasi di sini dan pada saat ini juga (hic et nunc) tanpa dibatasi lagi oleh waktu dan tempat. Teknologi hologram memungkinkan manusia masa depan untuk “hadir” secara maya di mana pun dan kapan pun.

Film tersebut melukiskan bagaimana sebuah keluarga masa depan dapat tetap berkomunikasi walaupun dibatasi oleh waktu dan tempat. Sang nenek dapat tetap mengikuti upacara pernikahan cucunya di Paris, meski saat itu ia tinggal di Jepang. Sang ayah tetap dapat berkomunikasi dengan anggota keluarganya, meski sibuk menjalankan bisnis. Bahkan, sang ayah dapat sambil bermain golf dengan rekan bisnisnya, padahal ia sedang dalam perjalanan. Kapan dan di mana pun, dengan teknologi hologram, siapa pun dapat saling berkomunikasi tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu.

Masyarakat di masa datang adalah masyarakat maya yang diubah oleh teknologi baik dari cara berkomunikasi sampai pada budaya, politik, dan sistem ekonominya. Pada film terlihat bahwa cara berbelanja pun sudah mengalami perubahan. Alat dapat mendeteksi apakah kulkas di rumah masih ada isi atau sudah kosong, lalu berdasarkan informasi itu, pesanan akan dibuat, dan dalam sekejap pesanan sudah tiba di rumah.

Film furutistik itu membawa kita kepada uhtuk mengamini kebenaran kata-kata McLuhan bahwa teknologi adalah ekstensi dari manusia. Manusia yang terbatas, oleh akal budinya, dimungkinkan melakukan sesuatu yang jauh lebih dahsyat sebagai perpanjangan dirinya. Sebagai contoh, manusia tidak dapat hadir dalam waktu dan tempat yang bersamaan. Namun, teknologi hologram memungkinkannya untuk hadir dalam waktu dan tempat yang bersamaan. Inilah gambaran masyarakat masa datang.

Mungkinkah teknologi komunikasi hologram menjadi kenyataan? Saat ini, ilmuwan di Universitas Tokyo telah mengembangkan sebuah projector hologram yang mampu merender secara nyata objek 3 dimensi.

Takayuki Hoshi, salah satu peneliti, menerangkan bahwa tampilan hologram yang mengambang di udara yang ditampilkan pada film-film fiksi beberapa dekade belakangan, bukan tidak mungkin akan menjadi kenyataan. Baru-baru ini hal tersebut menarik banyak perhatian sebagai teknologi yang menjanjikan di bidang dunia digitalisasi dan pertelevisian. Banyak tipe tampilan hologram yang dikembangkan sekarang ini, suatu saat akan menjadi kenyataan.

Simpulan
Masa depan adalah sesuatu yang tidak mudah untuk diprediksi. Akan tetapi, masa depan dapat diprediksi berdasarkan pengalaman masa lampau dan situasi saat ini, tentu saja dengan asumsi tertentu bahwa ada faktor-faktor tetap yang tidak berubah.

Terkait dengan masa depan masyarakat dunia dalam konteks teknologi media, maka masyarakat dunia masa depan ialah masyarakat yang semakin tidak dibatasi oleh waktu dan tempat dalam berkomunikasi dan berinteraksi. Jika saat ini media digital memungkinkan mereka berkomunikasi dan berinteraksi di dunia maya, maka di masa datang teknologi hologram akan menggantikan teknologi digital.

Apa pun perkembangan teknologi, sesuai teori McLuhan, bahwa teknologi adalah ekstensi manusia, termasuk hologram.

Daftar Pustaka
Baran, Stanley J dan Dennis K. Davis. (2009). Communication Theory. Boston: Wadsworth.
Erve, Marc van der. (2006). The Future of Society: Explaining the Past, Present and Future of Our World. Evolution Management & Media.
Murphie, Andrew dan John Potts. (2003). Culture & Technology. New York: Palgrave MacMillan.
Popper, Karl Raimund. (1995). The Open Society and Its Enemies. New York: Routledge.

Tidak ada komentar: