Rabu, 23 Desember 2009

Wisata Sejarah ke Museum Mulawarman


Sumber gambar:
http://www.indofamily.net/travel/index.php?option=com_content&task=view&id=352&Itemid=30

Liburan panjang hendak ke mana?

Daripada luntang lantung tak tentu tuju, mending melakukan wisata. Bukan sembarang wisata, tapi wisata sejarah. Salah satu objek yang penting dikunjungi, ialah Museum Mulawarman, di Kutai, Kaltim.

Tempat ini bernilai ditilik dari sisi historis. Bukan saja menjadi tonggak penting peradaban Nusantara, situs bersejarah ini juga bicara banyak lewat prasasti "Batu Yupa"-nya. Banyak bercerita tentang peradaban dan pergaulan nusantara masa lampau, Batu Yupa juga berkisah tentang hubungan agama-negara.

Saya sendiri sudah wisata ke tempat ini. Sewa taksi dari Samarinda, saya sengaja datang ke Kutai Kartanegara.

Di tengah jalan, berhenti sejenak. Makan nasi kampung, dihidang sate dan rendang daging payau (rusa). Nasi merah yang mengepul hangat manambah nikmat makan siang itu. Sembari mata terpanah ke tepi Sungai Mahakam, menyaksikan klutuk berdentum melayari sungai yang saat itu tengah muntah mengalirkan air bah berkubik-kubik lewat kiham-kiham di hulu sungai...

***
Menyebut Tenggarong, ingatan langsung tertuju pada kerajaan Kutai. Sebuah kota legenda dan bersejarah, terletak di tepi sungai Mahakam. Di masa lalu, kota ini sangat populer.

Setelah nusantara merdeka, bekas kerajaan Kutai masuk wilayah Kalimantan Timur. Kini menjadi salah satu tujuan wisata bagi para turis, terutama turis asing. Turis yang datang ke Kaltim merasa belum lengkap jika tidak pergi ke Tenggarong, karena hanya di tempat inilah bisa ditelusuri sejarah Kaltim.

Sejarah Kaltim yang bisa disimak di sini tak hanya sebatas seabad atau dua abad lalu. Lebih dari itu, pengunjung bisa menelusuri kejayaan kerajaan nusantara lebih dari 15 abad silam.

Dalam sejarah peradaban nusantara, kerajaan Kutai menjadi sangat penting, terutama dikaitkan dengan pengenalan aksara di nusantara. Sumber tertulis mengenai nusantara yang paling tua berasal dari kerajaan Kutai, berupa empat batu bertulis.

Kebetulan, keempat batu itu ditemukan di tepi sungai Mahakam, Muara Kaman, Kutai.
Catatan, sekaligus tonggak sejarah kerajaan Kutai, dimeteraikan dalam sebuah prasasti batu. Diperkirakan, prasasti ini dari abad ke-5 yang disebut “batu yupa”, beraksara Pallawa dan berbahasa Sanskerta.

Itu menunjukkan, peradaban India telah menjadi mahkota pranata sosial dan politik di nusantara saat itu. Tulisan pada batu prasasti ini menyebutkan tentang pembawaan korban emas, sapi, biji wijen oleh Raja Mulawarman.

Prasasti menjadi sangat penting nilai historisnya karena salah satu di antaranya mengandung keterangan yang menyebutkan bagaimana hubungan antara agama dan negara pada saat itu.

“Pangeran yang mashur Kundungga punya anak yang terkenal bernama Aswawarman, sang pendiri wangsa. Salah satu yang hebat dari putra Aswawarman adalah raja Mulawarman, yang telah mempersembahkan banyak emas, sehingga untuk mengenangnya didirikanlah batu persembahan ini oleh para pemuka dari yang lahir dua kali (brahmana).”

Karena bernilai historis tinggi, museum ini banyak dikunjungi turis mancanegara. Mereka umumnya mengagumi benda-benda purbakala, atau miniatur, yang ada di museum.

Misalnya saja, artefak-artefak yang dapat menggambarkan kehidupan masyarakat suku Dayak, singgasana raja, sampai pada maket mahkota sultan Kutai. Mahkota yang kini tersimpan di sini merupakan maket mahkota asli yang terbuat dari emas seberat 7 kilogram (kini disimpan di museum nasional, Jakarta). Dulu, mahkota ini digunakan sebagai kelengkapan dalam penobatan sultan Kutai Kartanegara.

Hal lain yang menarik, di dalam museum juga dipamerkan berbagai jenis busana daerah. Ada busana khas bermotif Dayak, ada pula motif Melayu.

Museum yang dibangun pada 1930 oleh Belanda ini dibuka setiap hari dari pukul 8 pagi hingga 14.00. Khusus hari Jumat dibuka sampai pukul 11 siang. Karcis masuk ke museum hanya Rp 1000.

Bagaimana mencapai museum?
Dari ibukota provinsi Kaltim, Samarinda, Tenggarong dapat ditempuh melalui jalan darat. Jarak perjalanan sepanjang 39 kilometer, memakan waktu antara 1,5-2 jam perjalanan, melintas hutan-hutan dan padang batu bara.

Yang terasa unik, di kiri dan kanan jalan --jika musim kemarau— kita menyaksikan kepulan asap. Asap itu berasal dari batubara yang masih aktif di dalam tanah. Tambang batu bara ini ada di sekujur perut bumi Borneo, utamanya sepanjang Bukit Suharto.

Bila ke Tenggarong mengambil jalan darat, Anda akan melihat banyak pemandangan eksotis. Banyak warung menawarkan menu makanan khas Kalimantan. Yang istimewa adalah daging payau (rusa), entah disate atau dimasak rendang, disuguhkan bersama nasi ladang tegalan.

Tiba di Tenggarong, Anda berhentilah sejenak di tepian sungai Mahakam. Bila musim hujan, aliran sungainya cukup deras. Berhati-hatilah bagi Anda yang tidak bisa berenang, sebab arus air bisa saja membahayakan.

Paling indah pemandangan sekitar dilihat ketika senjakala (sunset), atau tatkala pagi hari. Sinar mentari yang lembut menyentuh permukaan air, membuat cahaya kilau kemilau.

Tidak hanya di masa lalu, kini pun sungai Mahakam masih menjadi urat nadi yang sangat vital bagi masyakarat setempat. Sungai ini boleh disebut multi fungsi: sebagai sumber air minum, untuk mandi, untuk mencuci, bahkan sekalian berfungsi untuk wc.

Fungsi yang tak kalah pentingnya, sungai ini menjadi sarana lalu lintas yang penting bagi masyarakat. Asal tahu saja, melalui sungai inilah dialirkan melalui rakit-rakit kayu Samarinda yang terkenal itu.

Tiap saat, kapal motor (ketinting) selalu melintasi sungai Mahakam. Dari Samarinda, melalui Long Bangun, perjalanan dapat ditempuh dalam waktu tiga hari, sepanjang kurang lebih 523 kilometer.

Di kiri dan kanan sungai, kita bisa menyaksikan rumah-rumah tradisional: terbuat dari bahan kayu semua. Rumah tradisional suku Dayak (lamin) dapat dijumpai hampir di mana saja. Tetapi yang paling istimewa tentu lamin yang ada di desa Mancong.
***

NB.
Boleh mengutip feature ini, asalkan menyebutkan sumbernya.

Tidak ada komentar: