Apakah yang paling berharga di dunia ini?
Anda dapat membuat litani panjang, lalu menyarikannya menjadi, misalnya, sepuluh. Dari sepuluh menjadi hanya lima. Dan dari lima diperas lagi menjadi hanya dua.
Dari sekian banyak hal, atau sesuatu, yang dianggap berharga dalam hidup ini, apakah Anda menyarikan dua hal saja sama seperti saya, yakni life dan love (kehidupan dan cinta)?
John Powel, penulis kenamaan yang banyak menelurkan tulisan-tulisan seputar masalah kebijaksanaan dalam hidup dalam The Secret of Staying Love menulis demikian,
“I am convinced that man was meant to live at peace within himself, filled with a deep joy. I am convinced that there should be going on in the heart of every man not a funeral but a celebration of life and love” (halaman 10).
Selebrasi cinta dan kehidupan penting karena tanpa cinta maka kehidupan tidak punya makna dan berjalan tanpa tujuan.
Cinta memungkinkan kita berbuat lebih banyak daripada yang bisa kita capai tanpa kekuatannya. Sering kita menghabiskan sebagian besar waktu mengurus kebutuhan fisik.
Setiap hari, kita memastikan tubuh kita makan, bersih, berpakaian, berolah raga, dan beristirahat. Kita juga melakukan rangsangan intelektual dan menempatkan hiburan sebagai prioritas untuk memuaskan diri. Namun, kita kerap mengabaikan kebutuhan yang paling penting, yakni cinta kasih.
Ciri orang yang tinggal dalam cinta (stay in love) ialah menjadikan cinta sebagai kebutuhan emosional yang kuat sebagai keinginan untuk mencintai orang lain dan sesama makhluk.
Karena itu, kebutuhan untuk mencintai dan peduli terhadap sesama perlu ditanam dan ditumbuhkembangkan dalam diri kita secara biologis.
Kebutuhan emosional ini yang memungkinkan orang tua untuk rela meninggalkan kebiasaan tidur, makanan, dan kesenangan lain saat membesarkan anak-anak mereka.
Kebutuhan ini memungkinkan orang untuk mengambil risiko untuk menyelamatkan orang lain dari bencana alam dan ancaman terhadap manusia lain.
Kebutuhan emosional cinta mendorong orang-orang seperti Bunda Teresa, Lady Diana, Paus Yohanes Paulus II dan para pekerja karitatis dan kemanusiaan melakukan sesuatu tanpa pamrih demi sesama manusia tanpa menghitung untung dan rugi.
Mengasihi orang lain akan memungkinkan kita untuk menempatkan kebutuhan dan keinginan orang lain sama seperti kita. Kita akan bekerja lebih keras dan tidak mengenal waktu, kadang-kadang mungkin kita benci pada pekerjaan tersebut, tetapi toh dilakukan demi orang yang kita cintai.
Kita akan memahami kondisi orang lain dan sudi mengurus dan merawatnya untuk orang yang kita cintai, entah masih muda entah sudah tua.
Cinta berarti menyayangi, berbagi, memberikan diri, dan pada urutan yang berikutnya baru harta. Kita tidak melukai, membahayakan, atau menyebabkan rasa sakit pada orang yang kita cintai. Sebaliknya, kita berusaha untuk meringankan penderitaan mereka.
Melakukan sesuatu atas dasar cinta, jauh dari keinginan untuk menguasai dan membuat orang lain terikat dan berutang budi, melainkan tentang keinginan orang untuk menjadikan yang bersangkutan bahagia.
Cinta sejati bukan didasarkan atas keinginan untuk memiliki atau mengendalikan orang lain; sebaliknya dilandasi oleh keinginan untuk membebaskan mereka.
“Cinta sejati itu memberi,” kata William Arthur Dunkerley. John Oxenham, nama pena penulis dan penyair ini, menggambarkan cinta secara indah, “Love ever gives. Forgives outlives. And ever stands with open hands. And while it lives, it gives. For this is love's prerogatives -- to give, and give, and give.”
Orang yang menjalani hidup berkualitas dan bermakna menjalani hidup lebih hidup. Orang ini juga menatap dan melihat segala hal dengan tatapan kasih. Seakan-akan yang dilihatnya ialah pantulan wajahnya sendiri. Oleh karena itu, kematian bukanlah kehilangan terbesar dalam hidup.
Akan tetapi, kehilangan terbesar dalam hidup, seperti dikatakan Norman Cousins ialah “Segala sesuatu yang mati dalam diri kita ketika kita hidup (Death is not the greatest loss in life. The greatest loss is what dies inside us while we live.”
Sesuatu yang mati itu adalah cinta. Ketika cinta hidup, hidup pulalah kehidupan kita. Sebaliknya, ketika cinta mati dalam diri kita maka akan kita menjadi orang yang kehilangan besar.
Boleh dikatakan bahwa cinta ibarat minyak yang memungkinkan roda kehidupan terus berputar. Apabila kita mengasihi orang lain maka kita akan melihat di luar diri kita sendiri, yakni sesuatu yang ada di luar kebutuhan kita dan keinginan kita.
Kita mengorbankan waktu, energi, keinginan, dan bahkan kadang-kadang diri kita sendiri karena cinta. Kita lebih sering berkorban demi cinta kepada orang yang kita kenal, namun kerap juga memberikan cinta kepada orang yang tidak kita kenal.
Cinta menjadikan orang pahlawan setiap hari di setiap tempat di dunia ini. Seperti ditegaskan Thomas Kempis, "Cinta bukan suatu beban, orang yang menyinta tidak merasakannya sebagai masalah, upaya yang dilakukan atas nama cinta melebihi kekuatannya.
Oleh karena itu, cinta dapat melakukan segala sesuatu, menyelesaikan banyak masalah, dan menjamin orang yang dicintai merasakan efeknya dan memancarkan pula cinta itu kepada orang lain di sekitar."
Definisi utama cinta bukan tentang merasa baik, melainkan berbuat baik. Sebuah contoh dari cinta ialah tindakan Bunda Teresa yang bekerja begitu lama dan begitu keras atas nama cinta.
Jika membuka mata maka kita akan melihat bahwa cinta ada di sekitar, sehingga tidak perlu jauh-jauh mencari cinta. Dalam konteks ini, Robert Louis Stevenson berkata, "Inti cinta adalah kebaikan."
Cinta penting, karena tanpa cinta, kehidupan tidak punya makna dan tanpa arah. Seperti dikatakan Frank Tebbets, "Hidup tanpa cinta seperti tumpukan abu di atas tungku kosong yang apinya mati, tawa terhenti dan memadamkan bara." Cinta memungkinkan kita untuk lebih hangat dan lebih hidup dan menjadi pendorong untuk berbuat lebih banyak daripada yang bisa kita capai jika tidak dilandasi kekuatan cinta.
Di antara sekian banyak ungkapan atau quotes tentang cinta, agaknya Thomas a Kempis yang paling mengesankan. Di bawah judul “On Love”, Kempis menulis demikian,
Love is a mighty power,
a great and complete good.
Love alone lightens every burden, and makes rough places smooth.
It bears every hardship as though it were nothing, and renders
all bitterness sweet and acceptable.
Nothing is sweeter than love,
Nothing stronger,
Nothing higher,
Nothing wider,
Nothing more pleasant,
Nothing fuller or better in heaven or earth; for love is born of God.
Love flies, runs and leaps for joy.
It is free and unrestrained.
Love knows no limits, but ardently transcends all bounds.
Love feels no burden, takes no account of toil,
attempts things beyond its strength.
Love sees nothing as impossible,
for it feels able to achieve all things.
It is strange and effective,
while those who lack love faint and fail.
Love is not fickle and sentimental,
nor is it intent on vanities.
Like a living flame and a burning torch,
it surges upward and surely surmounts every obstacle.
Cinta dapat membuat segalanya menjadi mungkin. Cinta pula yang menjadikan kita manusia ada. Kita percaya bahwa Allah adalah cinta, karena itu, Sang Mahacinta mencipta (melahirkan) kita makhluknya.
Demikian pula ayah dan ibu kita. Atas dasar cinta, kita lahir dari mereka. Dari cinta datang kehidupan. Karena itu, tulisan dalam bahasa Inggris, love sangat dekat dengan life.
Cinta menjadi penting, sebab tanpa cinta, hidup menjadi hampa dan tidak punya arah. Cinta memungkinkan kita melakukan sesuatu melebihi kemampuan karena kekuatannya.
Cinta ialah kekuatan terbesar dan asal dari segala yang hidup. Hanya dengan mata hati cinta kita melihat segala sesuatu menjadi mungkin. Tidak ada hal yang lebih mulia dan lebih penting di surga dan di dunia kecuali cinta. Karena cinta lahir dari Tuhan maka cinta mendatangkan hidup.
Saya membayangkan sebuah kosmos yang penuh cinta. Suatu dunia di mana tidak ada lagi “aku”, melainkan “kita”. Sebuah kosmos yang diliputi cinta sebagaimana yang digambarkan kitab suci-kitab suci agama-agama.
Bahasanya adalah bahasa cinta. Amati dengan saksama frasa, “Baiklah kita menjadikan….” Bukankah bahasa yang digunakan ialah orang kedua jamak, yakni “kita”? Dalam cinta, pribadi-pribadi dan ego-ego lebur jadi “kita”.
Nothing fuller or better in heaven or earth; for love is born of God. Jadi, the ultimate art of living is love.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar