Senin, 06 April 2009

Rapid Reading: What and How to?

Catatan:
Dalam waktu dekat, akan terbit buku Rapid Reading. Saya menerjemahkannya dari buku
BREAK-THROUGH RAPID READING ditulis oleh Peter Kump, Mantan Direktur Evelyn Wood Reading Dynamics. Para pembaca dapat mengemulasi sari buku ini lebih awal. Selamat!

Soekarno dikenal sebagai tokoh yang sangat luas pemikiran dan pandangannya. Tiap kali pidato, atau menulis, selalu ada saja pendapat atau sesuatu yang baru dilontarkannya. Orang merasa kagum. Banyak yang bertanya-tanya: dari mana Soekarno memeroleh semua itu? Bagaimana ia memeroleh sesuatu yang baru, yang disajikannya pada orang lain?

Tak lain, Soekarno memeroleh semuanya dengan, dan melalui, bacaan. Simak pidato-pidato yang diucapkannya. Orang merasa pendapatnya cerdas dan bernas. Meski Soekarno tidak pernah alpa menyebutkan sumber bacaan yang memberinya inspirasi. Inilah sikap ilmiah dan rendah hati: jujur pada sumber.

Namun, apakah Soekarno membaca semua tulisan (huruf) yang ada dalam bacaan? Tidak! Ia membaca bagian-bagaian yang penting dan pokok saja (main point). Dengan kata lain, Soekarno membaca cepat.

Membaca Cepat vs Membaca Lambat
Ada orang yang beranggapan bahwa membaca lambat akan memberikan pengertian dan pemahaman yang lebih baik. Sebab, dengan membaca lambat, seseorang menyerap dan “mengunyah-ngunyah” semua yang ada dalam bahan bacaan tanpa ada yang tersisa. Semua huruf dilalap, dari huruf pertama hingga akhir bacaan.

Sebaliknya, membaca cepat tidak akan meninggalkan bekas apa-apa. Sebab, dengan membaca tergesa-gesa, seseorang tidak sempat mencerap dan merefleksikan apa yang dibacanya.

Manakah dari kedua anggapan itu yang benar? Kedua-duanya tidak benar! Membaca lambat tidak serta merta menjamin seseorang memahami suatu bacaan. Sebaliknya, membaca cepat tidak menutup kemungkinan seseorang untuk memahami bahan bacaan, asalkan yang bersangkutan tahu kiat-kiat dan teknik membaca cepat.

Yang penting: Pemahaman
Sebenarnya, proses memahami bacaan, sama saja dengan memahami wicara (komunikasi lisan). Agar kontras perbedaan antara membaca lambat dan membaca cepat, baiklah kita perhatikan contoh berikut ini.
Contoh membaca cepat:
Bangun tidur/aku/ langsung mandi/ sebelum melakukan /pekerjaan yang lain.
(Dibaca sesuai dengan satuan-satuan gatra, atau satuan-satuan ide berupa kelompok kata)

Contoh membaca lambat:
Bangun/ tidur/aku/ langsung/ mandi/ sebelum/ melakukan /pekerjaan/ yang/ lain.
(Dibaca kata demi kata).

Dalam contoh membaca cepat, pembaca membaca materi berdasarkan satuan-satuan kelompok kata berupa unit-unit ide (lihat Bab 9 “Diagram: Elemen dan struktur bahasa”). Dengan menangkap unit ide (ide pokok), tanpa menyelesaikan membaca kalimat pun, sebenarnya seseorang sudah dapat memahami ide penulis. Sebab, rangkaian kalimat yang menghubungkan ide-ide pokok itu sebenarnya hanyalah alat penyampaian ide pokok.

Sebaliknya, pada contoh membaca lambat setiap usai membaca kata, seseorang melakukan jeda sementara atau penghentian singkat. Malah, cara ini kurang menguntungkan. Selain lambat, menghubungkan ide satu dengan ide lain lebih sulit karena begitu banyak hal yang mesti disambung menjadi sebuah pengertian.

Manakah dari dua cara membaca ini yang paling baik? Tentu saja, akan lebih efektif dengan cara membaca cepat. Selain cepat, cara ini sangat efektif dan efisien karena si pembaca menjadikan bacaan menjadi miliknya sendiri. Ia tidak berpikir secara text book, namun menangkap ide pokok yang tertuang dalam sebuah bacaan.

http://www.xilin.org/images/middle/SpeedReading.JPG
Speed reading atau membaca cepat dapat dipelajari dan dilatih.

Hal itu membuktikan, membaca cepat tidak berarti meninggalkan atau melewatkan bagian bacaan tertentu. Bahkan, orang yang membaca cepat sering memiliki tingkat pemahaman akan bahan bacaan yang tinggi pula. Sering bahan bacaan justru mengafirmasi pengetahuannya yang sudah ada, atau melengkapi informasi yang sudah didapat sebelumnya. Bahan bacaan semakin memerkaya si pembaca. Bahan bacaan menggiringnya secara detail dan sistematis memahami suatu topik.

Menilik perbandingan keuntungan antara membaca cepat dan membaca lambat, kita sampai pada simpulan bahwa sebaiknya seseorang memiliki keterampilan membaca cepat. Caranya? Selain autodidak dan berlatih, ada kursus speed reading. Diberikan pemahaman dan diajarkan langkah demi langkah bagaimana membaca cepat.

Tentu saja, tidak setiap bacaan dapat dibaca cepat –sangat bergantung pada jenis bacaan. Ada bacaan ringan yang sekali sapu membaca, sudah paham seluruh isinya. Namun, ada bacaan berat yang membacanya perlu waktu dan pemahaman.

Jadi, membaca untuk memeroleh pemahaman dapat diibaratkan dengan seseorang yang mengendarai kendaraan. Kapan harus menghendarai dengan lambat, sedang, atau kecepatan tinggi; sangat bergantung pada konsisi lalu lintas. Jika jalanan macet, tidak mungkin memacu kendaraan dengan kecepatan tinggi. Namun, jika jalanan lowong, si pengandara dapat melarikan kendaraannya dengan cepat.

Demikian pula dengan membaca. Kapan harus lambat, sedang, atau cepat; sangat tergantung pada situasi. Apakah bahan bacaannya ringan, sedang, ataukah berat. Selain itu, meski jenis bacaan beragam, tingkat kognitif si pembaca pun turut memengaruhi. Sebab, bisa jadi, bacaan yang menurut seseorang ringan, menurut orang lain justru berat.

Karena itu, membaca dan memahami bacaan adalah kegiatan individual. Subjek dan objek saling terkait. Yang satu berkorelasi dengan yang lain. Aspek kognitif si subjek menjadi strategis, sebab membaca efektif dan efisien sejatinya sama sebangun dengan bernalar dan mengingat. Tidak ada proses dan tujuan membaca yang tidak bertautan dengan kegiatan mental-intelektual.
Kecepatan dan Kemampuan

Pepatah mengatakan, “Biar lambat asal selamat”. Tentu saja, pepatah itu tidak berlaku bagi kegiatan membaca. Dalam membaca, yang paling baik ialah, membaca cepat dan mampu (memahami bacaan).

Seseorang disebut memiliki keterampilan membaca cepat, apabila kemampuan motorisnya berbanding lurus dengan kemampuannya. Artinya, kecepatannya membaca diiringi dengan kemampuannya untuk memahami materi bacaan, minimal 70%. Memahami lebih dari 70% tentu saja sangat baik.

Bagaimana hubungan antara kecepatan dan kemampuan membaca?
Jika seseorang yang kemampuan motoris sanggup menggerakkan mata membaca bahan macaan 1500 kata dalam tempo 5 menit, artinya ia memiliki kecepatan membaca : 300 kata per menit (KPM).

Rumus menghitung kecepatan membaca:
1. Hitung berapa menit Anda membaca.
2. Dalam rentang waktu-membaca itu, berapa kata yang berhasil Anda baca (kegiatan motoris mata).
3. Bagi jumlah kata yang Anda baca dengan waktu (menit).
Dalam rumus, KPM itu terasa sangat gamblang. Apabila kecepatan membaca adalah A. Jumlah kata yang dibaca (dalam menit) adalah B. Dan waktu yang dibutuhkan untuk membaca adalah C. Maka rumusannya sbb:
A= B/C = KPM (kata per menit)
Karena antara kecepatan membaca dan kemampuan saling terkait, maka menjadi percuma cepat membaca, namun usai membaca tidak diperoleh pemahaman yang baik.
Pembaca Tingkat Pemula dan Rata-Rata
Keterampilan membaca cepat dapat diasah dan dipelajari. Pembaca tingkat pemula, umumnya mencapai 120-150 KPM. Kemampuan ini diharapkan membubung terus, seiring dengan latihan dan pemahaman mengenai membaca cepat.
Berdasarkan pengamatan dan pengalaman, KPM rata-rata orang Indonesia adalah 150-300 KPM. Di atas 300 KPM, adalah orang di atas rata-rata.

http://www.flickr.com/photo_zoom.gne?id=393454379&siz=l

Membacakan buku pada anak merupakan langkah awal menuju reading habit.

Jadi, belum banyak orang Indonesia yang mencapai perolehan membaca cepat, disertai dengan pemahaman minimal 70%.

Penulis seorang bibliofili, dosen tetap Fakultas Ilmu Komunikasi Dan Desain, Universitas Multimedia Nusantara, Jakarta.

Tidak ada komentar: