Catatan:
Tulisan ini pernah dimuat majalah MATABACA.Untuk memberikan gambaran mengenai carrier opportunities bagi para mahasiswa Ilmu Komunikasi, saya terbitkan entri yang pernah dimuat majalah MATABACA ini kembali.
Menarik membaca Kiat Menjadi Editor yang dimuat MATABACA edisi September 2004. Di sana dipaparkan 20 kiat menjadi editor. Tulisan itu dipetik dari sepenggal pengalaman M. Lincoln Schuster, pendiri dan penerbit andal Simon & Schuster.
Dalam sebuah kesempatan, tidak disengaja, saya coba menyampaikan kepada salah
satu pengasuh majalah ini bahwa artikel tersebut perlu dibaca dengan
bijaksana. Kami sampai pada kesepakatan, bahwa artikel yang dimuat itu
murni pengalaman di luar negeri. Dan layaknya pengalaman yang lain
tidak ada yang salah. Semua pengalaman benar adanya. Bukankah setiap
pengalaman sudah dialami?
Lalu apanya yang salah, dan karena itu, saya sewot?
Yang membuat saya sewot ialah kalau ada eksekutif, atau editor Indonesia setelah
membaca tulisan itu lalu mengharuskan, sekaligus mengidolakan, agar editornya berbuat seperti Lincoln Schuster. Lincoln itu publisher, alias editorial director Tentu saja, tidak bisa. Bahkan, perbuatan seperti itu harus dicegah!
Di luar negeri, dikenal 7 macam editor. Sementara di negeri kita ada dua,
bahkan kalau mau diperas, cuma satu macam saja. Asalkan pekerjaan
seseorang menypiapkan naskah untuk diterbitkan menjadi buku, lalu
dikalungkanlah ke lehernya medali editor. Tidak peduli, apakah medali
itu kemudian sanggup disandangnya atau tidak.
Yang kerap terjadi ialah, sang editor sarat beban. Tall puppet, istilah
manajemennya. Bukan karena ia tidak kabapel, melainkan banyak tugas
yang dijalankannya sebenarnya bukan tugas pokoknya. Tapi tugas yang
melekat pada jabatan lain yang, di luar negeri, ditangani publisher
atau senior editor. Terdorong hasrat untuk sekadar mengingatkan bahwa
di luar negeri job des dan remunerasi pekerja di bidang industri
perbukuan sudah canggih dan rapi dan atas saran salah satu pengasuh
majalah ini saya menulis artikel ini. Sumber diambil dari buku pegangan
asosiasi penerbit Amerika, semacam Ikapi-nya kita.
Inilah tujuh macam dan jenjang editor di sana
1. Editorial Director
Nama lainnya ialah publisher, editor-in-chief, executive editor, vice
president, dan editorial. Seorang editorial director bertanggung jawab
atas seluruh rangkaian manajemen editorial, terutama dalam perencanaan
dan pengembangan program editorial dalam sebuah perusahaan. Selain itu,
ia juga bertanggung jawab atas kontrol anggaran dan pengembangan staf.
Atasan langsung editorial director ialah direktur divisi atau direktur
kelompok (president, executive vice president, division vice
president). Ia mensupervisi senior acquisition editors, managing
editor, dan project editor. Pendididikan minimalnya sarjana muda atau
yang sederajat, pernah mendapat training mengenai bisnis dan keuangan.
Disyaratkan untuk memegang jabatan ini seorang yang berpengalaman dan
cakap dalam membuat perencanaan, perrnah mencatat raport yang baik
dalam bidang penerbitan, dan cakap di dalam memenuhi kebutuhan produksi
dan pemasaran.
Berhasil tidaknya pemangku jabatan ini dapat diukur dari:
a. return of investment;
b. profit gross margin;
c. sanggup memotivasi dan mengarahkan staf di dalam mencapai tujuan redaksional;
d. mampu bekerja sama dengan bidang terkait, termasuk dengan pengarang dan pelanggan.
2. Senior editor
Nama lainnya ialah acquisiton editor, sponsoring editor, editor, dan project
editor. Fungsi utama senior editor ialah menyediakan sejumlah naskah
yang memenuhi target penjualan, merencanakan dan mengelola pengembangan
proyek perbukuan. Disyaratkan ia sebelumnya pernah berpengalaman sebagai asisten atau associate editor dan cakap di bidang editorial. Keterampilan yang diandaikan
dimiliki senior editor:
a. menguasai disiplin ilmu tertentu;
b. sanggup memecahkan persoalan dan dapat mengambil keputusan yang tepat;
c. memiliki kemampuan mengorganisasikan;
d. memiliki kemampuan supervisi;
e. memiliki keterampilan negosiasi.
3. Managing editor
Tugas pokok managing editor ialah mengkoordinasikan fungsi-fungsi editorial
sebagaimana mestinya dalam rangka memenuhi seluruh rencana penerbitan.
Ia lebur dalam totalitas kerja sama antarbagian redaksi, pemasaran, dan
produksi. Ia mengarahkan fungsi-fungsi staf redaksi dalam kaitannya
dengan pencapaian target. Diandaikan managing editor memiliki
pengalaman sebagai seorang profesional di bidang editorial. Ia pernah
menjadi supervisor, pernah ambil bagian dalam perncanaan dan
berpengalaman dalam mengkoordinasi rencana-rencana redaksional.
4. Associate editor
Nama lainnya ialah editor, project editor, text book editor. Tugas utama
seorang associate editor ialah memeriksa naskah-naskah. Kemudian,
memberikan rekomendasi bagaimana naskah itu ditangani. Jika perlu,
ditulis ulang di bawah supervisi project atau senior editor. Diandaikan
associate editor mempunyai keterampilan menulis. Selain itu, ia juga
disyaratkan memiliki pengetahuan mengenai desain buku. Dan yang sangat
diharapkan dari editor jenis ini ialah kemampuannya membaca dan
menangkap tren yang sedang berkembang di bidangnya.
5. Copy editor
Tugas utama copy editor ialah mengedit naskah sesuai dengan gayaselingkung, menjaga konsistensi naskah, membetulkan kesalahan cetak,ejaan, dan tanda baca. Ia juga membaca proof akhir dan menangani semuamock-up untuk keperluan produksi dan promosi. Disyaratkan copy editor memiliki kemampuan dan cakap di dalam menerapkan ejaan dan tanda baca.
Syarat yang tidak boleh ditawar-tawar ialah seorang copy editor harus
teliti. Ia juga diandaikan memiliki pengetahuan di bidang industri
perbukuan. Semua kecakapan itu harus dapat dutunjukkan pada saat tes
masuk. Kinerja copy editor diukur dari kesanggupannya memenuhi tenggat
waktu dan anggaran yang ditetapkan.
6. Assistant editor
Nama lainnya ialah editorial assistant dan editorial trainee. Tugas pokoknya
ialah memeriksa dan mengedit naskah untuk disetujui oleh associate
editor atau managing editor. Ia harus memiliki keterampilan menulis.
7. Edtorial assistant
Nama lainnya ialah editorial secretary, editorial trainee, assistant editor.
Pendidikan minimal sarjana muda. Disyaratkan cakap dalam mengetik,
memiliki pengetahuan mengenai perkantoran, dan menguasai proses
editorial. Ia membantu editor di dalam mengkoordinasikan kopi editor
lepas dan pembaca proof. Ia juga membantu mengurus jual beli
copyrights.
Catatan Kritis
Lainlubuk lain ikannya. Lubuk (penerbit) di luar negeri khususnya Amerika
dan Eropa banyak sekali ikan (produksi dan omset)-nya. Sementara lubuk
di Indonesia, selain dangkal dan kering, juga ikannya sedikit sekali. Total bisnis buku di Indonesia per tahun dari kurang 2 triliun rupiah, harus direbut oleh sekitar 250
penerbit. Terjadi pareto, 20% dari penerbit menguasai 80% pasar. Karena
itu, tidak mengherankan dalam perebutan itu, terjadi saling jegal.
Maka membandingkan posisi, tugas, dan gaji antara editor luar negeri dan Indonesia ibarat membandigkan laut dan sungai. Gajinya saja beda 20 kali lipat
jika dikonversi dengan rupiah. Di luar negeri, jenjang dan pengembangan
karier editor jelas. Seseorang yang berkualifikasi ini dan telah
menguasai skill tertentu, naik gaji dan naik pangkat. Semua itu sudah
diperinci secara tertulis dalam peraturan perusahaan. Struktur dan
organisasi perusahaan penerbitan juga jelas. Job des dan hubungan kerja
diuraikan secara gamblang. Lebih rinci tentang ini, bacalah misalnya
Frans Poles, Job Evaluation and Remuneration (Kogan Page, 1997).
Selain itu, jenjang gaji antara eksekutif dan pelaksana perusahaan penerbitan
di luar negeri tidak beda jauh. Di Indonesia? Gaji antara pelaksana dan
eksekutif 1:10! Karena itu, membaca artikel 20 Kiat Menjadi Editor
dalam MATABACA edisi September 204 (halaman 331), mestilah bijaksana.
Kiat yang disampaikan di sanamemang inspiratif, tapi (hanya) cocok di sana juga. Meski harus diakui, beberapa kiat ada yang cocok diterapkan di negeri kita. Kalau sebuah penerbitan buku ingin sukses, ya proses kerjanya mesti demikian.
Di Indonesia, asalkan seorang tugasnya menyiapkan naskah untuk diterbitkan
menjadi buku, sudah dibaiat sebagai editor. Tidak peduli latar belakang
pendidikan, kualifikasi, dan pengalamannya. Juga, tidak peduli ia
digaji berapa. Tugasnya bisa merangkap semua yang dilakukan editor
seperti diulas dalam MATABACA.
Di luar negeri, karena kinerja seseorang sangat terkait dengan jenjang
karier didukung semua orang bisa fair dan dapat mengakui keunggulan
orang lain bisa saja seorang copy editor kelak menjadi publisher.
Sementara di negeri kita, seorang yang sejak hari pertama masuk sebagai asisten
editor, sampai pensiun juga tetap asisten editor. (Saya teringat,
pernah direktur sebuah penerbitan mengkritik seorang asisten editor
yang mengeluhkan tentang tidak jelasnya jenjang kepangkatan. Sang
direktur berkata kepada asisten editor, Tapi gaji kamu berubah, tidak
statis kan?
Dalam hati saya berkata, itu kacamata direktur. Berubah sih berubah
secara nominal, namun perubahan itu apa sudah sebanding dengan
fluktuasi harga di luar?)
Itu sebabnya, usai membaca rubrik “Sunting” di MATABACA Volume 3 No.1 itu saya bertanya dalam hati: Editor yang mana?
– R. Masri Sareb Putra
Tidak ada komentar:
Posting Komentar