Sabtu, 22 Mei 2010

Sukses

Apakah arti “sukses”? Mengapa seluruh hidup harus didedikasikan untuk meraihnya? Adakah cita rasa yang sama, semacam kesepakatan universal, tentang sukses? Ataukah sukses semata-mata persepsi individu yang berbeda satu sama lain?

Sebelum menjawab pertanyaan itu, alangkah baik jika ditelusuri lebih dulu makna leksikal dan semantik “sukses”.

• Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 1099) sukses ialah berhasil, beruntung.
Dictionary of American English (1544) mencatat terdapat tiga macam sukses, yakni: (1) Accomplishment of a task, the reaching of a goal, (2) a good event, an achievement, (3) wealth, good luck in life.
• Alex Bone menyebut bahwa sukses adalah sebuah proses, suatu kualitas pikiran dan cara kita berada, pengukuran kehidupan yang terbuka.
• Kevan H. Namazi, gerontologist, Univ. Texas’s Southwestern Medical Center, Dallas mengatakan bahwa sukses yang dicapai “The most successful old-old people are those who have important connection, a hobby, or something that gives them a zest for life.”
• Sementara Paul Stoltz mencatat bahwa sukses merupakan ganjaran atau reward dari sebuah proses pendakian atau usaha. “I use the term Ascend in the broadest sense –moving your purpose in your life forward no matter what your goals. Whether your Ascent is about gaining market share, getting better grades, improving your relationship, becoming better at what you do, completing an education, raising stellar children, growing closer to God, or making a meaningful contribution during your brief stint on the planet, the drive is imperative. Successful people share the profound urge to strive, to make progress, to achieve their goals and fulfill their dreams” (Adversity Quotient, hal. 13).

Kita melihat terdapat begitu banyak definisi sukses. Semua berkata kunci suatu capaian tertentu. Namun, yang cukup lengkap agaknya definisi sukses dari Dictionary of American English yang menyebut terdapat tiga macam sukses.

Pertama, seseorang dikatakan sukses manakala yang bersangkutan berhasil menunaikan tugas yang harus dikerjakan dan dipercayakan padanya dan berhasil mencapai tujuan tertentu.

Kedua, sukses ialah suatu pencapaian tertentu atau sebuah peristiwa/kejadian yang baik.

Dan yang ketiga, sukses ialah kesehatan yang prima dan nasib baik atau peruntungan yang didapat dalam hidup.

Meski tiap orang punya persepsi yang berbeda tentang sukses, toh ada semacam kesepakatan umum seperti dicatat dalam Dictionary of American English. Mengapa seluruh daya, tenaga, dan pikiran harus dicurahkan untuk meraih sukses, kini terjawab sudah. Bahwa sukses yang dipersepsikan seseorang adalah tujuan (goal) dalam hidup. Sebuah puncak gunung kehidupan yang harus didaki untuk kemudian diraih. Bila seseorang belum atau tidak dapat meraih puncak kehidupan yang ditentukan dan diinginkannya,ia gagal.

sukses haruslah dicapai dengan kerja keras dan sikap pantang menyerah. Pasrah pada keadaan tidak pernah akan membuahkan sukses. Hanya para pendaki (climbers) saja yang meraih puncak usaha, yakni sukses. Paul G. Stoltz, pendiri Peak Learning, dalam buku Adversity Quotient: Turning Obstacles into Opportunities menjelaskan terdapat tiga tipe manusia.

Pertama, Quitters (berhenti), yakni orang yang menampik untuk maju atau mendaki. Cirinya ialah bahwa orang ini do just enough to get by. Little ambition, minimal drive, sub-par quality. Take few risk, rarely activity.

Kedua, Campers (pekemah), yakni orang yang mudah puas. Cirinya ialah bahwa orang ini show moderate creativity and take some calculated risk, play it safe.

Ketiga, Climbers (pendaki), yakni orang yang tidak pernah puas dengan apa yang sudah diraih. Orang ini selalu yang lebih dan lebih. Sudah meraih good, ia ingin better. Sudah mencapai better, ia ingin menjadi the best. Ciri orang pendaki ialah show moderate creativity and take some calculated risk, play it safe.

Tetapkan apa yang menjadi goal Anda dalam hidup dan strategikan bagaimana meraihnya. Sukses berawal dari diri sendiri. Rentangkanlah telapak tangan Anda. Lihatlah “garis nasib” yang tertoreh di dalamnya. Setelah mencermatinya, tutuplah. Sebagian besar garis tangan tidak tampak karena ditutupi keempat jari. Artinya, Anda yang harus mengubah nasib Anda. Sisanya, garis tangan yang terbuka adalah pengaruh luar.

Karena itu, sukses harus dimulai dari diri sendiri, dengan usaha dan kerja keras. Sukses tidak bergantung situasi dan orang lain, apalagi tergantung alat. Bukankah ada pepatah, “A bad workman always blames his tool”. Tukang yang tidak cakap selalu menghujat alatnya. Karena itu, jangan pernah menghujat alat, sebab alat tinggallah hanya alat. Orang di balik alat itu yang penting, karena kemampuan pikiran dan kreativitas jauh lebih dahsyat dibandingkan dengan alat.

Selain itu, jangan pernah berpuas diri ketika pencapaian belum maksimal. Dag Hammarskjold, mantan Sekjen PBB mengatakan, “….Never measure the height of a mountain, until you have reached the top. Then you will see how low it was.”

Benar, jangan pernah buru-buru mengukur ketinggian gunung sebelum Anda dapat meraih puncaknya. Sebab, ketika mencapai puncak, Anda baru menyadari sebenarnya tadi Anda masih berada di bawah.

Hidup adalah pendakian menuju puncak gunung kesuksesan. Karena itu, sukses adalah sesuatu seperti yang kami bayangkan, “Onward climbing to reach the highest peak”.

Senada dengan ini, Stoltz menambahkan, “Success can be defined as the degree to which one moves forward and upward, progressing in one’s lifelong mission, despite all obstacles or other forms of adversity (Stoltz, 1997: 5). Perhatikan dengan saksama kata success dan adversity, yang dalam buku aslinya, dicetak miring.

Tentu, tiap orang berhak mempersepsikan sukses, puncak yang harus diraihnya dalam hidup. Anda pun berhak mempersepsikannya. Yang jelas, sukses tidak pernah jatuh dari langit.

Sukses harus disertai usaha dan kerja keras. Manusia merencanakan. Manusia menentukan sukses dalam hidupnya. Tuhan menyibak jalan dan merestui.
***

Tidak ada komentar: