Inovasi sering jatuh pada perangkap kegagalan, meski bagus dalam teori. Kegagalan pertama ialah individu atau organisasi terperangkap pada mitos bahwa inovasi semata-mata berkaitan dengan pengembangan dan penciptaan produk baru.
Manakala gagasan atau upaya “biasa-biasa saja” dan dinilai sebagai bukan sesuatu yang mendatangkan perubahan positif, tidak dianggap sebagai inovasi.
Kegagalan inovasi juga terjadi manakala moral karyawan jatuh, sinisme, dan bahkan cenderung meningkatnya resistensi untuk berubah di masa yang akan datang.
Apa yang menjadi sumber kegagalan inovasi? Kegagalan inovasi umumnya terjadi karena lima hal:
Pertama, lemahnya kepemimpinan (poor leadership).
Kedua, lemahnya organisasi (poor organization).
Ketiga, lemahnya komunikasi (poor communication).
Keempat, lemahnya pemberdayaan (poor empowerment).
Kelima, lemahnya manajemen berbasis pengetahuan (poor knowledge management)
Apa ukuran keberhasilan inovasi? Umumnya, perusahaan mengukur keberhasilan inovasi dari balanced scorecards (BSC) yang mencakup beberapa aspek inovasi, seperti: pertumbuhan perusahan dalam relasinya dengan finansial, inovasi dalam hal efisiensi, motivasi karyawan, dan benefit perusahaan bagi pelanggan.
Tentu saja, tiap perusahaan memunyai nilai dan cita rasa pengukuran tersendiri, selain yang disebutkan di atas. Misalnya, ada yang memasukkan new product revenue, spending dalam R&D, time to market, persepsi karyawan dan tingkat kepuasan pelanggan, jumlah paten, hasil penjualan dihitung dari masa melakukan inovasi.
Pada aras politik, takaran keberhasilan inovasi lebih terfokus kompetitive advantage pada suatu daerah atau nagara yang dilakukan lewat inovasi.
Dalam konteks ini, kemampuan suatu organisasi dapat dievaluasi melalui berbagai kerangka evaluasi, seperti European Foundation for Quality Management.
The OECD Oslo Manual (1995) menyarankan panduan standar untuk mengukur produk teknologi dan proses inovasi. Oslo Manual sejak tahun 2005 memerluas perspektif inovasi, kemudian memasukkan aspek marketing dan inovasi suatu organisasi. Standar ini digunakan the European Community Innovation Surveys.
Sementara itu, The Global Innovation Index adalah indeks global yang mengukur level inovasi suatu negara yang dihasilkan bersama oleh The Boston Consulting Group (BCG), the National Association of Manufacturers (NAM), and The Manufacturing Institute (MI), the afiliasi riset nonpartisan NAM.
Indeks terakhir dipublikasikan pada Maret 2009. Ranking negara yang diukur didasarkan pada input dan output dari inovasi. Input inovasi termasuk kebijakan pemerintah dan fiskal, kebijakan pendidikan, dan inovasi pada lingkungan. Sedangkan output inovasi mencakup paten, transfer teknologi, hasil R&D; kinerja bisnis, seperti produktivitas kerja dan total shareholder returns, serta dampak inovasi terhadap migrasi bisnis dan pertumbuhan ekonomi.
Diketahui bahwa Indonesia berada di urutan ke-19 dari 20 negara besar (berdasarkan GDP) sesuai takaran International Innovation Index. Korea Selatan di urutan pertama, Amerika Serikat di urutan kedua, Jepang di urutan ketiga, Swedia di urutan keempat, dan Belanda di urutan kelima. Adapun di urutan ke-20 adalah Brazil.
Spirit inovasi sudah tertanam di dada kita masing-masing. Kita sudah berinovasi pada aras individu. Namun, sebagai tim, belum. Tinggal bagaimana menyebarkan spirit inovasi itu di semua level.
Dengan menyosialiasikan dan mengimplentasikan ide baru, termasuk ide tentang inovasi, kita sebenarnya mulai melakukan inovasi itu sendiri.
2 komentar:
Saat ini saya dalam tahap menulis tesis tentang keberhasilan inovasi... Bisa tolong anda berikan contoh ukuran2 dalam keberhasilan inovasi spt apa???
Anda bisa cari kata kunci: The Global Innovation Index
lalu dapatkan rumus bagaimana cara menghitungnya.
Semoga sukses!
Posting Komentar